Jumat, 03 Januari 2020

BURUNG-BURUNG PEMUKIMAN KOTA BANDUNG: KAJIAN BIOGEOGRAFI PULAU

Jika kita berkunjung ke Kota Bandung dan sekitarnya kita masih dapat menikmati aktivitas berbagai jenis burung di taman-taman kota, atau areal lain berpohon cukup luas. Misalnya di halaman kantor atau rumah cukup luas, vegetasi pemukiman pinggiran kota atau areal berair terpencil.
Selama tinggal di Kota Bandung dengan jangka waktu cukup lama, saya telah melakukan kunjungan rutin ke beberapa tempat di kota ini dan sekitarnya, dan telah menjumpai 49 jenis burung.  Sebenarnya catatan ini belum menggambarkan keseluruhan jumlah jenis burung di Kota Bandung dan sekitarnya, karena masih banyak jenis yang pernah tercatat tidak saya jumpai, mungkin karena sudah punah, atau merupakan jenis yang jarang.
Legenda perburungan Indonesia Bapak Johan Iskandar telah intens melakukan pengamatan burung di Kota Bandung dan sekitarnya, jauh sebelum saya melakukan pengamatan saat ini. Kemudian dilanjutkan teman-teman dari Yayasan Pribumi Alam Lestari (YPAL), Bicons, dan beberapa kelompok pengamat burung lain di kota ini.

Dalam pembahasan ini, saya hanya membatasi ruang lingkup pada jenis-jenis burung dijumpai di pemukiman, yang terpengaruh oleh ramai aktifitas manusia dan kendaraan. Tidak termasuk jenis-jenis pada vegetasi luas, diluar pengaruh faktor tersebut, seperti di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, rawa, persawahan, vegetasi berpohon dan semak luas di sekitar Kota Bandung. Wilayahnya meliputi areal pemukiman tidak dibatasi administrasi Kota Bandung, juga meliputi daerah diluar kota Bandung seperti Sumedang dan Cimahi.   Ada lokasi yang secara administrasi masuk wilayah Kota Bandung dan sekitarnya, tetapi jika menunjukkan areal tidak terpengaruh secara langsung ramai aktivitas manusia dan kendaraan tidak dimasukan.
Menurut Whittaker et al. (2013) dalam biogeografi Pulau, pulau dapat dibagi dua, yaitu:
- Pulau sebenarnya, yaitu daratan yang seluruhnya dikeliling air
- Pulau habitat, bentuk lain dari habitat pulau, yaitu habitat patch (blog) berlainan dikelilingi oleh habitat sangat kontras. Tipe habitat pulau ini terdapat di daratan.
Pada beberapa tempat di Kota Bandung dan sekitarnya telah terbentuk pulau habitat berupa pacth-patch, akibat padatnya pemukiman penduduk dan kendaraan sehingga mengisolasi vegetasi suatu areal dari vegetasi yang lebih luas disekitarnya. Isolasi ini menyebabkan beberapa jenis burung juga terisolasi dari populasi disekitarnya. Terjadinya fenomena ini merupakan peristiwa Biogeografi Pulau.  Hal ini merupakan suatu kajian yang cukup menarik.
Untuk memudahkan pembahasan, saya membagi jenis-jenis burung di Kota Bandung dan sekitarnya menjadi dua kelompok, yaitu: Pertama burung pemukiman pusat kota; Kedua burung pemukiman pinggiran kota.
Burung pemukiman pusat kota
Burung dikategorikan pemukiman pusat kota dijumpai pada taman-taman kota di pusat kota, seperti Taman Maluku, Taman Pramuka, Taman Lansia, halaman Balai Kota Bandung, Taman Tegallega, Taman Cilaki, Taman Ganesha, Taman Kandaga dan beberapa taman lain, dan juga vegetasi pepohonan atau areal lain di halaman rumah dan kantor yang cukup luas. Areal-areal tersebut telah terisolasi dari vegetasi lebih luas di sekitat Kota Bandung, sehingga  jenis-jenis  burung yang terdapat di areal tersebut tidak dapat melakukan aktifitas pada areal atau vegetasi luas tersebut, atau jika dapat melewatinya, aksesnya sangat sulit, sehingga jenis-jenis tersebut sudah hidup terisolasi pada vegetasi terbentuk di pusat kota.
Di areal ini dijumpa 39  jenis, terdiri dari 35 hidup alami, 11 migran dari utara khatulistiwa saat musim dingin, dan empat peliharaan terlepas.   Untuk kebutuhan pengkajian, burung-burung di kawasan ini dibagi empat kategori, yaitu:
Pertama, melakukan aktifitas sepenuhnya di pepohonan dan semak
Kedua, melakukan aktifitas di pepohonan dan areal terbuka.
Ketiga, melakukan aktifitas di pepohonan dan areal berair.
Keempat, melakukan aktifitas di angkasa.
Kawasan ini didominasi jenis melakukan aktifitasnya sepenuhnya pada vegetasi pohon termasuk vegetasi semak. Tercatat ada 25 jenis. Melakukan aktifitas dengan memanfaatkan berbagai strata secara vertikal vegetasi pepohonan. Pada strata tajuk atas dan tajuk bawah dijumpai Tyto alba, Otus lempiji, Pernis ptilorhynchus, Accipiter soloensis, Accipiter gularis, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos analis, Falco peregrinus, Psittacula alexandri, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus goiavier, Agropsar sturninus, Agropsar philippensis. Tiga jenis pengunjung dari utara khatulistiwa; Pernis ptilorhynchus, Accipiter soloensis, Accipiter gularis, sering hanya melintasi pemukiman pusat kota, tetapi tidak menutup kemungkinan juga memanfaatkan vegetasi pepohonan agak luas untuk bertengger, berburu bahkan bermalam. Raptor lainnya, Falco peregrinus, juga saya jumpai satu kali terbang lalu bertengger pada puncak pohon tinggi di Taman Maluku.  Keempat jenis ini merupakan pengunjung ke pemukiman pusat kota.  Psittacula alexandri merupakan satu-satunya jenis penghuni asli strata tajuk atas. Jenis ini sangat jarang melakukan aktifitas strata lebih ke bawah. Sedangkan Tyto alba, Otus lempiji, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos analis, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus goiavier, Agropsar sturninus, Agropsar philippensis, selain memanfaatkan relung di strata tajuk atas dan tajuk bawah, bahkan kadang juga terlihat di strata semak.  Bahkan juga Tyto alba dalam kondisi tertentu harus menerkam tikus di atas permukaan tanah.
Diantara burung-burung penghuni vegetasi pohon, ada 12 jenis lainnya dijumpai hanya pada strata tajuk bawah, yaitu Cacomantis merulinus, Cacomantis variolosus, Gerygone sulphurea, Lanius tigrinus, Prinia familiaris, Orthotomus ruficeps, Pycnonotus dispar, Zosterops palpebrosus, Sitta azurea, Ficedula zanthopygia, Dicaeum trochileum dan Cinnyris jugularis. Tetapi diantaranya juga melakukan aftifitas di strata semak terutama Lanius tigrinus, Zosterops palpebrosus, Dicaeum trochileum dan Cinnyris jugularis.
Kategori kedua berjumlah tujuh  jenis, yaitu Spilopelia chinensis, Geopelia striata, Pastor roseus, Acridotheres javanicus, Lonchura punctulata, Lonchura leucogastra dan Passer montanus.  Jenis-jenis ini sangat membutuhkan vegetasi pohon atau semak dan areal terbuka. Umumnya pepohonan atau semak digunakan sebagai tempat bersarang dan berlindung, sementara areal terbuka menjadi tempat mencari makan.
Kategori ketiga hanya satu jenis, yaitu Halcyon cyanoventris.  Endemik Jawa umum dijumpai pad areal berair sekitar pemukiman agak terpencil pemukiman pusat kota.  Jenis ini sangat mengagumkan, karena mampu beradaptasi terhadap hampir semua vegetasi berair atau dekat air di dataran rendah Jawa, termasuk di areal pusat pemukiman.  Saya beberapa kali mengamati bertengger di tepi kolam Taman Maluku ramai dikunjungi manusia.  Tetapi jenis ini berakifitas saat pengunjung tidak melakukan aktifitas di sekitar kolam.
Mungkin kemampuan adaptasi dan tingginya populasi jenis ini menyebabkan sehingga Todirhamphus chloris tidak melimpah populasinya di dataran rendah Jawa, dibandingkan tempat lain di luar Jawa.  Karena jenis ini sangat kompetitif dalam memperebutkan sumberdaya. Dua jenis rajaudang yang dijumpai di kawasan pemukiman pinggiran kota; Alcedo meninting dan Alcedo coerulescens tidak dijumpai di pemukiman pusat kota.  Padahal di kawasan tersebut terdapat areal berair yang memungkinkan menjadi habitatnya. Hal ini menunjukkan faktor ramainya aktifitas manusia dan kendaraan menyebabkan jenis tersebut tidak memilih hidup di pemukiman pusat kota.  Jenis-jenis tersebut juga hidup ditengah aktifitas manusia dan kendaraan pada pemukiman pinggiran kota, tetapi tingkat keramaiannya sedikit dibanding di pemukiman pusat kota.
Kategori keempat berjumlah empat jenis, yaitu Collocalia linchi, Aerodramus fuciphagus, Apus pacificus dan Hirundo rustica.  Dua jenis disebut terakhir pengunjung dari utara khatulistiwa saat musim dingin. Keempatnya juga memanfaatkan vegetasi pepohonan, semak, areal terbuka berair mencari serangga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung sangat ditentukan oleh keanekaragaman habitat yang disukai. Menurut MacArthur, et al. (2001)…..seperti keanekaragaman habitat, yang pada gilirannya mengendalikan keragaman jenis.  Watson dalam MacArthur et al. (2001) dalam penelitiannya di Kepulauan Aegean, dengan memisahkan ukuran keragaman habitat pulau di kepulauan tersebut, menemukan bahwa hal itu menyumbang variasi terbesar dalam jumlah jenis burung  penetap….
Fenomena tersebut juga dijumpai Mayr et al, (2001) pada pola penyebaran burung-burung di Kepulauan Melanesia Utara. Di Kepulauan ini ia menemukan bahwa…jenis Pulau Solomon sebagian besar (71%) gagal untuk menjangkau kepulauan di timur karena arealnya lebih kecil dan keragaman habitat yang lebih rendah….., dan ….
……. Sebagian besar jenis absen dari New Britain atau New Ireland di Pulau Umboi atau Pulau New Hanover, sehingga dapat segera dipahami dalam hal satu atau beberapa faktor: jenis dirugikan oleh terbatasnya ketersediaan habitat.
Dari padangan tersebut dapat diketahui bahwa factor utama yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung di pemukiman pusat kota adalah tersedianya habitat. Di kawasan ini hanya tersedia tiga tipe habitat, yaitu vegetasi pepohonan, areal berair dan areal terbuka. Jika habitat burung variasinya lebih banyak tersedia, maka jenisnya akan meningkat.
Selain faktor tersebut yang juga berpengaruh adalah gangguan dari manusia. Beberapa jenis yang mempunyai habitat di kawasan ini tetapi tidak dijumpai seperti Alcedo meninting, Alcedo coerulescens, Falco moluccensis, Artamus leucorhynchus, Cecropis daurica.  Padahal jenis-jenis tersebut terdapat di pemukiman pinggiran kota. Selain itu ada beberapa jenis yang populasinya sedikit di kawasan ini, tetapi cukup banyak di pemukiman pinggiran kota, yaitu: Falco peregrinus, Lonchura punctulata, Lonchura leucogastra dan hal ini dapat menggambarkan jenis-jenis tersebut tidak terdapat atau populasinya sedikit di pemukiman pusat kota juga karena faktor ramainya aktifitas manusia dan kendaraan.  Sedangkan jenis terikat dengan areal berair hanya dijumpai satu jenis, karena memang sangat sedikit terdapat areal berair di kawasan tersebut.
Habitat-habitat burung di pemukiman pusat kota hampir seluruhnya terisolasi dari hutan disekitar kota Bandung, karena dibatasi oleh pemukiman, bangunan-bangunan lain serta jalan raya. Hal ini menyebabkan sebagian besar jenis ini tidak dapat berinteraksi pada populasi di sekitar Kota Bandung, kecuali sedikit longgar populasi tersebut dapat berinteraksi dengan populasi di pemukiman pinggiran kita. Tetapi walaupun demikian, jenis pengunjung dari utara khatulistiwa sudah pasti dapat melakukan interaksi keluar dari kawasan pemukiman pusat kota. Mungkin juga Collocalia linchi, Aerodramus fuciphagus dan Tyto alba melakukan interaksi dengan populasi di areal luas sekitar kota Bandung karena wilayah jelajahnya yang lebih luas dibanding jenis-jenis lain. Populasi-populasi di pemukiman pusat kota melakukan aktifitasnya pada patch-patch (blok-blok) vegetasi saling terpencar.
Burung pemukiman pinggiran kota
Burung dikategorikan pemukiman pinggiran kota adalah dapat dijumpai pada vegetasi pohon dan vegetasi lain di belakang kawasan pemukiman pusat kota. Indikator yang masuk kategori jenis di kawasan ini adalah jenis selain dapat melakukan aktifitas di kawasan ini, juga dapat melakukan aktifitas pada areal atau vegetasi di luar belakang pemukiman.
Di kawasan ini dijumpa 45 jenis, seluruhnya hidup alami, 10 migran dari utara khatulistiwa saat musim dingin, dan empat peliharaan terlepas.   Burung-burung di kawasan ini dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
Pertama, melakukan aktifitas sepenuhnya di pepohonan dan semak
Kedua, melakukan aktifitas di pepohonan dan areal terbuka.
Ketiga, melakukan aktifitas di pepohonan dan areal berair.
Keempat, melakukan sepenuhnya di rawa/persawahan.
Kelima, melakukan aktifitas di angkasa.
Burung-burung kawasan ini didominasi jenis beraktifitas sepenuhnya pada vegetasi berpohon termasuk vegetasi semak.  Tercatat ada 25 jenis. Pada strata tajuk atas dan tajuk bawah dijumpai Tyto alba, Otus lempiji, Pernis ptilorhynchus, Accipiter soloensis, Accipiter gularis, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos analis, Falco moluccensis, Falco peregrinus, Psittacula alexandri, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus goiavier dan Agropsar sturninus. Tiga jenis pengunjung dari utara khatulistiwa; Pernis ptilorhynchus, Accipiter soloensis dan Accipiter gularis sering juga memanfaatkan vegetasi pepohonan agak luas untuk bertengger, berburu bahkan bermalam.  Raptor lainnya, Falco peregrinus, juga dijumpai cukup umum terbang atau bertengger pada pohon tinggi atau tower listrik. Keempat jenis ini merupakan pengunjung ke kawasan ini. Psittacula alexandri merupakan satu-satunya jenis penghuni asli strata tajuk atas vegetasi pepohonan. Jenis ini sangat jarang melakukan aktifitas di strata lebih rendah. Sedangkan Tyto alba, Otus lempiji, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos analis, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus goiavier dan Agropsar sturninus, memanfaatkan relung di strata tajuk atas dan tajuk bawah, bahkan kadang di strata semak.
Diantara burung-burung penghuni vegetasi pohon, ada 13 lainnya dijumpai pada strata tajuk bawah, yaitu Cacomantis merulinus, Cacomantis variolosus, Gerygone sulphurea, Lanius tigrinus, Prinia familiaris, Orthotomus ruficeps, Pycnonotus dispar, Zosterops palpebrosus, Sitta azurea, Ficedula zanthopygia, Dicaeum trochileum, Cinnyris jugularis dan Ploceus philippinus. Tetapi diantaranya juga banyak melakukan aftifitas di strata semak terutama Lanius tigrinus, Zosterops palpebrosus, Dicaeum trochileum, Cinnyris jugularis dan Ploceus philippinus. Burung disebut terakhir jarang dijumpai, mungkin karena akibat maraknya perburuan terhadapnya.
Kategori kedua berjumlah tujuh jenis Spilopelia chinensis, Geopelia striata, Acridotheres javanicus, Lonchura punctulata, Lonchura leucogastra, Lonchura maja dan Passer montanus. Jenis-jenis ini sangat membutuhkan vegetasi pohon atau semak dan areal terbuka. Umumnya pepohonan atau semak digunakan sebagai tempat bersarang dan berlindung, sementara areal terbuka menjadi tempat mencari makan.  
Kategori ketiga empat jenis, yaitu Alcedo meninting, Alcedo coerulescens dan Halcyon cyanoventris.
Kategori keempat jenis burung-burung rawa, yaitu: Dendrocygna javanica, Amaurornis phoenicurus, Gallinula chloropus, Ixobrychus cinnamomeus dan Cisticola exillis. Dendrocygna javanica hanya dijumpai melintasi kawasan Ranca Ekek, karena terdapat rawa yang cukup luas di belakang pemukiman penduduk. Cisticola exillis sebenarnya penghuni areal persawahan dan semak, tetapi di kawasan ini lebih sering teramati di areal vegetasi rawa, walaupun kadang di vegetasi semak.
Kategori kelima burung-burung melakukan aktifitas di angkasa. Ada tujuh jenis, yaitu Collocalia linchi, Aerodramus fuciphagus, Apus pacificus, Artamus leucoryn, Cecropis daurica, Apus pacificus dan Hirundo rustica merupakan pengunjung dari utara khatulistiwa saat musim dingin.  Seluruhnya juga memanfaatkan vegetasi pepohonan, semak, areal terbuka areal berair untuk mencari serangga.
Sama dengan pemukiman pusat kota, dari kelima tipe habitat tersebut, areal vegetasi berpohon dan bersemak tersedia cukup luas, menyebabkan jenis-jenis burung di pemukiman pinggiran kota lebih didominasi jenis-jenis penghuni vegetasi pepohonan dan semak. Selain areal vegetasi berpohon, juga dijumpai areal terbuka terbuka cukup luas, hal ini meyebabkan jenis-jenis yang menyukai areal terbuka masih cukup banyak dijumpai. 
Habitat-habitat burung di pemukiman pinggiran kota walaupun juga masih dipengaruhi  adanya barrier  dengan areal atau vegetasi luas disekitarnya, karena dibatasi oleh pemukiman, bangunan-bangunan lain serta jalan raya, tetapi barrier tersebut tidak seketat barrier dilewati jenis-jenis di pemukiman pusat kota ke areal atau vegetasi luas di sekitar Kota Bandung. Beberapa jenis masih bisa berhubungan dengan populasi di areal atau vegetasi luas disekitarnya, terutama jenis-jenis burung yang melakukan aktifitas di air. Tetapi walaupun demikian, sudah pasti jenis pengunjung dari utara khatulistwa dapat melakukan interaksi keluar dari kawasan ini. Demikian juga Collocalia linchi, Aerodramus fuciphagus dan Tyto alba dapat melakukan interaksi dengan populasi di areal luas sekitarnya karena wilayah jelajahnya lebih luas dibanding jenis-jenis lain.
Sama seperti pada pemukiman pusat kota, selain faktor tersedia habitat yang disukai, yang juga mempengaruhi keanekaragaman jenis burung di kawasan ini adalah ramainya aktifitas manusia dan kendaraan. Beberapa jenis yang dijumpai pada vegetasi luas dekat  dibelakang pemukiman pinggiran kota tidak di jumpai di kawasan ini, seperti Dendrocygna arcuata, Centropus bengalensis, Lewinia striata, Amaurornis cinerea, Ardeola speciosa, Bubulcus ibis, Rostratula benghalensis, Tringa glareola dan Ictinaetus malaiensis.  Selain itu, ada beberapa jenis yang populasinya sedikit di kawasan ini, tetapi populasinya banyak pada vegetasi luas di belakang kawasan ini, yaitu: Dendrocygna javanica, Amaurornis phoenicurus, Gallinula chloropus, Ixobrychus cinnamomeus, Alcedo coerulescens, Falco moluccensis, Falco peregrinus, Artamus leucoryn, Cecropis daurica, Lonchura punctulata, Lonchura leucogastra dan Lonchura maja.  Hal ini dapat menggambarkan jenis-jenis tersebut tidak terdapat atau populasinya sedikit di pemukiman pinggiran kota karena faktor ramainya aktifitas manusia dan kendaraan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi keanekaragaman jenis burung di pemukiman pusat kota dan pinggiran kota adalah keaneragaman jenis pada areal luas di sekitar kota Bandung, yang dapat menyuplai ke kawasan tersebut. Habitat-habitat burung disekitar Kota Bandung sebagian besar mengalami gangguan, sehingga menyebabkan jenis burung di tempat tersebut sedikit. Kondisi ini menyebabkan jenis-jenis yang terdapat di Kota Bandung dan sekitarnya relatif sedikit, baik di pemukiman pusat kota maupun pemukiman pinggiran kota.
Di Kota Palu (Sulawesi) dijumpai dua jenis (Ptilinopus melanospilus dan Trichoglossus ornatus) pengunjung dari areal berhutan dipinggiran kota ke pusat pemukiman kota (Mallo, 1996). Hal ini disebabkan karena relatif tidak jauh dari kota Palu masih terdapat areal berhutan cukup luas. Mungkin jika terdapat areal berhutan luas tidak jauh letaknya dari Kota Bandung, tidak menutup kemungkian ada jenis pengunjung seperti itu ke pemukiman pusat kota.
Dibandingkan pada masa lalu jumlah jenis burung di pemukiman Kota Bandung dan sekitarnya sudah berkurang, contohnya Caprimulgus macrurus dulu pernah dijumpai di Kota Bandung, bahkan menurut Kang Ader (Bicons) dulu Acridotheres melanopterus masih dijumpai di Kota Bandung (kom. pribadi, 2016).  Selain itu, jenis-jenis yang ada populasinya jauh berkurang dibanding masa lalu. Ini disebabkan karena semakin berkurangnya vegetasi tersedia dan maraknya penangkapan disamping semakin ramai aktifitas manusia dan kendaraan di kawasan ini.  
Daftar jenis-jenis burung di Kota Bandung download disini
(Fachry Nur Mallo)
Sumber: http://nurmallo.blogspot.com/2018/04/burung-burung-pemukiman-kota-bandung.html#more
DAFTAR PUSTAKA
del Hoyo J, Collar NJ.  2014. Illustrated Checklist of the Bird of the World, Volume 1 Non Passerines. Lynx and Birdlife International.
del Hoyo J, Collar NJ.  2016. Illustrated Checklist of the Bird of the World, Volume 2 Passerines. Lynx  and Birdlife International.
Endah GP, Partasasmita R. 2015. Keanekaan jenis burung di Taman Kota Bandung, Jawa Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, Volume 1, Nomor 6, September 2015.
Iskandar J. 2015. Keaneka Hayati Jenis Binatang, Manfaat Ekologi Bagi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
MacArthur RH, Wilson E. 2001. The Theory of Island Biogeography.  Princeton University Press.
MacKinnon J. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan
         Bali. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mallo FN. 1996. Kehidupan Burung-Burung di Lembah Palu, Study Pendahuluan dari hasil Pengamatan Terhadap Keberadaan Jenis, Kelestarian dan kondisi Habitatnya.  Belum dipublikasikan.
Mallo FN. 2016. Catatan Pengamatan Burung-burung di Jawa. Tidak dipublikasikan.
Mayr E, Diamond J. 2001. The Bird of Northern Melanesia, Speciation, Ecologi & Biogeography. Oxford University Press.
Putra YMP, dan Ramadhani M. 2018. Burung Semakin Jauhi Wilayah Perkotaan. Republika. Kamis 6 Pebruari 2017.
Whittaker RJ, Fernandes-Falacois JM.  2013. Island Biogeography, Ecology, Evolution, and Conservation. Oxford University Press.
Whitten AJ, Mustafa M, Enderson GS. 1987. Ekologi Sulawesi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar