Sabtu, 29 Februari 2020

LAMUN, PELINDUNG BIOTA LAUT YANG TERLUPAKAN


"Kalau ditanya kepada anak-anak, siapa tokoh yang kini populer di mata mereka selain Harry Potter " Maka jawabnya adalah Nemo, si ikan badut mungil dalam film Finding Nemo, sebuah film menarik tentang kisah biota bawah laut. Film animasi Walt Disney tersebut cukup sukses, membuat para orang tua ikut mengantre tiket di sejumlah loket bioskop kelas atas saat ini.
Panjangnya antrean loket itu membuktikan bahwa anak-anak sangat tertarik pada petualangan bawah laut yang sarat dengan aneka spesies ikan dan tanaman lucu-lucu. Sayangnya, kalau sampai ekosistem laut ini hilang, maka pemandangan indah laut hanya bisa dinikmati dalam film semata.
Ekosistem laut Indonesia sekarang terancam rusak. Sebut saja terumbu karang Indonesia seluas 50.000 kilometer persegi yang hanya tujuh persen saja dalam kondisi sangat baik dan 33 persen baik (Data Kementerian Lingkungan Hidup - red). Atau mangrove Indonesia yang hanya 32 persen saja dalam keadaan baik.

Di antara kedua ekosistem laut tersebut ada lagi jenis ekosistem lain yang jarang disinggung, yakni lamun atau tumbuhan air berbunga (Spermatophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut. "Tumbuhan ini sangat berperan dalam penyediaan makanan bagi biota laut karena mereka melakukan detritus atau pelapukan daun laum yang merupakan makanan utama fauna laut, " ujar Dr. Ir. Ono Kurnaen Sumadhiharga, MSc, Ahli Peneliti Utama Bidang Biologi Laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada pers dalam sebuah diskusi mengenai fungsi lamun di Jakarta, Senin (30/6).
Selain itu, lamun menjadi semacam rumah bagi ikan kecil-kecil seperti kuda laut serta "pengiring " terumbu karang dan mangrove. Tanpa kehadiran lamun maka baik terumbu karang, mangrove dan ikan lain akan sulit untuk bertahan.
Salah Istilah
Ono menambahkan, sejak dulu baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) lebih banyak mengkampanyekan konservasi terumbu karang dan mangrove, sedangkan lamun terlupakan. Padahal kondisi padang lamun tak kalah mengenaskan. Dari seluruh lautan Indonesia terdapat sekitar 75-90 persen lamun yang rusak, terutama di daerah pelabuhan.
Menurut Ono, padang lamun sangat sensitif terhadap gangguan aktivitas manusia. Ekosistem ini akan cepat hancur dan mati begitu terkena limbah minyak, tertabrak oleh kapal yang melaut di luar jalur, juga bom untuk menangkap ikan. Dari sekian luas laut Indonesia, hanya padang lamun di wilayah timur saja seperti Maluku, Seram, Sangihe yang masih dalam kondisi baik.
Padang lamun juga sering menjadi korban eksplorasi laut yang kini mulai marak dilakukan pemerintah dan industri. Sayangnya justru ekplorasi laut ini kerap salah kaprah dengan pengerukan biota laut tanpa kontrol. Mangrove dan padang lamun sering dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan lahan pantai guna peruntukan lain. Subagjo Soemodhihardjo, Ketua Indonesian Seagrass Comitee (ISC) menyontohkan kawasan pesisir Teluk Banten yang mengalami reklamasi padang lamun sekitar 30 persen untuk pemukiman mewah, perhotelan dan wisata bahari.
Manfaat dari padang lamun sendiri kurang dikenal oleh publik. Kebanyakan orang hanya mengenal rumput laut sebagai bahan dasar agar-agar. Lamun sendiri yang dalam bahasa Inggris disebut seagrass sesungguhnya bukanlah rumput laut . "Rumput laut kelompok agar-agar dalam bahasa Inggris disebut seaweed, yang secara harfiah berarti gulma laut. Telah terjadi kerancuan penggunaan istilah, baik Indonesia maupun Inggris, " ujar Subagjo dalam kesempatan serupa.
Lamun memiliki batang, akar, daun, bunga dan buah dan dilengkapi dengan hijau daun untuk proses fotosintesis. Agar proses fotosintesis berjalan optimal, lamun perlu sinar matahari cukup. Maka lamun akan tumbuh baik di perairan dangkal berair jernih, hingga kedalaman sekitar 40 meter. Tak heran kadang padang lamun kerap menjadi indikator air laut yang jernih. Kian kotor air laut itu, kian sedikit pula lamun yang tumbuh, berarti kian sedikit pula ekosistem laut yang tergolong sehat.
Fungsi Lamun
Secara fisik, padang lamun berperan sebagai stabilisator sedimen di dasar perairan dan pelindung pantai dari gempuran ombak dan arus. Dari segi ekologi, padang lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik, habitat berbagai satwa laut, sebagai subtrat bagi banyak biota penempel serta sebagai daerah asuhan bagi larva ikan dan biota lain. "Banyak jenis ikan karang dan biota lain yang larvanya dibesarkan di padang lamun, " tutur Subagjo.
Selain menyediakan tempat berlindung, padang lamun juga menyediakan makanan bagi larva-larva tersebut. Yang paling menonjol di antara fungsi tersebut adalah perannya sebagai penghasil bahan organik yang mampu menghidupi biota lain seperti ikan duyung dan penyu hijau, satwa langka yang dilindungi undang-undang.
Masyarakat pesisir sudah cukup mengenal lamun secara tradisional. Biasanya mereka menganyamnya menjadi keranjang, dibakar untuk menghasilkan garam dan soda, pengisi kasur, atap rumbai, bahan pelapis, kompos, pengganti benang atau cerutu.
Di dunia, ada lebih dari 50 spesies lamun, sedangkan di Indonesia sendiri ada 12 jenis yang dapat dijumpai dalam skala besar dan menutupi dasar perairan yang luas membentuk padang lamun alias seagrass bed. Jenis tersebut antara lain Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halophila spinulosa. Kesemuanya tersebar di sebagian besar pantai dunia engan habitat daerah sungai berkadar garam tinggi, daerah yang selalu mendapat genangan air pada saat air surut, perairan dengan cahaya martahari yang dapat menembus dasar, atau dasar lumpur, pasir dan karang. Tanaman laut ini mudah terancam musnah akibat adanya badai, tsunami, gempa bumi, gunung meletus serta kegiatan manusia seperti bom, limbah industri, pembuangan minyak, limbah air panas, reklamasi dan sejenisnya.
Kerusakan ekosistem lamun di seantero Indonesia tak bisa dipandang enteng. Ono menuturkan, dari 8.449 jenis biota laut di perairan Indonesia kini tinggal tersisa setengahnya saja. Dan kalau dibiarkan bukan tak mungkin ekosistem laut bisa punah. Maka itu ia selaku peneliti di LIPI bersama sejumlah LSM seperti Coral Reef Rehabilitation and Management Project (COREMAP) dan ISC menyerukan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk segera menetapkan aturan demi merehabilitasi kondisi lamun yang rusak. Di samping itu, kesadaran masyarakat dan industri perlu juga dibangkitkan agar tidak semena-mena melakukan eksploitasi kekayaan laut tanpa kontrol. "Penanaman kembali lamun ini cukup mudah. Mereka akan cepat tumbuh kembali kalau ditanam. Tapi masalahnya, apakah setelah ditanam tidak akan ada lagi perusakan terhadapnya, " demikian Ono.(mer)
Sumber : Sinar Harapan (2 Juli 2003)
http://lipi.go.id/berita/lamun-pelindung-biota-laut-yang-terlupakan/103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar