Minggu, 27 Januari 2013

Kasihanilah Para Pencinta


Sepasang aktivis itu datang menemui saya dengan mata berbinar.  Binar-binar yang bersemi di mushalla kampus dan di bangku kuliah dan di arak-arakan jalanan demonstrasi untuk reformasi.  Di tengah badai politik itu cinta mereka bersemi.
Tapi cinta gadis keturunan Arab dengan pemuda Jawa itu kandas.  Kasih mereka tak sampai di pelaminan.  Restu orang tua sang gadis tak berkenan meneruskan riwayat asmara putih mereka. Tragis. Tragis sekali.  Karena di hati siapapun cinta yang suci dan tulus seperti itu singgah, kita seharusnya mengasihi pemilik hati itu.  Sebab itu perasaan yang luhur.  Sebab perasaan yang luhur begitu adalah gejolak kemanusiaan yang direstui di sisi Allah.  Sebab karena direstui itulah Rasulullah SAW lantas bersabda,” Tidak ada yang lebih baik bagi mereka yang sudah saling jatuh cinta kecuali pernikahan”.
Islam memang begitu.  Sebab ia agama kemanusiaan.  Sebab itu pula nilai-nilainya selalu ramah dan apresiatif terhadap semua gejolak jiwa manusia.  Dan sebab cinta adalah perasaan kemanusiaan yang paling luhur, mengertilah kita mengapa ia mendapat ruang sangat luas dalam tata nilai Islam.
Itu karena Islam memahami betapa dahsyatnya goncangan jiwa yang dirasakan orang-orang yang sedang jatuh cinta.  Tak ada tidur.  Tak ada lelah.   Tak ada takut.  Tak ada jarak.  Tak ada aral.  Yang ada hanya hasrat hanya tekad hanya rindu hanya puisi hanya keindahan.  Puisi adalah busur yang mengirimkan panah-panah asmara ke jantung hati sang kekasih.  Rembulan adalah utusan hati yang membawa pesan kerinduan yang tak pernah lelah melawan waktu.
 Dua jiwa yang sudah terpaut cinta akan tampak menyatu bagaikan api dengan panasnya, salju dengan dinginnya, laut dengan pantainya, rembulan dengan cahaya.  Mungkin berlebihan atau mungkin memang begitu, tapi siapa pun yang melantunkan bait ini agaknya ia memang mewakili perasaan banyak arjuna yang sedang jatuh cinta: separoh nafasku terbang/ bersama dirimu.
Bisakah kita membayangkan betapa sakitnya sepasang jiwa yang dipautkan cinta lantas dipisah tradisi atau apa saja?  Tragedi Zaenuddin dan Hayati dalam Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, atau Qais dan Laila dalam Majnunu Laila, terlalu miris.  Sakit.  Terlalu sakit.  Karena di alam jiwa seharusnya itu tidak mustahil.  Tragedi cinta selamanya merupakan tragedi kemanusiaan.  Sebab itu memisahkan pasangan suami istri yang saling mencintai adalah misi terbesar syetan.  Sebab itu menjodohkan sepasang kekasih yang saling mencintai adalah tradisi kenabian.
Suatu saat, khalifah Al Mahdi singgah beristirahat dalam perjalanan haji ke Makkah.  Tiba-tiba seorang pemuda berteriak,”Aku sedang jatuh cinta.”  Maka Al Mahdi pun memanggilnya,”Apa masalahmu?””Aku mencintai puteri pamanku dan ingin menikahinya.  Tapi ia menolak karena ibuku bukan Arab.  Sebab itu aib dalam tradisi kami.”
Al Mahdi pun memanggil pamannya dan berkata padanya,” Kamu lihat putera-puteri Bani Abbasiyah? Ibu-ibu mereka juga banyak yang bukan Arab.  Lantas apa salah mereka? Sekarang nikahkanlah lelaki ini dengan puterimu dan terimalah 20 ribu dirham ini; 10 ribu untuk aib dan 10 ribu untuk mahar. (Anis Matta).

Rabu, 16 Januari 2013

Sayap yang Tak Pernah Patah


Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati.  Atau kasihnya tak sampai.  Atau cintanya tertolak.  Seperti sayap-sayap Gibran yang patah.  Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwijcjk tenggelam.  Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ‘majnun’, lalu mati.  Atau,  jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.
Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata.  Dunia tidak merah jambu di sana.  Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:
O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati
Mari kita ikut berbelasungkawa untuk mereka.  Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani.  Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawa, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.
Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah.  Kasih selalu sampai di sana.”Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain,” kata Rumi.”Sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.” Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya.  Sementara kita menyaksikan fakta lain.
Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejahwantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.  Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya.  Sebab di sini kita justru sedang melakukan sebuah”pekerjaan jiwa”yang besar dan agung: mencintai.
Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang sesungguhnya terjadi hanyalah ”kesempatan memberi” yang lewat.  Hanya itu.  Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang.  Selama kita memiliki cinta, memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan.  Ini hanya murni masalah waktu.  Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: ”apakah yang akan kuberikan?”  Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.
Jadi kita hanya patah atau hancur karena kita lemah.  Kita lemah karena posisi jiwa kita salah.  Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita mengantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan.  Kita menderita bukan karena kita mencintai.  Tapi karena kita mengantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain tidak mencintai kita. (Anis Matta).

Sabtu, 12 Januari 2013

Jangan Malas untuk Berdo'a


      Sebagian manusia terlalu sombong, tidak mau berdoa, seakan ia bisa menghasilkan sesuatu tanpa pertolongan dari Allah Ta’ala.
Sebagian manusia terlalu sombong, tidak mau berdoa, seakan ia bisa beribadah tanpa pertolongan dari Allah Ta’ala.
Sebagian manusia terlalu sombong, jarang berdoa, seakan kekuatan manusiawinya lah yang dapat mewujudkan seluruh asa dia tanpa pertolongan dari Allah Ta’ala.  Coba perhatikan hal-hal berikut, niscaya kita akan semangat selalu berdoa kepada Allah Ta’ala atas keperluan dunia dan akhirat kita.
Seorang yang tidak berdoa adalah orang sombong
{وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ} [غافر: 60]
Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al Mukmin: 60).
Asy Syaukani Rahimahullah berkata, “Ayat ini memberikan faedah bahwa doa adalah ibadah dan bahwa menginggalkan berdoa kepada Rabb yang Maha Suci adalah sebuah kesombongan, dan tidak ada kesombongan yang lebih buruk daripada kesombongan seperti ini, bagaimana seorang hamba berlaku sombong tidak berdoa kepada Dzat yang merupakan Penciptanya, Pemberi rezeki kepadanya, Yang mengadakannya dari tidak ada dan pencipta alam semesta seluruhnya, pemberi rezekinya, Yang Menghidupkan, Mematikan, Yang Memberikan ganjarannya dan yang memberikan sangsinya, maka tidak diragukan bahwa kesombongan ini adalah bagian dari kegilaan dan kekufuran terhadap nikmat Allah Ta’ala.
Seorang yang berdoa adalah orang yang paling dimuliakan oleh Allah ta’ala
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لَيْسَ شَىْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ»
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah dibandingkan doa.” (HR. At Tirmidzi).
Para ulama mengatakan kenapa doa sesuatu yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan yang lainnya: “Karena di dalam doa terdapat bentuk sikap perendahan diri seorang hamba kepada Allah dan menunjukkan kuasanya Allah Ta’ala.”
Allah Ta’ala sangat, sangat, sangat menyukai hamba-Nya merendah diri kepada-Nya dan menunjukkan bahwa hanya Allah Ta’ala satu-satu-Nya Yang Berkuasa, Yang Maha Pengatur, yang Maha Pencipta, tiada sekutu bagi-Nya.
Dengan doa kita melawan, menahan, meringankan bala dan musibah
عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يغني حذر من قدر و الدعاء ينفع مما نزل ومما لم ينزل وإن البلاء لينزل فيتلقاه الدعاء فيعتلجان إلى يوم القيامة.
“Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Sikap kehati-hatian tidak menahan dari takdir, dan doa bermanfaat dari apa yang terjadi (turun) ataupun yang belum terjadi (turun) dan sesungguhnya bala benar-benar akan turun lalu dihadang oleh doa, mereka berdua saling dorong mendorong sampai hari kiamat.” (HR. Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 7739).
Seorang yang berdoa tidak pernah rugi
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ «اللَّهُ أَكْثَرُ»
“Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada seorangpun yang berdoa dengan sebuah dosa yang tidak ada dosa di dalamnya dan memuutuskan silaturrahim, melainkan Allah akan mengabulkan salah satu dari tiga perkara, baik dengan disegerakan baginya (pengabulan doanya) di dunia atau dengan disimpan baginya (pengabulan doanya) di akhirat atau dengan dijauhkan dari keburukan semisalnya”, para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu kami akan memperbanyak doa?” Beliau menjawab: “Allah lebih banyak (pengabulan doanya)” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1633).
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelasakan tentang ajaibnya doa
“Dan demikian pula doa, sesungguhnya ia adalah salah satu sebab yang paling kuat menahan keburukan, mewujudkan permintaan, akan tetapi berbeda pengaruh doanya, baik karena lemahnya pada doa tersebut yaitu doanya merupakan sesuatu yang tidak dicintai Allah karena di dalamnya terdapat permusuhan, maka doanya seperti busur yang tipis sekali, maka anak panah keluar darinya sangat lemah, atau karena terdapat yang menahan dari pengabulan doa, seperti; makan harta yang haram, perbuatan zhalim, dosa-dosa yang menutupi hati, terlalu lalai, penuh hawa nafsu dan kelalaian. Sebagaimana yang di sebutkan di alam kitab Al Muastdarak akrya Al Hakim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak menerima sebuah doa dari hati yang lalai,” maka (doa seperti) ini adalah doa yang bemanfaat, menghilangkan penyakit akan tetapi lalainya hati terhadap Allah membatalkan kekuatannya dan begitujuga memakan yang haram membatalkan kekuatannya dan mengguranginya. Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu berkata, “Cukup doa disertai dengan amalan yang baik sebagaimana makanan disertai dengan garam.”
Beliau juga berkata, “Dan doa termasuk obat yang paling manjur, ia adalah musuhnya bala, melawannya, melarang turunya dan mengangkat dan meringankannya jika ia turun, dan ia adalah senjatanya orang beriman. Doa berhadapan dengan bala tiga keadaan;
1  Doanya lebih kuat daripada bala maka ia menolaknya.
2 Doanya lebih lemah daripada bala, maka akhirnya bala yang menang, dan mengenani   hamba akan tetapi terkadang meringankannya jika ia lemah.
3  Doa dan bala’ saling berlawanan dan manahan setiap salah satu dari keduanya.”



Jumat, 11 Januari 2013

Mentradisikan Doa untuk Saudara


“Ada empat doa yang tidak tertolak, yaitu doa orang yang berhaji hingga ia kembali, doa orang yang berjihad hingga selesai, doa orang yang sakit hingga sembuh, dan doanya seseorang terhadap saudaranya tanpa sepengetahuannya. Adapun doa yang paling cepat diterima di antara doa-doa tersebut adalah doa seseorang kepada saudaranya tanpa sepengetahuannya.” (Riwayat Ad-Dailami dari Ibnu Abbas).
Pada dasarnya semua doa tidak ada yang tertolak, kecuali doanya orang yang ragu, yang tidak sungguh-sungguh, dan sombong. Allah Subhanahu wa Ta’ala tentu tidak mengabulkan doa mereka karena mereka sendiri tidak percaya, setengah hati, bahkan masih membanggakan diri.
Ada empat alternatif bagi setiap doa. Pertama, doa itu dikabulkan Allah pada saat itu juga. Misalnya, banyak orang sakit yang meminta kesembuhan lalu Allah sembuhkan beberapa saat kemudian.
Kedua, doanya diterima tapi ditangguhkan menunggu saat yang tepat. Boleh jadi seseorang yang berdoa sangat menginginkan agar doanya segera terkabul, tapi menurut Allah justru jika dikabulkan sekarang kurang baik akibatnya. Karena itu, seorang mukmin tetap harus yakin bahwa doanya pasti diterima, adapun mengenai waktunya, serahkan sepenuhnya kepada Allah.
Ketiga, doanya diterima tapi digantikan dengan yang lebih baik. Manusia boleh menyangka bahwa doanya itu sudah benar, baik bagi dirinya, agamanya, maupun untuk lingkungannya. Tapi, yang paling tahu akibatnya adalah Allah. Dialah yang mengetahui yang nyata dan yang gaib, yang paling tahu sekarang dan nanti. Boleh jadi jika doa kita dikabulkan apa adanya justru berakibat buruk bagi kita, berakibat tidak baik bagi agama, dan bagi lingkungan. Terhadap doa seperti ini, Allah sering menggantikannya dengan yang lebih baik.
Keempat, doa tersebut benar-benar ditangguhkan sampai hari akhirat. Sebagai seorang mukmin kita hanya bisa berserah diri kepada Allah dengan berdoa dan berikhtiar, selebihnya Dialah yang menentukan. Jika doa kita tidak dikabulkan di dunia, percayalah bahwa doa itu menjadi investasi kita di akhirat. Justru kita khawatir jika bagian kita diberikan semua di dunia, lalu untuk akhiratnya kita tidak memiliki bekal apa-apa. Na’udzu billah.
Banyak penjelasan dalam Hadits Nabi yang merujuk doa yang mustajabah, sebagaimana dicantumkan di atas. Yang perlu dicatat bahwa di antara empat doa yang mustajabah tersebut ada yang paling cepat diterima, yaitu doanya seorang kepada saudaranya tanpa sepengetahuannya.
Di sekeliling kita banyak saudara kita yang sering menyakiti hati kita, baik melalui sikap maupun pernyataannya. Lalu apa tindakan kita? Membalas dengan mencacinya? Adalah kesempatan bagi kita jika berada dalam situasi seperti itu untuk memaafkan dan mendoakan kebaikannya. Bisa jadi melalui doa kita mereka mendapat hidayah, lalu menjadi berperilaku baik. Bukankah yang demikian itu ladang amal kebaikan bagi kita?
Ada pula teman baik kita yang senantiasa memotivasi, dan membantu setiap kesulitan kita. Mereka juga memerlukan doa-doa kita. Tanpa sepengetahuannya, kita sebut namanya, lalu kita doakan untuk kebaikannya. Bukankah doa seperti ini dikabulkan dan paling cepat diterima Allah?
Banyak pula teman kita yang sedang mengalami kesulitan, mendapatkan musibah dan ujian hidup. Kepada mereka, tanpa sepengetahuannya kita mendoakannya agar dijauhkan dari musibah, dihindarkan dari ujian yang memberatkannya, dan diberi keselamatan, kesehatan, dan kesuksesan dalam hidupnya.
Mari kita jadikan doa untuk saudara kita ini sebagai tradisi dan kebiasaan kita.
(SUARA HIDAYATULLAH)