Selasa, 26 Maret 2013

CARA KOMUNIKASI BURUNG


Sebagian besar burung memerlukan individu dan jenis burung lainnya.  Dalam  aktivitasnya, sehingga sebagian besar burung bersifat berkelompok.  Terdapat beberapa jenis burung yang penyendiri (soliter) misalnya raja udang (Alcedinidae), burung pemangsa (accipitridae), tikusan (Rallidae), wiwik dan kankok (Cuculidae).  Dalam keadaan tertentu jenis-jenis soliter tetap membutuhkan jenis burung lainnya atau individu lainnya.
Melakukan aktivitas atau interaksi dengan yang lainnya, burung menggunakan bahasa sbg sarana komunikasi.  Pada burung terdapat berbagai jalan untuk mengirimkan pesan, dengan suara maupun dengan aksi yang mungkin melibatkan pameran bulu atau hiasannya. Namun pecakapan burung yang paling jelas berupa kicauan.
Menurut Olin Sewall Pettingill, nyanyian burung merupakan serangkaian bunyi yang diulang secara konsisten menurut pola khusus tertentu dan kebanyakan dilakukan individu jantan.
Defenisi tersebut, membedakan lagu dengan nada panggilan serta bunyi lain yang dibuat burung.  Sekaligus pembeda dengan “vokal” yang mencakup tokokan berirama pada burung pelatuk, kepakan sayap pada ayam dan peragaan kayu pada trulek serta berkik di udara, bunyi yang timbul akibat bunyi bulu bertakik pada sayap dan ekornya.
Beberapa lagu burung sedemikian rumitnya sehingga yg sampai ke telingga kita sangat merdu. Burung petebah jantan merupakan penampil ulung, nyayiannya mencakup 2000 lagu.
Branjangan pohon (Lullula arborea) selama 5 menit dapat menyanyikan 103 macam irama yang berbeda dengan kecepatan 68-80 nada perdetik.  Unggas yang kurang berbakat pun kerap kali mengeluarkan suara sumbang, mirip suara serangga.
Entah merdu atau sumbang, sebagian besar nyanyian burung berfungsi dua:
  1. Untuk memaklumkan wilayah pejantan dan mengusir pejantan lain
  2. Untuk memamerkan kejantanannya pada jodoh yang ada dan merangsang nafsu seksual.
Pada burung jantan kicauan kian kerap agresif, bila terdengar adanya pejantan lain. Penyelundup yang melanggar garis teritorinya akan diserang.  Akan tetapi biasanya satu kicauan sudah cukup untuk mengusir penyelundup tersebut.  Individu jantan akan menyerang jantan lainnya yang berasal dari jenisnya, dan membiarkan jenis burung lain memasuki wilayahnya.
David Lack mengadakan eksperimen terhadap sepah putri inggris, menemukan bahwa hal yang membuat burung tersebut agresif adalah dada merah lawannya.  Malah sejumbai bulu dada berwarna merah pada sebatang kawat pun akan diserangnya dengan ganas. Ketika bulu tersebut dipindahkan maka bekas tempatnyalah yang diserang.
Seringkali tanda perkelahian yang berasal dari bulu baik berupa warna dan lainnya, berfungsi sebagai tanda perkelahian terhadap  jantan lain, sekaligus menyebar benih ketaklukan pada betina siap kawin.
William Vogt mengadakan eksperimen untuk mengetahui emosi pejantan burung leher-kuning dengan mengubah tanda kelamin yang tampak pada betina yang dalam teritorinya dengan menempelkan tanda hitam pada mukanya (pada burung betina tidak terdapat tanda hitam).  Ketika pejantan itu kembali, reaksinya yang pertama, berupa perilaku terkejut dan terguncang, “seolah-olah dikhianati kekasihnya”, lalu si penipu itu diserangnya.
Pada banyak jenis burung, ancaman merupakan taraf pertama percumbuan. Bila seekor betina tertarik oleh seekor pejantan karena lagunya, pejantan mungkin akan menakuti-nakutinya.  Tetapi betina itu dapat memperdayanya dengan suatu tanda peredaan, suatu isyarat  halus seperti membuang muka atau dapat menyatakan penyerahan diri dengan mengetarkan sayap dan meminta-meminta makan seperti bayi.
Pengumpanan dalam rangka percumbuan merupakan hal yang biasa di antara banyak burung pekicau dan biasanya mengarah kehubungan seksual. Disini kicauan juga mempunyai peran.  Kicauan banyak pejantan merangsang betina membangun sarang. Sarang yang sudah selesai kemudian mendorongnya untuk bertelur. 
Berkicau paling lama pada waktu pagi, kemudian berkurang pada tengah hari.  Burung yang paling tidak mengenal lelah adalah burung vireo mata merah (burung pengkhotbah) terhitung pernah melakukan kicauan sebanyak 22.197 kali antara fajar dan senja.
Telah menjadi aksioma bahwa burung yang sangat bersamaan wujudnya mempunyai kicauan yang beranekaragam.  Ada banyak burung geledekan kecil di Amerika, prenjak daun di Eropa dan burung suku cabak malam di seluruh dunia yang sangat mirip satu sama lain, hingga membinggungkan para ahli, kecuali kalau sudah berbunyi.  Kicauan merupakan mekanisme pemisah yg mencegah burung dlm memilih sekutunya.
Kicauan adalah sangat penting bagi burung penghuni daerah yang padat tumbuhan.  Seringkali burung tersamar di tengah lingkungannya hingga harus berkicau untuk menarik perhatian.  Prenjak perumpung, penghuni hutan lebat lebih sering berkicau daripada prenjak teki yang dapat mengandalkan komunikasi mata di tengah habitatnya yang terbuka.
Dari berbagai pengalaman, burung yang warnanya sederhana tergolong pekicau paling berbakat.  Burung yang warnanya cemerlang cenderung menggunakan pola gembiranya untuk memamerkan diri, sedangkan banyak burung yang warnanya suram hanya dapat “mengiklankan diri” dengan suara.  Karena tidak mempunyai bulu yang cerah dan tenggelam di bentang alam yang besar burung itu membumbung ke udara mencurahkan kicauannya.
Bagaimana Burung Belajar Berkicau?
Cara burung belajar berkicau sangat mirip cara manusia belajar berbicara.  Mula-mula salah satu bagian otak burung mengendalikan perkembangan bahasa (suatu situasi sejajar yang terjadi dalam otak manusia).  Lebih-lebih burung secara genetis ditakdirkan untuk belajar berkicau tepat sebagaimana secara genetis diperlengkapi untuk berbicara.  Agar dapat mengembangkan pola-pola vokal biasa, seperti manusia, burung harus mampu mendengar dan menirukan burung dewasa.  Pertama, anak burung sibuk mencari-cari bunyi yang benar seperti yang dilakukan anak manusia selama tahap berceloteh.  Namun karena kemampuan burung untuk belajar bahasa mencapai puncak sewaktu masih muda (biasanya selama masa setahun pertamanya) anak burung pun cepat mengembangkan kosa kata sepenuhnya.
Sesekali beberapa burung memang mempelajri kicauan jenis lain biasanya dilakukan keluarga jalak maupun branjangan.  Burung peniru di Kalifornia mencapai penghususan sebagai peniru burung pelatuk setempat dan bahkan kodok pohon.  Tetapi secara keseluruhan burung yang mempelajari kicauan jenis lain relatif langka. Bahkan beo, yang dikenal sebagai peniru percakapan manusia, bila hidup di habitatnya hanya menirukan suara beo lain.
Bila mempelajari kicauan jenisnya, burung menyuguhkan versi khusus yg dikicauakan teman terdekatnya.  Versi ini dlm berbagai kasus berbeda dgn versi yg dikicaukan jenis yg sama ditempat lain.  Versi yang berbeda-beda dalam daftar lagu suatu jenis disebut dialek.  Tidak semua burung yang mempunyai dialek, tetapi bagi burung yang mempunyainya, individunya cenderung tinggal dan berbiak di daerah tempatnya belajar  berbicara.  Sebagai akibatnya, terbentuklah peta daerah dialek burung.
Dialek beberapa jenis hanya berubah secara berangsur-angsur melampaui jarak yang cukup jauh. Tetapi jenis-jenis lain, seperti misalnya burung gereja di lingkungan pantai Kalifornia, telah membangun batas-batas daerah yang jelas. Bila pengamat berdiri di perbatasan itu dapat mendengar burung gereja di sebelah utara berkicau dengan satu dialek, sedangkan di bagian selatan berkicau dengan dialek lain. Garis pemisah yang tegas semacam itu mencegah kedua kelompok tersebut mengadakan pembiakan silang.  Ternyata burung gereja pada salah satu sisi perbatasan daerah daerah tersebut dapat sampai menjadi berbeda secara sedemikian subtansial dengan tetangganya diseberang perbatasan sehingga akhirnya berkembang menjadi anak jenis baru.
Kicauan setiap burung ada keanehannya yang pelik dan perbedaan yang hampir tak dapat dibedakan oleh telingga manusia. Kicauan dpt membantu burung mengenali jodoh dan tetangganya serta mendeteksi burung asing.  Pingguin adelie yang tinggal di sarang padat daerah antartik dapat mengenali jodohnya dengan suara, bahkan setelah terpisah berbulan-bulan.  Anak-anak pingguin akan menjawab suara induknya yang diputar kembali pada kaset perekam.
 Nicholas Collias dari Universitas kalifornia mengelompokkan aneka bunyi yang ditimbulkan oleh burung menjadi lima golongan,yaitu:
  1. Gerak berkawan dan gerak kelompok
  2. Pangan
  3. Pemangsa dan musuh
  4. Hubungan induk dan anak
  5. Perilaku seksual serta agresi.
Golongan kelima merupakan kicauan yang umumnya terjadi pada burung.
Banyak burung kawanan yang mempunyai nada pengumpan, tanda berkumpul dan panggilan terbang khusus.  Di ladang tempatnya merumput, angsa kanada berkomunikasi dengan nada yang rendah dan mendengkur.  Pekik-pekik keras menandai gerak lepas landas dan ketika gerombolan teratur itu menuju cakrawala, kawanan tersebut melanjutkan paduan suaranya yang keras.
Pada burung puyuh Amerika Utara disamping mengumandangkan seruan bob-white yang jelas, suatu “pangilan perindukan” juga menimbulkan bunyi ka-loi-kee? yang terdengar seperti pertanyaan dan disambut dengan jawaban berupa whoil-kee! Jeritan burung dewasa ini menghimpun kembali kawanan yang tercerai berai, dan merupakan reaksi dari tanda sesat “ cit-cit yang disuarakan anaknya.
Burung dara laut yang menemukan sedikit makanan akan menelannya dengan diam-diam.  Tetapi andaikata masih ada lebih dari yang dapat dihabiskannya sendiri, maka keuntungan itu diumumkan kepada dara laut lain yang dapat mendengar, dengan jalan teriakan tiga suku kata.
Pekik peringatan pada ayam dapat membedakan apakah ancamannya berupa alap-alap di udara atau anjing, kucing atau manusia di tanah.  Ayam betina yang melihat alap-alap menjerit keras sehingga anak-anaknya bersembunyi, tetapi jika anjing atau manusia yang datang tanda bahaya itu adalah bunyi berkotek-kotek.
(Pertemuan Keenam Kuliah Ornitologi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar