Rabu, 04 Desember 2013

PENGURUSAN HUTAN DI MASA YANG AKAN DATANG





      A.     Permasalahan  dalam Pengurusan Hutan
Dari berbagai isu-isu penting dalam pengurusan hutan di Indonesia, pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok permasalahan, yaitu:
     1.      Kelompok permasalahan yang bersifat mendasar dan berhubungan dengan peraturan perundangan serta sistem pengurusan hutan yang seyogyanya dikembangkan di Indonesia.
   2.      Kelompok permasalahan yang lebih bersifat kasuistik (kasus-kasus) yang keberadaannya sangat berhubungan dengan dimensi tempat dan waktu.  Kelompok permasalahan ini dalam penyelesaiannya berhubungan dengan prioritas penanganan dalam rangka  pengurusan hutan di Indonesia.
Termasuk ke dalam kelompok permasalahan pertama adalah beberapa permasalahan mendasar sebagai berikut:

a.       Adanya rasa ketidakadilan dikalangan masyarakat, baik yang berkenaan dengan distribusi (penyebaran) manfaat yang diperoleh dari sumberdaya hutan maupun dalam hal hak dan kewenangan untuk terlibat secara lansgung, sebagai pelaku, dalam pengelolaan hutan.
b.      Pendekatan pengurusan hutan yang terlalu tertumpu pada manfaat ekonomis sumberdaya hutan yang bersifat sempit dan sesaat, sebagai akibat dari kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang terlalu tertumpu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
c.       Pendekatan pengurusan hutan yang bersifat parsial, tidak menyeluruh, sebagai akibat langsung dari kekeliruan pendekatan yang terlalu tertumpu pada manfaat ekonomis sumberdaya hutan yang bersifat sempit (butir b)
d.      Sistem pengurusan hutan yang bersifat terpusat (centalistic), baik dalam pembuatan kebijakan, dari hal yang bersifat umum sampai operasional; maupun dalam praktek kegiatan pengurusan hutan secara keseluruhan.
e.       Praktek pengurusan hutan, terutama dalam proses pembuatan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah, yang cenderung tertutup (tidak transparan); tanpa melalui proses yang bersifat partisipatif dari berbagai pihak yang berkepentingan.  Akibatnya, kebijakan yang diambil cenderung kurang akomodatif (dapat menyesuaikan) terhadap berbagai permasalahan dan harapan yang berkembang dalam masyarakat.
Berbagai permasalahan yang bersifat mendasar inilah yang kemudian menyebabkan mencuatnya permasalahan-permsalahan dari kelompok kedua, yaitu:
a.       Kepedulian dan rasa memiliki masyarakat terhadap hutan dan berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka pengurusan hutan sangat rendah.
b.      Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap praktek pengusahaan hutan yang dilaksanakan oleh swasta (HPH) dan penyelengaraan berbagai proyek bidang kehutanan dalam rangka pengurusan hutan tidak efektif.
c.       Terjadinya berbagai praktek penyimpangan dalam pengurusan hutan di Indonesia yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan hutan.  Beberapa bentuk penyimpangan ini, antara lain:
1.      Praktek pengelolaan hutan pada areal HPH tidak sejalan dengan syarat-syarat pengelolaan hutan yang benar.
2.      Merebaknya penebangan liar
3.      Berdirinya industri kehutanan, terutama industri perkayuan, secara tidak rasional, baik yang bersifat resmi (legal) maupun tidak resmi (illegal)
4.      Kebakaran hutan yang tidak terkendali
5.      Konversi lahan hutan alam secara sembarangan tanpa diikuti dengan upaya-upaya konservasi yang memadai.
Keseluruhan permasalahan tersebut di atas secara bersama-sama telah mengakibatkan kerusakan hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman, di Indonesia.  Kerusakan ini terjadi, baik pada hutan produksi maupun hutan lindung dan hutan konservasi.

B.     Upaya Pembenahan Sistem Pengurusan Hutan, Prinsip Pengelolaan Hutan, dan Pembenahan Hutan.
Sistem kepemilikan Lahan Hutan
Pengaturan sistem kepemilikan lahan hutan pada saat ini berstatus sebagai hutan negara perlu disempurnakan melalui proses yang transparan dan akomodatif terhadap kepentingan rakyat dan kelestarian hutan dengan mempertimbangkan aspek-aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan negara dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia.  Untuk itu diperlukan pembahasan yang berlandaskan kepada pengetahuan dan pemahaman konsepsi ilmiah sangat kuat serta kearifan yang tinggi, dengan melibatkan seluruh komponen yang berkepentingan dan memiliki kompetensi tinggi dalam bidang ini.
Desentralisasi dalam Pengurusan Hutan
Pada dasarnya, desentralisasi dalam pengurusan hutan mutlak diperlukan untuk dapat mencapai pengelolaan hutan secara lestari dan distribusi manfaatnya secara berkeadilan kepada seluruh rakyat Indonesia.  Tetapi, desentralisasi dalam pengurusan hutan tidak cukup hanya berlandaskan kepada pertimbangan dan kepentingan politik semata.  Jika hanya berlandaskan kepda pertimbangan ini, maka yang akan terjadi hanyalah perdebatan dan yang tidak kunjung selesai mengenai letak kewenangan dalam pengurusan hutan, apakah tetap berada pada pemerintah pusat atau propinsi, atau kabupaten.
Mekanisme dalam Pengurusan Hutan.
Keseluruhan kegiatan pengurusan hutan, mencakup: perumusan kebijakan, pelaksanaan pengurusan hutan, serta proses monitoring dan pengawasannya.  Untuk itu, sangat diperlukan adanya ketegasan aturan mengenai:
1.      Peran, kewenangan, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak (pemerintah, pelaku usaha, masyarakat) dalam keseluruhan kegiatan pengurusan hutan.
2.      Mekanisme konsultasi publik seyogyanya dikembangkan dalam rangka merumuskan berbagai kebijakan pengurusan hutan.
3.      Sistem dan pola-pola yang seyogyanya dikembangkan dalam pelaksanaan pengurusan hutan, baik melalui proses kemitraan atau dalam bentuk kerjasama diantara pihak-pihak tersebut.
4.      Sistem dan mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan pengurusan hutan dengan melibatkan masyarakat.
Prinsip Pengelolaan Hutan
Mulai saat ini dan selanjutnya, pengurusan hutan di Indoenesia harus berlandaskan kepada prinsip pengelolaan hutan secara lestari, atau PHL (Sustainable forest Management, SFM). Untuk kerpeluan ini, maka diperlukan kriteria mengenai PHL, baik untuk pengurusan hutan pada tingkat nasional maupun pengelolaan hutan pada tingkat kesatuan pengelolaan hutan.
Kriteria PHL yang dibuat dalam setiap negara, selain harus berlandaskan kepada nilai-nilai universal yang dihasilkan dari berbagai konvensi internasional, seyogyanya disesuaikan pula dengan keadaan khusus biofisik hutan, serta keadaan ekonomi, dan sosial budaya masyarakatnya.  Tentu saja kriteria ini dalam jangka panjang akan bersifat dinamis, sehingga memerlukan penyempurnaan dari waktu kewaktu.  Akan tetapi kriteria yang telah ada seyogyanya diterapkan secara konsisten.
Pada saat ini Indonesia telah memiliki kriteria PHL untuk pengelolaan hutan produksi alam pada tingkat kesatuan pengelolaan hutan yang disusun dengan mengacu kepada (LEI, 2000):
1.      ITTO Criteria and Indicators for Sustainable Management of Natural Tropical Forest.
2.      The international organization for Stnadardization (ISO) Standard 14.000 Series.
3.      The principles and criteria for forest management of forest stewardship council (FSC).
Standar pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) dan pedoman pelaksanaan sertifikasi PHPL untuk Indonesia telah ditetapkan oleh Badan Standariasi Nasional (BSN) pada tahun 1998, terdiri dari dokumen-dokumen:
1.      SNI (standar nasional Indonesia) 19-5000-1998: kerangka sistem pengelolaan hutan produksi lestari
2.      SNI 19-5000-1-1998: sistem pengelolaan hutan alam produksi lestari
3.      SNI 19-5005-1998: istilah dan pengertian yang berhubungan dengan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari
4.      Pedoman BSN 99:  sistem sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari
Pembenahan Hutan
Upaya pembenahan hutan tidaklah mungkin dilakuan secara mandiri, terlepas dari upaya-upaya kegiatan lain yang berhubungan dan memerlukan hasil, manfaat dan jasa hutan, serta lahan hutan.  Upaya-upaya secara langsung yang dilakukan dalam pembenahan hutan.
1.      Pembenahan hutan alam, dilakukan melalui penghutanan kembali (regenerasi), pembinaan, pemanfaatan terbatas, dan konservasi alam dengan tujuan utama untuk mengembalikan keadaan hutan kepada keadaaan semula atau menedekatinya.  Pada hutan produksi, jika kandungan potensi kayunya tidak memenuhi syarat-syarat untuk tujuan menghasilkan kayu secara lestari, maka dari hutan ini tidak harus dituntut untuk menghasilkan kayu secara lestari.  Dari hutan ini boleh diambil kayunya dari hasil pemeliharaan yang diperlukan dalam rangka mengembalikan tegakan hutan kepada keadaan asalnya.
2.      Pembangunan hutan tanaman pada lahan bekas hutan alam yang kosong (terbuka), atau keadaan tegakan hutannya sudah sangat rusak, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembalikan kepada keadaan asal hutan tersebut
3.      Penghutanan kembali dan pemeliharaan tegakan hutan pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi, baik pada lahan hutan yang berhutan dengan tegakan hutan yang rusak maupun pada lahan hutan terbuka atau kosong.  Tujuannya adalah untuk mengembalikan lahan hutan ini menjadi berhutan kembali dengan kualitas tegakan yang sesuai dengan fungsi utamanya.
4.      Pengembangan proses pengolahan hasil hutan, kayu dan bukan kayu, yang mengarah kepada bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan yang efisien dan ramah lingkungan.
5.      Rehabilitasi hutan, terutama yang dilakukan melalui pembangunan hutan tanaman, dapat ditempuh melalui pola pengelolaan hutan dalam rangka program Clean Development Mechanism (CDM) sebagaimana diatur dalam protokol kyoto.  Hanya saja, untuk mengikuti program ini Indonesia masih memerlukan berbagai upaya persiapan, baik yang bersifat teknis dan metodologi, maupun untuk meningkatkan pemahaman terhadap berbagai konvensi internasional yang berhubungan dengan program ini.
6.      Kegiatan konservasi sumberdaya hutan dapat dilakukan melalui pola Debt for Nature sawps (DNS), dalam rangka mengurangi utang-utang pemerintah Indonesia kepada negara-negara kreditor.  Untuk keperluan ini diperlukan kemahiran dan upaya negosiasi dan melobi dengan kuat kepada negara-negara kreditor.
(sumber: Endang Suhendang. 2002)

Tugas Individu
Buat makalah sesuai dengan artikel tersebut, makalah maksimal 5 lembar. Makalah dikirim ke email mallo.junior27@gmail.com paling lambat 2 hari sebelum final test PIK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar