Kamis, 28 Agustus 2014

Setahun Bagai Sebulan



Tak terasa ya, sudah tahun baru lagi.” Pernahkah Anda berkomentar demikian, atau paling tidak mendengar orang lain mengucapkannya? Mungkinkah hanya perasaan Anda saja?
Ternyata tidak! Setiap orang merasakan bahwa memang waktu semakin cepat berlalu.  Penelitian tentang hal ini mungkin terlau banyak diungkap.  Namun, Republika pernah sedikit mengulas tentang bukti ilmiah dari cendekiawan Harun Yahya, bahwa telah terjadi peningkatan Resonansi Schumann.  Yang awalnya diukur pada skala 7,8 hertz tahun 1950, di tahun 1980 telah terukur di atas 11 hertz.

Resonansi yang terletak di antara permukaan bumi dan ionosfer konduktif ini begitu penting, untuk menjaga bumi dan semua bentuk kehidupan di bawah efeknya, dan sangat mempengaruhi percepatan waktu di bumi.
Belum ada penelitian yang bisa menjelaskan mengapa frekuensi dalam Resonansi Schumann mengalami kenaikan.  Namun, sejak abad 14 tahun lalu Rasulullah telah mengabarkan akan terjadi percepatan waktu sebagai salah satu tanda datangnya hari kiamat.
“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga waktu saling mendekat, maka jadilah setahun bagaikan sebulan, sebulan bagaikan sepekan, sepekan bagai hari jumat (seperti sehari), sehari bagaikan sejam, dan sejam bagaikan seperti terbakarnya pelepah pohon kurma (cepat sekali),” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
Jangan heran jika rasanya baru mengenyam 2013, tahu-tahu sudah berganti 2014.  Baru juga pulang kantor, tahu-tahu sudah harus berangkat lagi.  Dan sejatinya, tahun-tahun mendatang akan lebih cepat lagi berlalu.
Pantaskah jika pergantian tahun kita bersuka ria dengan hura-hura kembang api? Tahun baru hanya dijadikan momentum berganti gadget baru? Padahal belum tentu ada kualitas yang makin terasah dalam diri kita menyambut tantangan tahun mendatang.  Apalagi mempersiapkan hari kiamat? Orang betawi bilang,”pede bener!”
Masih ingat kisah tukang kayu yang mengeluh ke majikannya akan sedikitnya pohon yang bisa ditebangnya dari hari ke hari? Majikan si tukang kayu Cuma bertanya”memangnya, kapan terakhir kali kau mengasah kapakmu?” Si penenebang kayu menjawab binggung, “mengasah? Saya tak punya cukup waktu untuk mengasah kapak, pak.  Saya sangat sibuk menebang pohon.”
Kita mengakui waktu cepat berlalu.  Rasanya waktu 24 jam tak cukup untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan yang ada.  Akibatnya, kita sering lupa untuk me-recharge diri, karena sibuk dan sibuk.  Tahu-tahu umur bertambah tua, kesehatan menurun, ibadah tak terlalu banyak, otak makin tumpul.
Betul, tahu-tahu sudah tahun baru lagi.   Tapi karena cepatnya pergantian tahun adalah peringatan bahwa huru-hara kiamat makin dekat, maka senjata kita harus makin tajam untuk menghadapinya.  Sediakan waktu untuk ‘mengasahnya’.  Bukan malah dibakar dengan suka ria kembang api atau begadang keliling kota sampai pagi.  (Meutia Gemala/Majalah Ummi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar