Rabu, 16 Juli 2025

MENGAPA NAMA FAMILI TUMBUHAN BERAKHIRAN -CEAE DAN FAMILI BURUNG BERAKHIRAN -IDAE?

Dalam sistem klasifikasi makhluk hidup, penamaan ilmiah mengikuti aturan yang telah distandarkan secara internasional untuk memastikan keseragaman dan kejelasan dalam komunikasi ilmiah. Salah satu aspek menarik dalam sistem ini adalah perbedaan akhiran pada nama famili antara tumbuhan dan hewan, termasuk burung. Nama famili tumbuhan umumnya berakhir dengan akhiran -ceae, seperti pada Fabaceae untuk keluarga kacang-kacangan, sedangkan pada hewan dan burung berakhiran -idae, seperti pada Accipitridae untuk keluarga elang. Meskipun tampak sebagai perbedaan kecil, kedua akhiran ini sesungguhnya mencerminkan dua sistem nomenklatur yang berbeda dan memiliki sejarah serta dasar linguistik yang khas.

Tumbuhan mengikuti aturan yang diatur dalam International Code of Nomenclature for algae, fungi, and plants (ICN), sedangkan hewan, termasuk burung, mengikuti International Code of Zoological Nomenclature (ICZN). Kedua kode ini berkembang secara terpisah dalam tradisi botani dan zoologi, sehingga menghasilkan perbedaan bentuk dan struktur nama-nama taksonomi. Dalam konteks tumbuhan, akhiran -ceae berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak feminin dan secara harfiah berarti "keluarga dari" atau "kelompok yang termasuk dalam." Nama-nama famili tumbuhan biasanya dibentuk dari nama genus utama yang mewakili kelompok tersebut, lalu ditambahkan akhiran -ceae. Sebagai contoh, nama Poaceae berasal dari genus Poa, yang menunjukkan bahwa famili tersebut mencakup semua spesies yang terkait erat dengan genus tersebut.

Sementara itu, akhiran -idae dalam zoologi berasal dari bahasa Yunani, khususnya dari bentuk jamak maskulin -idai, yang memiliki arti "keturunan dari" atau "anak-anak dari." Prinsip pembentukan nama famili dalam zoologi juga mengikuti nama genus utama yang menjadi representasi kelompok, lalu ditambahkan akhiran -idae. Misalnya, Strigidae merupakan nama famili burung hantu sejati, yang didasarkan pada genus Strix. Dengan demikian, nama famili ini menyiratkan bahwa anggotanya merupakan keturunan atau kelompok yang berkaitan erat dengan genus Strix.

Meskipun akhiran -ceae dan -idae tidak digunakan dalam sistem penamaan binomial yang hanya berlaku pada tingkat spesies, keduanya merupakan bagian dari sistem taksonomi Linnaean yang lebih luas. Sistem binomial, seperti Oryza sativa untuk padi atau Haliaeetus leucogaster untuk elang laut perut putih, terdiri atas dua kata: nama genus dan epitet spesifik. Di atas tingkat spesies, sistem taksonomi mencakup tingkatan seperti genus, famili, ordo, hingga kingdom, dan di sinilah akhiran seperti -ceae dan -idae berperan penting dalam menunjukkan posisi taksonomi suatu organisme dalam hierarki tersebut.

Hal menarik lainnya yang sering menimbulkan pertanyaan adalah mengapa nama ilmiah burung kadang terdiri dari tiga kata, seperti Cacatua sulphurea sulphurea, sedangkan nama tumbuhan umumnya hanya terdiri dari dua kata, seperti Oryza sativa. Perbedaan ini berkaitan dengan penerapan sistem penamaan subspesies. Dalam zoologi, termasuk dalam studi burung, penggunaan nama tiga kata atau sistem trinomial merupakan hal yang lazim untuk menunjukkan taksonomi di bawah tingkat spesies. Kata ketiga dalam nama ilmiah seperti Cacatua sulphurea sulphurea menandakan bahwa individu tersebut merupakan bagian dari subspesies tertentu dalam spesies Cacatua sulphurea. Penggunaan subspesies sangat penting dalam zoologi karena banyak hewan menunjukkan variasi geografis atau morfologis yang signifikan, meskipun belum cukup berbeda untuk dikategorikan sebagai spesies yang terpisah. Misalnya, subspesies kakatua-kecil jambul-kuning di Sulawesi berbeda dari subspesies di Sumba, baik dari segi distribusi maupun penampilan fisik, sehingga penting untuk dibedakan secara ilmiah.

Sebaliknya, dalam botani, sistem klasifikasi subspesifik seperti subspesies, varietas, atau forma juga dikenal dan diatur oleh ICN, tetapi penggunaannya tidak seumum dalam zoologi. Nama ilmiah seperti Oryza sativa subsp. indica atau Brassica oleracea var. capitata memang menunjukkan tingkatan taksonomi di bawah spesies, namun dalam praktik sehari-hari atau dalam penyebutan umum, cukup dua kata pertama yang digunakan. Hal ini karena dalam botani, perbedaan antarvarietas atau subspesies sering kali dianggap kurang signifikan di luar konteks pertanian atau penelitian sistematis, sehingga tidak selalu dicantumkan dalam penamaan umum.

Dengan demikian, struktur nama ilmiah yang terdiri dari dua atau tiga kata tidak mencerminkan sistem yang berbeda, melainkan perbedaan dalam praktik dan kebutuhan masing-masing disiplin ilmu. Zoologi lebih sering menuliskan nama subspesies karena berkaitan erat dengan studi tentang variasi geografis, konservasi, dan evolusi. Sementara dalam botani, meskipun tingkatan subspesifik diakui, penamaannya cenderung disederhanakan dalam pemakaian umum. Semua ini menunjukkan bahwa di balik susunan nama ilmiah yang tampak sederhana, terdapat prinsip-prinsip taksonomi yang kompleks, serta pertimbangan historis, ilmiah, dan praktis yang membentuk tradisi dalam dunia botani dan zoologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar