Terlepas dari usia Bumi dan bencana alam,
ada beberapa teori yang berkembang mengenai kepunahan manusia. Namun semua
teori menyebutkan kepunahan manusia terjadi secara bertahap, tidak sekaligus. Pada
masa mendatang, bukannya tak mungkin manusia akan meninggalkan Bumi dan menduduki
planet lain untuk menyelamatkan diri dari perubahan iklim dan pemanasan global.
Jika tak lagi ada manusia di Bumi, area
yang diperhatikan lebih dulu adalah perkotaan. Mengutip Live Science, Senin
(17/8/2020), perubahan paling dramatis akan terjadi di sini. Hujan
terus-menerus akan membanjiri terowongan-terowongan kereta bawah tanah. Diperkirakan,
butuh waktu sekitar 36 jam untuk stasiun dan terowongan kereta bawah tanah
tenggelam secara penuh.
Kemudian, pusat-pusat nuklir dan minyak
bumi yang terbengkalai akan meledak dan menimbulkan radiasi. Beberapa jenis
limbah minyak bumi dan industri disebut tidak akan bisa terurai hingga akhir
usia Bumi. Sementara itu, bekas sampah plastik yang ditinggalkan tidak akan
terurai dalam waktu ribuan tahun.
Usai beberapa kali musim dingin, tanpa
adanya pembersihan es yang biasa dilakukan oleh manusia secara teratur, trotoar
dan jalan perlahan akan retak dan menyediakan relung untuk tumbuhnya
benih-benih baru yang dibawa oleh burung dan angin.
Jembatan juga akan bernasib sama. Tumbuhan
liar akan merambati pondasinya dan dalam waktu beberapa ratus tahun, jembatan
akan tertutup sepenuhnya oleh beberapa tumbuhan liar. Para ilmuwan
memperkirakan jalanan akan berubah menjadi padang rumput kecil, dan hutan akan
tumbuh dalam waktu 500 tahun.
Dengan semua habitat baru tersebut, alam
akan mengambil alih perkotaan yang dulu disebut sebagai concrete jungle menjadi
padang rumput, semak belukar, dan pepohonan yang lebat. Setiap musim gugur,
daun dan ranting akan berguguran, menjadi makanan sempurna untuk kebakaran yang
dipacu oleh ganasnya petir. Bangunan itu
sendiri akan mengalami kerusakan berat akibat erosi dan kebakaran. Pondasi yang
pertama kali roboh adalah kaca, kemudian struktur logam akan mulai berkarat.
Kebangkitan fauna
Berangkat dari perubahan vegetasi
perkotaan, populasi serangga akan meningkat drastis. Para ilmuwan menyebutkan
bahwa inilah awal dari kebangkitan fauna apabila manusia punah suatu hari
nanti. Begitu populasi serangga memulih,
tanaman akan berkembang dengan lebih baik. Tumbuhan, tanah, saluran air dan
lautan akan pulih bebas dari bahan kimia yang mencemari ekosistem saat ini.
Hal itu kemudian mendorong lebih banyak
satwa liar untuk pindah dan menetap di suatu tempat. Transisi ini juga akan
memicu peningkatan keanekaragaman hayati dalam skala global. Para peneliti yang
sebelumnya memodelkan keanekaragaman megafauna, seperti singa, gajah, harimau,
badak, dan beruang di Bumi telah mengungkapkan bahwa dulu dunia sangat kaya
akan spesies ini.
Namun hal itu berubah ketika manusia mulai
invasi ke berbagai wilayah Bumi, berburu dan menyerang habitat mereka. “Di
Australia, terjadi peningkatan kepunahan hampir 60.000 tahun yang lalu. Di
Amerika Utara dan Selatan, peningkatan terlihat sekitar 15.000 tahun lalu.
Sementara itu di Madagaskar dan Kepulauan Karibia, peningkatan drastis terlihat
beberapa ribu tahun lalu,” tutur Soren Faurby, dosen makroekologi dan
makroevolusi dari Universitas Gothenberg di Swedia.
Tanpa manusia yang menyebar ke berbagai
penjuru Bumi, seluruh planet bisa dipenuhi oleh beragam spesies layaknya Taman
Nasional Serengeti di Afrika Timur. Penelitian
juga mengungkapkan, jika tidak ada dampak kehidupan manusia, Amerika Serikat
bagian tengah dan sebagian Amerika Selatan akan menjadi tempat yang paling kaya
akan megafauna di Bumi.
Hewan seperti gajah akan menjadi
pemandangan umum di Kepulauan Mediterania. Bahkan, akan ada badak di sebagian
besar Eropa bagian utara. “Pada
dasarnya, jika tidak ada dampak manusia, seluruh dunia akan menjadi satu hutan
belantara yang besar,” tutur Jens-Christian Svenning, profesor makroekologi dan
biogeografi di Aarhus University, Denmark.
Dampak perubahan
iklim
Meski satu Bumi menjadi hutan belantara
yang besar, ada satu dampak yang tak bisa dihilangkan akibat aktivitas manusia:
perubahan iklim. Misal, ketika ada
ledakan dari pabrik nuklir atau gas bumi, karbondioksida dalam jumlah melimpah
akan menguap ke atmosfer. Meski karbondioksida akan diserap oleh samudera dan
lautan, namun ada batasan agar lautan tersebut tidak menjadi terlalu asam.
Apabila jumlah karbondioksida terlalu
besar, maka tanpa ada manusia pun, biota lautan akan terancam. Saat ini saja,
tingkat karbondioksida pada atmosfer Bumi sudah membutuhkan ribuan tahun untuk
dihilangkan sepenuhnya. Cairnya lapisan es di kutub akan melepas lebih banyak
lagi gas rumah kaca.
Namun para peneliti mengambil contoh
periode Jurrasic, di mana jumlah karbondioksida di atmosfer lima kali lebih
banyak dari saat ini. Tingkat keasaman laut meningkat drastis, namun tetap akan
ada spesies yang bertahan. Akan tetap ada spesies yang terus berevolusi dan
menjadi bagian dari Bumi.
“Meski iklim ekstrem berpotensi muncul,
alam selalu menemukan jalan. Bila suatu hari akan ada dunia tanpa manusia,
tetap tidak akan menghentikan apa yang tersisa dari planet ini untuk terus
berjuang,” tutur para peneliti.
(Sri Anindiati Nursastri)
Sumber
Live Science
Artikel
ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa yang Terjadi pada Bumi
jika Manusia Punah?", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/17/190200023/apa-yang-terjadi-pada-bumi-jika-manusia-punah-?page=all.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar