Sabtu, 15 Juni 2019

HEMAT DALAM KETAATAN


 “Wahai Abdullah, bukankah aku telah diberitahu bahwa engkau selalu puasa siang hari, dan qiyamullail malam harinya?  Aku menjawab : Benar Ya Rasulullah.  Lalu Beliau bersabda : jangan kau lakukan itu terus menerus tapi puasalah dan berbukalah, tahajudlah dan tidurlah karena sesungguhnya jasadmu punya hak atas kamu, kedua matamu juga punya hak atasmu, istrimu punya hak atasmu, dan tetanggamu punya hak atasmu.  Sesungguhnya cukup bagimu puasa sebulan 3 hari (puasa ayyamul biidh) karena setiap kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat, berarti kamu seakan puasa satu tahu”.  Maka Akupun minta ditambah berat amalannya sera berkata : Ya Rasulullah, aku masih memiliki kekuatan untuk itu.  Beliau bersabda : kalau begitu, Puasalah seperti puasanya Nabi Daud as. dan jangan lebih dari itu.  (HR. Bukhari).
Itulah sebuah contoh dialog indah antara Rasulullah saw. dengan seorang sahabat yang ingin menghabiskan kekuatan dan waktunya untuk puasa.  Dalam petikan dialog ini kita bisa menarik beberapa point penting :

1. Betapa hebatnya semangat para sahabat terdahulu untuk menghabiskan waktunya dalam beribadah kepada Allah SWT.  Sungguh berbeda dengan jaman sekarang yang sebagian umatnya sudah terseret ke dalam dunia materialistis dan individualis.
2. Rasulullah saw. melarang berlebih dalam ibadah mahdhah sebab akan berakibat mengesampingkan atau minimal akan menggeser kewajiban lainnya.  Bagaiman dengan berlebihan dalam bidang materia yang menguasai seluruh jiwa manusia.
3. Keharusan untuk melakukan keseimbangan dalam seluruh aspek kehidupan.
Demikianlah Allah menghendaki umat Islam hidup bahagia dunia dan akhirat.  Untuk itu Al Qur’an dan As Sunnah meletakkan berbagai aturan untuk mencapai tujuan itu.  Keseimbangan dalam semua aspek kehidupan merupakan asas kebahagiaan utuh di dunia karena manusia telah diciptakan dalam keseimbangan.  Ia terdiri dari ruh dan jasad, sesuai dengan ukuran yang ditetapkan Allah.  Allah berfirman : “Sesungguhnya Kami menciptakan sesgala sesuatu menurut ukuran”.  (QS. Al Qomar [54] : 49).  Lain daripada itu, kita sebagai  muslim selalu berada di antara dua kutub yang saling menarik yaitu individu dan sosial, dunia dan akhirat, material dan spiritual, dan seterusnya.  Semuanya harus kita padukan secara seimbang.  Ketika seseorang menanyakan sesuatu tentang takdir melalui surat yang dilayangkan kepada Umar bin Abdil Aziz beliau membalas : ….. Aku menasihatimu agar senantiasa bertakwa kepada Allah dan tidak berlebihan dalam melaksanakan perintah-Nya dan selalu mengikuti sunnah Nabi-Nya saw. dan meninggalkan hal bid’ah yang dimunculkan orang-orang terkemudian setelah jelas berlakunya aturan-aturan hukum-Nya …… (Kitab Shohih Muslim).
Berlebihan dalam ketaatan akan menyulitkan diri sendiri.  Bagaimana kita bisa melakukan semua perintah Allah kalau kita tenggelam terus dalam ibadah mahdhah tanpa memperhatikan ibadah ghair mahdhah.  Ibadah bukan hanya sholat dan puasa saja.  Tapi di sana masih banyak lapangan ibadah yang harus kita lakukan sesuai dengan kemampuan dan asas keseimbangan.  Bukankah bekerja dengan baik untuk mencari nafkah itu ibadah.  Bukankah menikah dengan tujuan agar tidak terjerumus dalam perzinahan adalah ibadah.  Bukankah menorong orang kain juga ibadah?  Di sinilah rahasianya mengapa Rasulullah marah ketika diceritakan kepadanya tentang seorang wanita yang amat banyak sholatnya tanpa mengesampingkan ibadah sosial. seraya  berkata, “Hindairilah berlebihan seperti itu.  Kamu haris melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuanmu.  Demi Allah, sesungguhnya Allah SWT tidak akan bosan sampai kamu benar-benar”.  Sesungguhya ketaatan beragama yang disenangi oleh Allah SWT adalah ibadah yang dilakukan secara rutin” (Muttafad  a’allaih).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr ra. ia berkata : Diceritakanlah kepada Rasulullah saw. tentang orang-orang yang sangat rajin beribadah sehingga berlebihan, maka beliau bersabda : “Itulah kobaran semangat islam dan puncaknya.  Setiap kobaran semangat ada puncaknya.  Setiap puncak memiliki kekenduran.  Maka barang siapa yang kekendurannya menuju kepada kesederhanaan dan kesudahan maka sungguh lestari dia, tapi bila kekendurannya menuju kepada maksiat menuju kepada maksiat maka celakalah (Sunan Ibni Majah).
Kesederhanaan dan hemat dalam ketaatan adalah ajaran Islam yang sesungguhnya.  Istilah hemat dalam ketaqwaan itu bukan berarti kita bermalas-malasan dalam ibadah, tapi kita harus menerjuni dunia ibadah seperti akan mati besok dan harus rajin menerjuni urusan dunia seperti akan selamanya hidup didunia.  Bila kita ingin maju memimpin dunia, kita harus seimbang dalam semua aspek kehidupan kita.  Dan kita harus paling berkualitas dalam semua urusan tapi syaratnya tetap harus memperhatikan aspek keseimbangan.  Ketika beribadah kita khusyuk dan berkualitas serta ketika kita bekerja, mengajar, berdakwah, bertani, berdagang, memimpin, dan seterusnya harus dilakukan semuanya dengan kualitas tinggi.  Apalagi di era globaisasi sekarang ini, kita tidak boleh tenggelam terus dalam ibadah mahdhah tanpa mengarungi suatu perjuangan di bidang keduniaan, pendidikan, pertanian, perdagangan, dan seterusnya.
Agama adalah aturan untuk manusia agar bahagia.  Maka agama pun tidak menyulitkan manusia dan tidak memberikan beban di atas kemampuannya, sebagaimana difirmankan Allah : “Sesungguhnya Allah menginginkan kemudahan untuk kamu dan tidak menginginkan kesulitan” (QS Al Baqarah [2] : 185).  Rasulullah pun menegaskan hal ini dengan sabdanya : “Agama adalah mudah maka tidak adalah seorang yang mempersulit agama kecuali ia akan kalah.  Sebab itu sedang-sedanglah kamu dan berdekat-dekatlah dan buka harapanmu dan pergunakan waktu pagi dan sore dan sedikit waktu malam”.  Dalam riwayat lain : “Sedang-sedanglah kamu dan hampirkan dirimu dan gunakan waktu pagi dan sore dan sedikit waktu malam.  Bersenang-senanglah kamu agar bisa sampai (HR. Bukhari).
Wallahu a’alam bish shawab
(Prof. Dr. Achmad Satori Ismail)
Disalin dari : Buletin Jumat AL-BINA, Edisi 9, 4 Maret 2011 M / 29 Robiul Awal 1432 H
https://abuanjeli.wordpress.com/2011/06/07/bina032/
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar