Jika
rumah menjadi sebaik-baik tempat menenangkan fisik, meneduhkan hati, maka
sejauh apa pun kaki melangkah, rumah juga yang menjadi tempat paling
dirindukan. Jika rumah bukanlah soal bangunannya yang kokoh, tetapi tempat
kebaikan bersemi dan ketenteraman hati diraih, maka hiburan terbaik bagi jiwa
yang penat adalah rumahnya sendiri. Ini rumah dalam makna maskan yang shalih.
Ada
banyak paradoks. Betapa sering kita menjumpai orang yang sangat jarang di
rumah, sebelum Subuh sudah ia tinggalkan untuk kerja dan malam baru tiba,
tetapi saat libur tiba justru ia tinggalkan untuk mencari ketenangan,
memperoleh hiburan. Demi meraih ketenangan itu, ia rela berpayah-payah menempuh
kemacetan yang menegangkan. Hanya sesaat istirahat, esok atau lusa harus segera
kembali bergulat dengan kemacetan agar dapat segera tiba di rumah. Kenapa? Esok
Subuh harus kembali berangkat kerja.