Minggu, 03 Februari 2013

Berbagilah Maka Akan Berbahagia

         Suatu ketika Ibnu Mubarak hendak menjalankan ibadah haji. Semua perbekalan telah lama ia kumpulkan sampai benar-benar siap berangkat.
         Belum lama beranjak dari kampungnya, ia menyaksikan sesuatu yang menarik perhatian. Seorang wanita renta sedang mengais-ngais di tempat sampah, mengambil sesuatu, lalu memasaknya.
Ketika ditanya apa yang ia masak, wanita tersebut menjawab, “Ini haram bagimu, tapi halal bagiku.”
Setelah diselidiki, makanan tersebut ternyata bangkai seekor ayam. Ia terpaksa memasaknya karena keadaan darurat. Ia sudah tiga hari tidak makan.  Melihat keadaan tersebut, Ibnu Mubarak langsung menggagalkan niat berangkat ke Makkah. Ia serahkan seluruh perbekalannya kepada sang nenek.
        Beberapa waktu setelah kejadian itu, suatu malam, Ibnu Mubarak dikejutkan oleh datangnya mimpi, seseorang datang dan berkata, “Hajjan mabruran, wa sa’yan masykuran, wa dzanban maghfuran (hajimu mabrur, sa’imu diterima, dan dosamu diampuni).”
Muslim Hakiki
        Muslim yang hakiki, hatinya akan gelisah saat menyaksikan orang lain susah. Ia tidak akan tenang jika mendiamkannya. Tangannya “gatal” untuk segera memberi pertolongan.  Muslim yang baik tak mungkin bersikap egois, hanya mementingkan dirinya sendiri. Jika dia mendapatkan kebahagiaan, ia ingin membaginya. Ia tidak ingin senang sendiri. Ia bahagia ketika orang lain bahagia. Ia senang ketika orang lain senang. Demikian juga sebaliknya.
        Ibnu Abbas adalah sosok Sahabat yang mewakili hal tersebut. Suatu ketika ia berkata, “Ada tiga karakteristik dari diriku. Pertama, setiap kali hujan mengguyur bumi, aku pasti memuji Allah dan aku merasa senang karenanya, meskipun aku tidak punya hewan ternak yang kehausan. Kedua, setiap kali aku mendengar ada seorang hakim yang adil, aku pasti mendoakan kebaikan untuknya sekalipun aku tidak punya perkara yang akan diputuskannya. Ketiga, setiap kali aku memahami maksud satu ayat dalam al-Qur`an, aku selalu ingin orang lain juga memahaminya sebagaimana aku memahaminya.”
        Itulah sebabnya Rasulullah SAW memotivasi kita dengan ucapan, ”Pertolonganmu terhadap orang lemah adalah sedekah yang paling afdhal,” (Riwayat Ibnu Abid-Dunya).
        Tentu saja Rasulullah SAW bukan sekadar bersabda. Dalam kesehariannya beliau adalah sosok pemimpin yang sangat peka dan peduli.
         Suatu hari Rasulullah SAW melihat seorang pemuda yang murung dan tak bergairah. Beliau segera menyapanya dengan lembut, “Apa gerangan yang menjadikanmu murung, langkahmu lunglai, dan semangat hidupmu sirna, wahai pemuda?”  Setelah mendapat jawaban dari pemuda tersebut, beliau pun mengajarkan sebuah doa yang jika diamalkan akan menyelesaikan banyak masalah.
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah, dan malas, bakhil dan penakut, terlilit hutang dan kesewenang-wenangan orang.” (Riwayat Bukhari 7/158).
Banyak orang yang datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan putus asa. Setelah bertemu dengan beliau, tak lama kemudian wajah mereka berubah menjadi optimis. Tadinya duka menjadi suka, murung menjadi ceria.
         Semua orang yang datang kepada beliau selalu dilayani, dihormati, dan diberi perhatian yang baik. Tak segan-segan beliau menawarkan solusi, motivasi, harapan, dan pemecahan masalah yang kongkrit, sederhana, dan bisa dikerjakan.
         Pada kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda, ”Siapa yang menyelamatkan orang dari kesusahan, maka Allah akan menyelamatkannya dari kesusahan pada hari kiamat,” (Riwayat Ahmad).
Ketika seorang wanita datang dan minta diceraikan dari suaminya, Rasulullah SAW memanggil sang suami. Setelah melihat sang suami, beliau menasehatinya agar mandi, menggosok gigi, memakai pakaian yang rapi, menyisir rambut, dan tak lupa memakai parfum.   Beliau melihat pokok masalahnya ada pada sang suami yang berpenampilan kusam, jorok, dan tak menggairahkan. Setelah suaminya berganti penampilan, sang istri pun mengurungkan niatnya untuk minta cerai.
Pengusir Duka dan Masalah
         Berbuat baik dan menebar kebajikan kepada orang lain merupakan hal penting dalam mengusir kedukaan dan melenyapkan kesedihan. Pengaruh positif dari perbuatan baik dan usaha menebarkan kebaikan itu tidak saja berdampak kepada orang lain, tetapi akan kembali kepada pelakunya.
Pengaruh yang paling nyata adalah lenyapnya kesedihan dan kedukaan. Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits bersabda, ”Berbuat baik akan menghindarkan seseorang dari keburukan dan kehancuran yang membinasakan. Orang yang selalu berbuat baik di dunia adalah orang yang baik di akhirat.” (Riwayat Hakim)
         Kalau berbuat baik kepada manusia merupakan keutamaan, lalu bagaimana jika berbuat baik kepada sesama Muslim?   Persaudaraan sesama Muslim dalam satu akidah merupakan ikatan persaudaraan yang lebih kuat dibanding ikatan darah, apalagi ikatan kepentingan. Persaudaraan ini akan menumbuhkan cinta, kasih sayang, saling menolong, saling memberi, dan saling menolak kejahatan.
         Dalam sebuah Hadits, Rasulullah SAW berkata ”Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (sesama Muslim),” (Riwayat Ahmad).
Jika kita dapati ada seorang Muslim kelaparan, kewajiban kita memberi makanan dan mendermakan sebagian dari harta yang kita miliki.  Jika kita mendapati saudara kita terkena PHK, kita wajib memberinya pekerjaan, minimal ikut serta mencarikan dan membantunya mendapatkan pekerjaan baru.  Demikian juga ketika kita mendapati saudara sesama Muslim dizalimi, tugas kita menghilangkan kezaliman tersebut dengan berbagai cara. Setidak-tidaknya kita ikut menghiburnya, memberi harapan, memotivasi, dan menasehatkan kesabaran kepadanya. Membiarkan saudara sesama Muslim dizalimi merupakan pengingkaran terhadap nilai persaudaraan dan keimanan.
        Hal yang sama, ketika kita mendapati saudara sesama Muslim yang sakit, maka kewajiban kita untuk membawanya ke dokter, merawat, dan mengobatinya, atau setidaknya menjenguk dan mendoakannya.
Intinya, setiap kita mendapati saudara sesama Muslim tertimpa musibah, adalah kewajiban kita untuk menghilangkan musibah itu, minimal meringankan penderitaannya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kedukaan seorang Muslim, maka Allah akan menghilangkan kedukaan dari kedukaan-kedukaan di hari kiamat darinya.” (Riwayat Bukhari)
Berbagilah, Berbahagialah!
        Lahan beramal shaleh kini terhampar di depan kita. Alangkah banyaknya saudara kita yang bermasalah, mulai dari masalah pribadi, keluarga, hingga masalah sosial kemasyarakatan. Dari masalah ekonomi hingga masalah negara. Semua menjadi lahan kita untuk ikut serta memecahkannya.
        Akhirnya, kita akan menjadi kuat bukan karena kita tidak pernah menghadapi masalah. Justru sebaliknya, kita akan menjadi kuat jika kita sering menolong orang lain mengatasi masalahnya.
Dengan cara itu, kita akan banyak mendapatkan teman dan saudara, dan mereka akan menjadi aset yang sangat berharga.
        Rasulullah SAW bersabda, ”Seorang menjadi kuat karena banyak kawannya,” (Riwayat Ibnu Abid-Dunya).
Kesimpulannya, segala kebaikan akan berdampak positif kepada diri kita sendiri. Berbuat baik kepada orang lain, sama halnya dengan berbuat baik kepada diri sendiri. Menolong orang lain sama dengan menolong diri sendiri. Membantu orang lain menyelesaikan masalah sama halnya dengan menyelesaikan masalah kita sendiri.
        Karena itu, jika mau ditolong maka tolonglah orang lain. Jika ingin berada dalam kebaikan maka berbuat baiklah kepada orang lain. Jika ingin bebas dari masalah maka bantulah orang lain membebaskan diri dari masalah.
        Rasulullah SAW bersabda, ”Siapa yang mempermudah urusan orang lain, maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat. (Riwayat Muslim) SUARA HIDAYATULLAH DESEMBER 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar