Minggu, 28 Februari 2021

MEMAKNAI HIDUP

 

Saudaraku, hidup ini hanya sekali. Maka, buatlah yang sekali itu menjadi sesuatu. Waktu dan umur yang kita lewati, sekali berlalu, tak pernah kembali. Ia pergi dengan segenap catatan yang menggoresnya. Berbuatlah dalam kebajikan, sekecil apapun! Sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka bekerjalah dalam kesungguhan dan keikhlasan. Sekali waktu yang telah berlalu tak akan pernah kembali. Setiap detik yang bergeser dari jam tangan kita telah menjadi sesuatu yang lampau.

Hasan al-Basri, seorang penyair sufi berkata, "Tidaklah fajar hari ini terbit, kecuali ia akan memanggil, 'Wahai anak Adam, aku adalah ciptaan yang baru dan aku akan menjadi saksi atas setiap pekerjaanmu, maka mintalah bekal kepadaku. Karena bila aku telah berlalu, aku tak akan kembali hingga hari kiamat tiba'.”

Seringkali, kita berkeluh kesah dalam hidup ini. Padahal, keluh kesah kita tak menyelesaikan persoalan sedikitpun. Merenunglah sejenak. Kata orang bijak, bertafakur satu jam lebih baik dari pada bekerja sepuluh jam tanpa tahu makna dan arti.  Lihatlah sekelilingmu, segera setelah itu pasti engkau akan bersyukur. Lihatlah bagaimana Allah SWT menciptakanmu dengan penuh kesempurnaan. Lihatlah bagaimana Allah SWT memberimu begitu banyak nikmat (QS Ibrahim:34).

Dengan bertafakur, tersadarlah bahwa kita diciptakan sempurna. Tak kurang suatu apa. Warnailah hari-harimu. Cerialah, sebab Rasulullah SAW berpesan, "Senyummu untuk saudaramu bernilai sedekah." Kebahagiaan tak dapat kita beli dengan uang, tapi ia dapat kita ciptakan dengan mensyukuri setiap keadaan. Tak usahlah berharap terima kasih dari setiap kebaikan yang kita lakukan. Apalah artinya pujian manusia, jika ia akan merusak nilai kebaikan kita di hadapan Allah, Tuhan semesta alam.

Bersungguh-sunggulah dalam setiap profesi yang kita tekuni. Sebab, Allah SWT tidak meminta hamba-Nya pada hasil, tetapi proses dalam mewujudkan kesungguhan iman. 

Suatu hari Bilal bin Rabah, muazin di zaman Nabi SAW, mengemukakan kegundahannya. Sebagai seorang marbot, Bilal sempat mengeluh kepada Rasulullah SAW. Katanya, “Ya Rasulullah, orang-orang lain berdagang dan (dengan keuntungan berdagangnya) mereka berinfak, aku cuma seorang muazin.”

Rasulullah SAW membalas, “Ya Bilal, tidakkah engkau bahagia bahwa kelak di hari kiamat engkau adalah orang yang paling panjang lehernya.” (HR Muslim).

Panjang leher adalah kiasan untuk menunjukkan amal-amal Bilal dalam menyeru orang pada kebaikan menjadikannya berbahagia di akhirat kelak. Kadang, dari satu pekerjaan kita tak mendapat reward duniawi yang memadai, tetapi yakinlah bahwa skenario Allah SWT selalu yang terbaik.

Seseorang bertanya kepada Ibnul Qayyim, “Jika Allah memberikan karunia rezeki kepada seorang hamba, bagaimana membedakan antara itu nikmat atau justru fitnah?” Ia menjawab, “Apabila karunia itu mendekatkan dirinya pada Allah, maka itu adalah nikmat-Nya. Dan bila semakin menjauhkannya dari Allah, maka itu adalah fitnah yang tak dapat dilaluinya.”

Karena itu, yakinlah di setiap kesulitan hidup, ada sejuta kemudahan. Bukankah Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyiraah: 6-8).

Pada ayat itu, Allah SWT menyebut kesulitan dengan memberikan sisipan huruf alif dan lam yang dalam kaidah bahasa Arab berarti ma'rifah atau tunggal. Tetapi, kata kemudahan tidak disisipi huruf yang sama. Menandakan apa? Bahwa pada satu kesulitan, ada berjuta kemudahan di depan kita.

Untuk itulah, Ibnul Qayyim berkata, "Segala persoalan dalam hidup ini sesungguhya tidak untuk menguji kekuatan dirimu, tetapi menguji seberapa besar kesungguhanmu dalam meminta pertolongan Allah." Mari berharap dari satu kesulitan hidup, ada sejuta tawaran kebaikan di depannya. Wallahu a’lam.

Oleh: Inayatullah Hasyim

Sumber: https://republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/01/22/o1bm78301-memaknai-hidup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar