Mengeja
baris demi baris yang tertulis di rubrik muda Majalah Annida Akhir Oktober 2002
(Gatot Wahyudi: Pemenang I Remaja Berprestasi Annida 2002), airmata meleleh di
pipi. Haru dan kagum padanya sekaligus juga malu pada diri sendiri. Haru dan
kagum atas ketegarannya, malu karena sering merasa menjadi orang paling merana
di dunia. Saat yang sama, semangat pun terbangun, untuk meneladaninya.
Laki-laki muda dengan segudang prestasi di tingkat lokal maupun nasional itu ternyata hidup serba berkekurangan. Terlahir dari keluarga sangat sederhana. Bahkan sempat menggelandang bersama sang bapak ketika usianya masih sangat belia: 3 tahun. Sewaktu SMU, ia dua tahun tidur di sekolah demi mengirit ongkos perjalanan, karena jarak rumah dan sekolah lebih dari 20 km sedang alat transportasi tiada. Terbiasa puasa senin kamis, saat kuliah memilih puasa daud demi menghemat biaya makan namun tetap bisa makan teratur. Pernah 21 hari tak makan nasi, karena duit di kantong sudah sangat menipis.