Sabtu, 21 Juli 2018

ANIS MATTA: HOAX


Perbaikan pada cara berpikir dimulai dengan membersihkan pikiran-pikiran kita dari segala bentuk kebodohan (jahl), yaitu mempercayai sesuatu yang tidak kita ketahui.  Atau waham, yaitu setiap informasi yang kandungan kebenarannya di bawah 50%. Atau keraguan (syak) yang kandungan kebenarannya hanya 50%. Atau prasangka (zhan) yang kandungan kebenarannya antara 50% – 100%.
Hal ini disebabkan input yang salah secara otomatis akan mengeluarkan output yang juga salah. Kita akan tetap melakukan sesuatu berdasarkan perintah pikiran kita, walaupun informasi yang membentuk pikiran kita adalah waham.

Kadangkala, misalnya, kita takut terhadap sesuatu karena membayangkan yang seram-seram tentang sesuatu itu, padahal apa yang kita bayangkan sebenarnya tidak ada dalam kenyataan.
Di sisi lain, kita mungkin marah pada seseorang, semata-mata karena mendapatkan informasi yang buruk tentang orang tersebut, katakanlah melalui gosip, yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Sesungguhnya prasangka itu sama sekali tidak berguna di depan kebenaran.” (QS Yunus, 10: 36)
Itulah sebabnya agama melarang kita untuk percaya pada takhayul, khurafat, gosip, fitnah, dan lainnya. Sebab, itu semua tidak mempunyai dasar kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kita harus membiasakan diri untuk mengetahui sesuatu sebagaimana ia adanya, secara akurat dan objektif, dan terbukti bahwa kandungan kebenarannya 100%. Sebab, itulah yang disebut ilmu.
Maka, berpengetahuan berarti bertindak atas dasar kebenaran ilmiah, bertindak dengan bimbingan ilmu pengetahuan, dan berbicara dengan muatan ilmiah.
Tidak ada sesuatu yang dapat dilakukan secara benar, kecuali jika kita mempunyai pengetahuan yang benar tentang sesuatu tersebut.
(Anis Matta, Delapan Mata Air Kecemerlangan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar