Kamis, 31 Juli 2014

Menjaga, Menata, lalu Bercahaya


SALMAN Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.
Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda’. ”Subhanallaah.. wal hamdulillaah..”, girang Abud Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

Selasa, 29 Juli 2014

Dua Kendaraan Berjurusan Surga


“Semua orang kan kembali pada Allah setelah matinya. Tapi berbahagiah dia yang telah melangkah menuju Allah sepanjang hidupnya.” [Sayyid Quthb]
HIDUP adalah perjalanan yang digariskan memiliki 2 rasa: manis dan getir, lapang dan sesak, suka dan duka, nikmat dan musibah;  serta  sabar dan syukur.
Tak seorangpun bisa lepas dari 2 rasa itu, pun juga mereka yang dicintaiNya. Makin agung nikmat, besar pula musibahnya.  
Imanpun tak menjamin kita selalu berlimpah dan tertawa. Tapi ia menyediakan lembut elusanNya dalam apapun dera yang menimpa.  

Cara Sederhana untuk Bahagia


BETAPA dekat kebahagiaan bagi mereka yang menetapi do’a ini:
“اَللَّهُمَّ قَنِّعْــنِيْ بِـمَا رَزَقْــــتَــنِيْ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَاخْلُفْ عَلَى كُـلِّ غَائِـبَةٍ لِيْ بِـخَيْرٍ”
“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qana’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rezeqikan kepadaku, dan berikanlah barakah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan yang lebih baik.” (HR Al Hakim)
Mengingat sejenak sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam,
“قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
“Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rezeqi yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawi).

Cinta Bersujud di Mihrab Taat


JULAIBIB, begitu dia biasa dipanggil. Sebutan ini sendiri mungkin sudah menunjukkan ciri jasmani serta kedudukannya di antara manusia; kerdil dan rendahan.
Julaibib. Nama yang tak biasa dan tak lengkap. Nama ini, tentu bukan dia sendiri yang menghendaki. Tidak pula orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan yang mana bundanya. Demikian pula orang-orang, semua tak tahu, atau tak mau tahu tentang nasab Julaibib. Tak dikenal pula, termasuk suku apakah dia. Celakanya, bagi masyarakat Yatsrib, tak bernasab dan tak bersuku adalah cacat kemasyarakatan yang tak terampunkan.

Senyuman Langit


INILAH kota berjuluk sepotong Syam yang jatuh di Hijjaz; ialah Thaif, di tahun kesebelas kenabian.
Sungguh penduduk kota ini sama sekali tak sesejuk cuaca negerinya, bahkan mereka lebih garang dari angin gurun Tihamah.
Inilah Sang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang telah ditolak oleh tiga bersaudara putra ‘Amr Ats Tsaqafi, pemimpin Thaif, tetap berupaya menyampaikan risalahnya.

Sekali Kata Terucap…


SEKALI kata terucap, maka kita harus bertanggung-jawab. Ia bisa menjadi asbab rahmat, bisa pula dekatkan kita pada azab. Ingat sejenak:
“وَ إِنَّ العَبْدَ لَيَتكلَّمُ بالكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ اللهِ لا يُلْقي لَهَا بالاً يَهوى بها فى جَهَنَّمَ”
“Sungguh seseorang mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karenanya dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari).
Maka, berhati-hatilah atas kata yang terucap. Sesungguhnya agama ini telah mengangkat derajat manusia dari kehinaan ilusi diri sendiri atau sugesti yang merendahkan harkat manusia.

Selasa, 22 Juli 2014

Kuat dengan Bersungguh-sungguh


Merenungi hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengingati diri sendiri yang kerap lalai, bercermin dan bertanya, adakah kepatutan bagi diri ini untuk disebut kuat. Sesungguhnya Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ, اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجَزْ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersungguh-sungguhlah dalam (mengerjakan) hal-hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan dari Allah dan janganlah bersikap lemah.” (HR. Muslim).