Hubungan
dosen dengan mahasiswa kerap kali berlangsung rumit (ciyus!). Kadang, dua
manusia beda usia itu bisa sangat mesra. Mereka seperti sepasang kekasih yang
kompak bergandeng tangan di taman penuh bunga. Saling memuji, saling
menguatkan. Mereka adalah tim yang saling melengkapi.
Tapi,
kadang-kadang hubungan mereka juga memanas. Keduannya terjebak pada syak
wasangka. Si dosen menganggap mahasiswa tak kooperatif dan kurang
sungguh-sungguh belajar. Adapun mahasiswa kerap mencurigai dosen sebagai
makhluk abad 16 yang tidak bisa mengerti visi hidup anak muda.
Kesalahpahaman
itu dipicu oleh perbedaan perspektif. Karena itu, supaya kamu bisa kenali dosen
dengan lebih baik, kesalahpahaman seperti itu tidak harus terjadi. Ketahuilah
20 sifat mereka ini.
1. Bukan Makhluk
Serba Tahu
Dosenmu
mungkin sudah bergelar profesor. Dia memanfaatkan sepertiga waktu yang
dimilikinya untuk membaca buku. Tapi, dosen bukan makhluk serba tahu. Dia juga
bukan pembaca pikiran seperti Charles Francis Xavier.
Dosen
memang menghabiskan waktu puluhan tahun untuk belajar, dari S1 sampai S4
(program postdoktoral, adakah?). Tapi, bidang yang mereka tekuni biasanya
sangat spesifik. Seorang dosen kedokteran mungkin hanya mempelajari telinga.
Lebih spesifik lagi, mungkin dia hanya mempelajari telinga bagian dalam. Lebih
spesifik lagi, mungkin dia cuma mempelajari telinga bagian dalam khusus telinga
kiri. Lebih spesifik lagi, mungkin cuma telinga dalam bagian kiri khusus
perempuan.
Maka, tidak
baik menanyakan semua hal pada mereka. Apalagi menanyakan sesuatu yang
jelas-jelas tidak mereka ketahui. Jangan tanya pada dosen ekonomi soal
morfologi tanah. Sebab, yang dia tahu justru harga jual tanah dan perilaku
makelar.
2. Mungkin
Kelelahan
Di sejumlah
perguruan tinggi, rasio dosen dan mahasiswa belum cukup ideal. Ini membuat
dosen harus mengajar lebih banyak kelas dari yang seharusnya. Pada sore hari
mereka mungkin sudah merasa lelah. Jangan salahkan mereka kalau mereka
tiba-tiba terlelap tidur saat presentasi di depan kelas. Jangan protes. Beri
dia udara yang cukup, agar silir dan makin anglerrr. Kalau perlu, ambilkan
guling sekalian.
3. Senang Dialog
Dosen
memang pihak yang relatif lebih menguasai kelas. Namun, mereka bukan
tipe penguasa yang memanfaatkan kekuasaannya secara totaliter. Sebaliknya,
mereka ingin mendapat respon balik dari kamu, mahasiswa. Mereka ingin kamu
berpendapat, memulai diskusi, debat, atau apapun yang memungkinkan dialog.
Kalau tidak ada respon dari mahasiswa, dosen akan merasa patah hati, persis
seperti bujang yang ditolak janda kembang.
4. Tidak Hafal Nama
Tiap Mahasiswa
Dalam
sebuah kelas, jumlah mahasiswa mungkin bisa mencapai 30 orang. Padahal dalam
satu semester seorang dosen bisa mengajar hingga 10 kelas. Artinya, ada 300
wajah baru yang harus dihafal. Ini tugas yang berat. Maka, jangan tersinggung
kalau dia tidak hafal namamu. Kecuali kalau kamu adalah mahasiswa istimewa yang
sejak awal menyita perhatiannya.
5. Tidak Baca Semua
Makalahmu
Percayalah,
dosen tidak membaca makalahmu dari sampul hingga daftar pustaka. Kalaupun
membaca, mereka akan melakukannya secara cepat.
6. Teliti Karena
Terlatih
Meski tidak
membaca seluruh bagian makalahmu, dosen selalu bisa menemukan bagian-bagian
yang keliru dari makalahmu. Bukan karena mereka diberkati bakat seperti
cenayang, tapi karena mereka terlatih selama puluhan tahun. Dengan membaca
bagian-bagian tertentu saja, dia bisa membuat diagnosis terhadap makalahmu.
7. Berusaha
Disiplin
Ada dosen
yang jarang sekali masuk kelas. Ini bukan karena mereka malas. Mereka biasanya
memiliki tugas tambahan. Misalnya, meneliti, mengadakan pengabdian, atau
menulis buku. Di balik semua itu, mereka berusaha mendisiplinkan diri. Mereka
telah membuat jadwal yang ketat agar bisa masuk kelas sesering mungkin. (Note:
Penjelasan nomor 7 ini boleh diragukan keabsahannya).
8. Dosen Proyektor
Dari sekian
banyak dosenmu, kamu akan mendapati ada tipe dosen proyektor. Inilah jenis
dosen yang justru disibukkan urusan proyek. Dosen tipe ini memanfaatkan setiap
akademik sebagai sumber penghasilan. Yang mereka pikirkan adalah uang. Ya uang
lelah, uang kemeng, uang berkeringat, uang bernafas, sampai uang bersin. Dosen
tipe ini suka mengambil sebagian
dana penelitian untuk keperluan pribadi. Yang begini ini biasanya suka sekali
bikin proposal program pengabdian masyarakat. Iya, “pengabdian”.
9. Bisa Kamu
Salip
Percayalah,
tidak semua dosen adalah pembaca buku yang baik. Kalaupun mereka suka membaca,
energy dan waktunya mungkin terbatas. Kamu bisa menyalip kemampuan dosenmu
dengan membaca buku lebih banyak dari mereka.
10. Paling
Benci dengan Kopas
Ada dua hal
yang paling dibenci dosen. Satu, gajinya telat. Dua, melihat tugas hasil kopi
paste (kopas). Bagi para dosen, mahasiswa yang melakukan plagiasi berarti telah
melakukan kejahatan intelektual. Hukumannya sangat berat.
11. Hafal Kelakuan
Para Pencontek
Dosen yang
mengajar selama belasan tahun sudah berpengalaman ribuan kali mengawasi ujian.
Pengalaman panjang ini membuat mereka hafal betul kelakuan mahasiswa yang nyontek.
Dari yang nyontek pake hape, nyontek pake kertas dilinting, sampai yang
menuliskan kunci jawaban di paha: dosen tahu.
Para
pencontek, sebagaimana para pembohong lain, selalu menunjukkan tingkah aneh.
Ekspresi wajah mereka selalu tanggung: senang tidak, sedih juga enggak. Para
pecontek berusaha memfokuskan pandangan, tapi pandangan mereka justru tampak
buyar. Selain itu, para pecontek selalu mengawasi penguji. Ini membuat suasana
ruang ujian kerap kali tertukar: mahasiswa yang justru terus menerus mengawasi
dosen.
12. Tidak Selalu
Jujur
Ini penting
diketahui. Tidak semua perkataan dosen adalah kebenaran. Dosen tertentu mungkin
memiliki sesuatu yang dirahasiakan. Entah tentang kehidupannya, entah tentang
gaya hidupnya di luar kampus, atau soal pandangan politiknya. Mahasiswa yang
kritis akan bisa membedakan, mana ucapan dosen yang jujur dan bisa dipercaya
dan mana ucapan yang meragukan sehingga perlu dikonfirmasi.
13. Mereka
Memperhatikanmu
Betapa pun
mereka tidak hafal namamu, dosen selalu berusaha memperhatikanmu. Dosen ingin
melihat bakat yang kamu simpan. Seorang pendidik memiliki kecenderungan alami
untuk peduli. Maka, dari depan kelas sesekali dia akan mengalihkan pandangan ke
arahmu. Dia ingin mencari tahu, potensi apa yang bisa dikembangkan dari diri
kamu.
14. Sepatu Sobek
dan Kemeja Jadul
Dosen
statistikmu mungkin beda cahsing dengan dosen komunikasi. Dia bisa benar-benar
abai pada penampilan fisiknya. Dosen laki-laki mungkin tidak pernah perhatikan
sepatunya begitu kusam, bahkan sobek. Mungkin juga, dia hanya punya beberapa
kemeja sehingga mamakainya secara berurut-turu dalam 2 hari. Adapun dosen
perempuan, mungkin tidak suka bermake-up. Dia juga ogah menggunakan sepatu hak
tinggi seperti Ketty Perry. Selama mereka tetap mandi sebelum ngajar, maklumilah
mereka.
15. Ingin Hubungan
Personal Lebih Dekat
Dosen
sastra Universitas Indonesia (UI) Maman S Mahayan pernah dicueki mahasiswanya
saat ia baru mulai mengajar di Korea. Mahasiswa di kelasnya satu per satu pergi
meninggalkan kelas. Tentu saja itu membuatnya sedih.
Maman
kemudian mengundang para mahasiswa untuk makan malam di apartemennya. Bagi
Maman, itu kesempatan yang baik untuk mengenali mahasiswanya secara lebih
dekat. Jika hubungan personal sudah mulai terjalin, komunikasi dengan mahasiswa
bisa segera diperbaiki. Dosen juga bisa memilih strategi belajar yang lebih
tepat.
16. Beda, Dosen
Laki-laki dan Perempuan
Meski
sama-sama berprofesi sebagai dosen, tetap ada perbedaan sifat antara laki-laki
dan perempuan. Perbedaan dasar ini perlu diketehaui mahasiswa.
Dosen
laki-laki mungkin suka humor berbau seks. Kalau mendapati sesuatu yang lucu,
dia akan tertawa terbahak-bahak. Dia juga tidak akan ragu melakukan kontak
fisik dengan salaman, tos, atau menepuk bahu.
Hal-hal
seperti itu mungkin kurang disukai dosen perempuan. Umumnya mereka tidak senang
dengan anekdot seks (meski tetap suka seks). Ini tentu saja lumrah. Sebab,
sebagian anekdot bertema seks cenderung seksist, menempatkan perempuan sebagai
bahan olok-olok. Kecuali kamu sesakti Stifler, berhati-hatilah.
17. Bukan Feodal
Sebagai
kelompok terdidik, dosen menginginkan hubungan selalu terjalin dengan sehat.
Salah satu cirri hubungan sehat adalah egaliter, tidak ada intimidasi satu
dengan lainnya. Mereka ingin kamu menghormatinya, tapi bukan dengan ekspresi-ekspresi
feodalistik. Maka, tidak perlu ngesot saat jalan di depannya. Kamu juga tidak
harus selalu cium tangan. Apalagi kalau kamu sudah seminggu kena flu.
18. Siap Bertukar
Buku
Dosen
Sastra Undip Redyanto Noor membuka rumahnya di akhir pekan bagi mahasiswa. Dia
juga mempersilakan mahasiswa membaca dan meminjam buku koleksinya. Tapi dia
sedih, sebagian bukunya tidak kembali.
“Cuma dosen
gila yang rela bukunya dipinjam mahasiswa. Tapi ya cuma mahasiswa gila yang mau
kembalikan buku ke dosennya,” kelakarnya.
19. Ingin Memberimu
Kebebasan
Dosen tidak
selalu ingin menguasai pikiranmu. Sebaliknya, dosen ingin mengajakmu ke dunia
berpikir yang bebas. Jangan sampai rasa hormatmu membuatmu tidak enak hati
mendebat dosen, kalau dia keliru. Dosen akan senang kalau dengan argumen yang
tepat, kamu justru bisa memberinya koreksi.
“Aku menang
justru ketika anakku bisa mengalahkanku,” kurang lebih begitu pikirian para
dosen – mengutip kalimat dalam sebuah iklan.
20. Presentasi
Peninggalan Zaman Majpahit
Beberapa
dosen mungkin sudah piawai menggunakan power point untuk presentasi di kelas.
Ada yang sudah makek Prezi malah.
Tapi, ada
juga dosen yang masih menggunakan OHP Projector. Kalau kamu menemukan itu, kamu
tidak perlu mengolok-oloknya. Nikmati saja perkuliahan. Bayangkan bahwa kamu
sedang diajari oleh mahaguru dari zaman Majapahit.
21. Selalu Menunggu
Diajak Makan Siang
Usai
kuliah, mainlah ke ruang dosen. Ajak dia ke kantin kampus dan tawari dia makan
siang. Percayalah, asal dia belum makan, dia akan menerima tawaranmu.
Kesempatan
makan siang bersama mahasiswa selalu ditunggu dosen untuk mencairkan suasana.
Kesempatan itu dimanfaatkan dosen untuk menunjukkan sisi humanisnya. Jangan
kaget kalau dosenmu ternyata suka pete, ya. Juga jangan kaget kalau porsi makannya
tiga kali lipat dari kebanyakan orang.
22. Pernah Hidup
Susah
Dia mungkin
naik Mercedes Benz ke kampus. Tapi percayalah, mereka tidak terlahir di kotak
berjalan itu. Mobil bagus itu juga bukan warisan dari ayahnya. Mereka membeli
mobil bagus setelah menabung bertahun-tahun.
23. Memantau
Setelah Kamu Lulus
Petani
selalu ingin melihat apakah tanaman yang ditanamnya tumbuh dengan baik atau
tidak. Dosen juga seperti itu. Dia ingin tahu, apakah mahasiswa yang didiknya
sudah berhasil atau belum. Mereka mungkin tidak akan menghubungimu melalui
telefon, tapi sesekali dia akan mengetikkan namamu di Google. Dia berharap
mesin pencari itu membawa kabar baik.
24. Senang
Mendengar Kabar Dari Kamu
Kalau kamu
sudah lulus, sudah bertahun-tahun tidak ketemu dosen, sempatkanlah memberi
kabar. Mereka akan senang mendengarnya.
Tidak harus
selalu kabar besar yang kamu sampaikan. Kabar yang sederhana pun cukup
membuatnya senang. “Sekarang saya sudah menikah dan tinggal di Bandung, Pak,”
misalnya, Atau, “Saya baru saja menemukan bunga mawar putih. Tiba-tiba saya
ingat Ibu. Di salah satu perkuliahan, ibu pernah mengajak kami ke laboratorium
untuk mengulas tentang klorofil.”
25. Berdoa
untuk Kebaikan Kamu
Ada tiga
doa yang selalu dipanjatkan seorang dosen usai mereka beribadah. Pertama, dia
meminta Tuhan membantunya melunasi kredit rumah. Kedua, dia meminta Tuhan
membantunya mencukupi tagihan pendidikan anak. Ketiga, dia meminta Tuhan
membantu mahasiswanya agar dapat menjalani hidup dengan baik. Mereka mungkin
tidak menyebut namamu satu persatu (sebab itu akan membuat doanya justru
seperti acara wisuda), tapi dia mengharapkanmu bahagia.
(http://portalsemarang.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar