Kamis, 26 September 2013

Wahai Ikhwan-Akhwat, Menikahlah Agar Tak Menyesal!



Orang-orang dulu tidak terlalu paham teori pernikahan, begitu sudah siap, mereka langsung menikah. Yang gagal ada, KDRT pun ada, tapi yang sukses dan menjadi dewasa setelah menikah, sangat banyak. Mereka beranak pinak, bahkan ada yang rukun walau beristri empat.
Lalu di era marak-maraknya gerakan tarbiyah, orang-orang dulu pun tidak sulit-sulit amat menikah. Begitu dita'arufkan, si ikhwan hampir gak ada yang bertanya, "Gimana akhwatnya putih? PNS? Orangtuanya tajir dan sakit-sakitan? Sawahnya luas?"
Si ikhwan langsung jebreeet aja menikah. Si akhwat pun sama, tidak pernah bertanya, "Punya kerjaan apa, gajinya berapa? Tabungannya dollar atau Euro?"

Mereka menikah anaknya sudah besar-besar, pinter-pinter, cakep dan cantik, walaupun terkadang ada; "maaf" tak sedikit ikhwannya yang cakep-ganteng, tapi istrinya "di bawah biasa". Juga ada akhwatnya Subhanallah sangat jelita dan kaya raya, tapi ikhwannya "maaf" mirip-mirip wajah menderita.
Kini di era serba canggih, kok ikhwan-akhwat menikah makin risih. Sering amat pilih-pilih. Eeeh ... lupa, umur sudah lewat tersisih. Generasi terus silih berganti, namun ikhwan-akhwat malah sibuk berdalih, MR laah ... jalur struktur lah .. plat merah lah .. benar-benar ringkih. Padahal teori pernikahan dan pelatihan munakahat ramai diadakan, tapi kok tidak berbenih?
Bagi saya menikah itu melengkapi, seperti arus listrik, ada postif ada negatif. Biasanya kalau positif ketemu negatif, hasilnya selalu positif. Saya tidak terlalu paham teori ini. Namun begitulah menikah, saling melengkapi. Namun tak jarang jika positif ketemu positif, hasilnya suka negatif. 
Saya sering lihat pasangan yang sama-sama ganteng-cantik, hidung mancung, eeeh ... anaknya; maaf pesek dan biasa ... he he .... sebaliknya ada saudara yang maaf suaminya hitam pendek, istrinya putih ... eeehh .. anaknya kayak Pakistan; mancung-mancung dan putih.
Singkatnya, seorang ikhwan atau akhwat yang menunda-nunda pernikahan, sama dengan menghilangkan banyak kebaikan dan mendekatkan diri pada banyaknya keburukan. Mending jika seperti para imam yang menunda menikah, tapi karya dan prestasinya selangit.
Ini prestasinya seuprit, kuliah hanya MA (mahasiswa abadi), hidupnya elit (ekonomi sulit), nikah dipersulit ... pantesan rezekinya selalu kejepit. He he ... maaf yang tersinggung gak apa-apa ....
So, segerakan menikah! Lompati rintangan! Hiduplah bergantung pada Allah!
(Nandang Burhanudin/Islamedia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar