Dalam
Pelantikan dan Rapat Kerja Pengurus Nasional Keluarga Alumni KAMMI dengan tema
“kaum muda Indonesia memimpin perubahan dunia”, di Hotel Diradja, Jakarta (21
Januari 2017), Ust HM. Anis Matta, Lc menyampaikan empat hal penting terkait
persiapan yang harus dilakukan oleh pemuda muslim Indonesia dalam upaya
berkontribusi untuk peradaban dunia.
Berikut
adalah empat hal penting tersebut.
1. Korelasi Kalimat Pertama dengan Debut Kepemimpinan
Ketika
Umar bin Abdul Aziz hendak dilantik, ia berbisik kepada Imam Az-Zuhri, “inni
akhafunnar” (saya takut kepada neraka). Itu kalimat pertama yang ia ucapkan
ketika dilantik.
Apa
korelasi kalimat itu dengan pencapaian seseorang dalam memulai debut
kepemimpinan?
Kalimat
ini berarti bahwa beliau memulai dari akhir bahwa akhir dari semua ini adalah
kematian dan hidup setelah kematian hanya mempunyai dua pilihan, yaitu surga
dan neraka. Ulama mengatakan, “orang yang paling berakal adalah yang paling
jauh pandangannya tentang akhir dari semua yang ia lakukan.”
Beliau
memulai tidak dengan berharap surga, akan tetapi memulai dari rasa takut kepada
neraka. Tidak ada yang menyangka bahwa umur beliau setelah ucapan itu hanya 2.5
tahun. Ia sangat sehat, bahkan ahli sejarah mengatakan bahwa batang leher
beliau adalah orang yang terawat dengan baik, bahkan trendsetter dari keluarga
Umawiyah yang ia dikenal dari parfum dan cara jalannya hingga disebut
“Al-Masy-yal Umawiyyah” atau cara berjalan ala Umar.
Setelah
pelantikan, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan seluruh keluarganya dan mengambil
harta mereka dikembalikan pada Baitul Mal. Ia bahkan mengancam istrinya jika
tidak mau memberikan harta, antara kembalikan atau bersama Umar. Terjadi
pergolakan tapi ia melewatinya dengan baik.
Saat
ini kita hidup di era Kapitalisme yang berhasil dalam seratus tahun menyebarkan
kesejahteraan ke banyak penduduk bumi. Tapi ada satu fakta yang tidak dicapai
Kapitalisme, yang pernah dicapai di masa Umar, yaitu para amil zakat tidak mendapatkan
orang yang menerima zakat.
Ketika
Umar wafat, ia mati muda di usia 39 tahun. Sebelum menghembuskan nafasnya, ia
meminta istrinya untuk keluar kamar dan mengucapkan sebuah ayat yang menutup
kisah Qarun tersebut sebagai berikut,
تِلْكَ الدَّارُ اْلأَخِرَةُ
نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لاَيُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي اْلأَرْضِ وَلاَفَسَادًا
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan
untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di
(muka) bumi.Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang
bertaqwa. (QS. Al-Qashash: 83)
Cerita
tentang Qarun menjelaskan bahwa ia menafsirkan sebuah keberhasilan sebagai
hasil dari kekuatan individu. Itu yang Allah tidak rela. Dalam ayat Al-Qur’an
juga dijelaskan apakah Qarun tidak tahu bahwa dulunya juga ada yang lebih kaya
dan dihancurkan oleh Allah. Qarun ditenggelamkan di masa-masa puncak ketika ia
berkuasa dan ditutup dengan ayat tadi.
Dr
Imaduddin Khalil dalam buku biografi Umar bin Abdul Aziz berjudul “Revolusi Islam
di zaman Umar bin Abdul Aziz” , ia menulis sebuah bab berjudul “tikungan jiwa”.
Dari mana Umar mendapatkan energi sebesar itu dalam 2.5 tahun?
Ternyata,
sumber energinya adalah ketakutan pada neraka. Itu yang membuat kita tidak
bermain-main dengan pilihan-pilihan yang kita putuskan untuk diri kita dan
orang lain karena kita tahu akibat dari apa yang kita ambil.
Makna
dari ingatan pada akhirat itu melahirkan “ruhul mas’uliyah” (semangat
pertanggungjawaban). Kita menyadari bahwa kita adalah pemikul beban, bukan
pencari kuasa. Bukan pemburu popularitas. Karena sebeerapa besar beban yang
kita pikul sebesar itu pula posisi kita di akhirat. Allah jika mencintai
hamba-Nya maka Dia akan menjadikan hamba-Nya untuk kepentingan agama-Nya.
Ruhul
mas’uliyah akan lahir dari pernyataan-pernyataan pribadi sejenis ini. Abu Bakar
As Shiddiq misalnya, ia memerangi orang yang memisahkan zakat dari salat.
Alasan pribadinya adalah, ia mengambil alihnya secara personal dalam
perkataannya:
“Apakah Islam ini bisa berkurang
padahal saya masih hidup?”
“Ayanqushul Islamu wa ana hayy?”
Abu
Bakar tidak menganggapnya fardu kifayah tapi menjadikannya tanggungjawab
personal. Semangat pertanggungjawaban seperti ini yang dibutuhkan oleh umat
kita sekarang ini.
Pernyataan
seperti ini akan terlihat dari motif dari awal. Kita tidak dikumpulkan oleh
kemarahan, kekecewaan, akan tetapi oleh semangat pertanggungjawaban pribadi
kepada Allah dan kepada umat manusia. Semangat pertanggungjawaban seperti ini
kita ambil secara pribadi yang akan membuat kita menjadi manusia bebas dan
penuh energi.
Karena
kita merasa bahwa sumber pertanggungjawaban kita hanyalah kepada Allah. Kita
bertanggungjawab atas pilihan-pilihan sadar yang didorong oleh semangat ruhul
mas’uliyah dan perkataan Abu Bakar As Shiddiq, “ayanqushul Islamu wa ana hayy”.
Jika
kita ingin bertahan lama maka pastikan dari awal niat kita benar. Hanya dengan cara seperti itu maka kita akan
menemukan pertemuan seperti ini menjadi gabungan energi yang besar. Point pertama ini mengantarkan pada point
yang kedua.
2. Cara Memilih Peran yang Tepat
Jika
salah memilih peran kita tidak efektif. Kita akan banyak membuang waktu tapi
tidak menghasilkan apa-apa. Cara memilih peran itu adalah dengan memahami yang
baik kebutuhan lingkungan, zaman, tempat kita, dan melihat kemampuan yang ada
dalam diri kita yang diberikan Allah yang bisa kita berikan bagi manusia.
Point
pertama adalah “Wajibul Waqt” atau kewajiban kita terhadap zaman atau tuntutan
zaman. Inilah peran yang diharapkan oleh zaman ini. Sedangkan yang kedua adalah
membaca potensi diri kita yang kita bisa. “Setiap orang akan melakukan
peran-peran yang untuk itu mereka diciptakan.”
Point
kedua ini membuat kita membaca arah zamannya sejarah. Jika dapat membaca sejarah
maka kita dapat membaca masalah manusia dan menawarkan solusi untuk itu.
Sebuah
kutipan mengatakan, “Hard time create strong leader. Strong leader create good
time. Good time create weak leader. Good leader create hard time.” Itu
siklusnya.
KAMMI
lahir di Reformasi dan kini berada di kejatuhan global order atau kekacauan
global. Sekarang muncul dua hal, yaitu trend kekacauan global dan lahirnya
leadership style dari negara-negara besar yang diwakili oleh beberapa tokoh
seperti Putin, Trump, dan Xi Jin Ping. Dulu di Perang Dunia II ada Stalin,
Roosevelt, dan dst yang lahir di era hard time.
Ketika
sistem global jatuh, maka ada model kepemimpinan baru yang membawa dunia pada
suatu arah yang tak ada seorangpun dapat meramalkannya. Ini menentukan
geopolitik global di masa akan datang.
Sekarang
kita telah selesai dari global disorder dan memasuki tahapan kedua yaitu global
chaos. Tahap antara chaos dan selanjutnya biasanya satu dari dua hal, yaitu
perang atau menemukan kesepakatan baru jika ada pemimpin yang bertangan dingin.
Seperti apa tiap pemimpin mendefinisikan musuhnya maka seperti itulah ia akan
bertindak.
Saat
ini dunia Islam adalah outsider dan dalam sistem politik di seluruh dunia Islam
harakah Islam masih outsider. Presiden Mursi baru masuk politik di Mesir sudah
keluar lagi.
Ayat
geopolitik pertama dalam sejarah adalah surat Ar-Rum yang turun di Mekkah,
gulibatirrum. Ayat tersebut agar generasi baru tahu bahwa “ini hanya masalah
waktu.” Sudah ada kesadaran geopolitik global. Ayat tersebut definitif. Waktu
itu Persi dan Romawi. Siklusnya mereka akan dikalahkan dalam beberapa tahun
(‘bidh’a sinin’—antara 3 dan 9 tahun). Berkat kesadaran global itu Rasulullah
mengerti bagaimana cara menemukan peta jalan bagi diri mereka sendiri.
Genghis
Khan melewati 40 tahun pertama hidupnya sebagai buronan yang lari kemana-mana.
Tapi karena ia tekanan itu, maka 20 tahun setelah itu ia menguasai hampir
separuh dari seluruh dunia.
Salah
satu tipe dari orang yang lahir di hard time adalah kemampuan mereka mengubah
tantangan menjadi peluang, ketakutan menjadi keberanian, kelemahan menjadi
kekuatan. Saat ini kita perlu mendefinisikan peran sejarah yang ingin kita
lakukan dengan melihat: sejarah dan potensi.
Sejarah
empat pemimpin mazhab, akan terlihat yang sama pada mereka yaitu mereka jauh
dari politik dan dengan sadar menjauhi politik. Karena mereka tahu bahwa itu
bukan peran utama yang dituntut oleh zamannya. Saat itu mereka established,
sejahtera.
Ekspansi
Islam yang sangat luas membuat Islam bertemu dengan banyak budaya multikultur.
Untuk itu maka secara intelektual, orang akan mengalami kesulitan dalam
memahami teks-teks Al-Qur’an dan sunnah dalam melihat fenomena real di
lapangan. Begitu banyaknya budaya baru yang bergabung dengan horizon Islam
menjadi sangat besar peluang multi tafsir. Maka mereka-mereka bersepakat
menyelesaikan masalah ini.
Abu
Hanifah misalnya, belajar di tengah jalan, karena ia pedagang. Ketika bertemu
seorang ulama, ia ditanya kenapa tidak ke masjid ilmu? Ia berkata bahwa ia
lebih sering ke pasar daripada ke ulama. Tapi kata ulama tersebut, kamu punya
kecerdasan dan energi. Abu Hanifah memikirkan kalimat tadi dan sejak itulah ia
mengubah jalan hidupnya.
Imam
Syafi’i lahir di Gaza, besar di Mekkah dan Madinah, keliling ke Irak dan Mesir.
Umur 7 tahun hafal Al-Qur’an, 10 tahun hafal kitab Al-Muwaththa’ karangan Imam
Malik. Beliau adalah imam para ahlul ra’i sedangkan Imam Malik adalah imam
ahlul hadits. Beliau berkeliling ke seluruh negeri-negeri utama di jazirah
tersebut.
Hasilnya
kemudian menemukan bahwa diperlukan suatu metodologi baru untuk memahami
teks-teks Islam yang diturunkan dalam konteks lapangan, dan lahirlah ushul
fiqh. Di luar dari Khulafaur Rasyidin, 4 imam tersebut yang paling dikenal.
Cara kita beragama didefinisikan oleh 4 imam mazhab tersebut. Di Teluk, Syam
adalah Hanabilah. Di Afrika Utama dan hampir seluruh Afrika adalah Imam Malik.
Mesir dan Asia Tenggara adalah Imam Syafi’i. Sejak awal mereka mengerti sejarah
yang harus mereka lakukan. Mereka memilih perannya.
Ketika
Tartar menyerbu seluruh dunia dan dunia Islam, ada satu orang yang mengalahkan
Tartar, berdoa dan berpikir untuk itu. Ia merupakan orang Afghanistan, pernah
menjadi budak dan jadi tentara. Sultan Muzaffar Qutuz, sang pahlawan tersebut
berhasil mendefinisikan perannya secara tepat sesuai dengan tuntutan sejarah.
3. Cara Melakukan Peran
Setiap
generasi punya cara berpikirnya sendiri, cita rasa, dan bahasa sendiri. Bekerjalah dengan perangkat-perangkat
intelektual yang sesuai dengan zaman kita.
Lingkungan
kita saat ini penuh dengan tangan berat yang tidak bisa dihadapi dengan cara
berpikir biasa. Kita butuh banyak terobosan untuk itu.
Dari
berbagai buku tentang inovasi ternyata bukan oleh kecerdasan tapi keberanian
dan rasa penasaran. Hanya orang-orang
penasaran yang bisa berinovasi. Inovasi menjadikan diri kita sendiri dan hanya
orang-orang berani yang mau berdiri sendiri.
Sistem
militer seperti sekarang dimulai oleh Romawi. Pola perang di jazirah Arab Badui
tidak diketahui oleh Romawi. Kalau anda ingin memenangkan pertempuran berpikirlah
dengan cara yang tidak dipikirkan lawan. Strategi dan taktik Khalid bin Walid
adalah kombinasi perang ala Badui dengan Romawi. Strategi rotasi pasukan ala
Khalid membuat lawan berpikir bahwa ada banyak suplai pasukan. Masing-masing
pasukan punya keraguan tersendiri. Romawi banyak pasukan tapi ragu dengan
pasukan Islam yang tidak pernah kalah. Sedangkan Islam ragu dengan pasukan
besar Romawi.
Menjadi
innovator menjadikan kita standing alone. Butuh keberanian, bukan sekedar
kecerdasan. Paling tidak perlu keberanian menghadapi kesepian.
4. Taufiq dari Allah (At-Taufiqul Ilahi)
Kita
bisa menjadi innovator tapi sukses itu pada akhirnya dari Allah. Kaidah
mengatakan “Jika Allah ingin memberlakukan takdirnya maka Dia menciptakan
sebab-sebabnya.” Titik ini bermakna bahwa kehendak kita bertemu dengan kehendak
Allah. Gambaran paling visual adalah saat istikharah sebelum menikah. Di tengah
ketidaktahuan jodoh kita terus berusaha dan menyiapkan kemungkinan bisa tidak
jadi. Yang harus kita lakukan adalah terus-menerus menemukan takdir kita
masing-masing. Cara agar kita menemukan takdir kita masing-masing adalah dengan
mengamalkan sebuah doa:
“Ya Allah jadikanlah seluruh
keinginanku hanyalah akhirat.”
Allahummaj’al hammi hammal akhirah.
Allahummaj’al hammi hammal akhirah.
Allahummaj’al hammi hammal akhirah.
(Taushiyah Ustad Anis Matta pada
Rakernas KA-KAMMI)
(Yanuardi Syukur, Pengurus
Departemen Perguruan Tinggi, Bidang PSDM & Pora, Keluarga Alumni KAMMI/http://pksiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar