Di Sulawesi, burung berbiak hampir
sepanjang tahun, hal ini berkaitan karena variasi iklim kawasan tropika jauh
lebih sedikit dibanding kawasan beriklim sedang, tetapi puncak berbiak umumnya
pada waktu-waktu tertentu, berkaitan ketersediaan banyaknya makanan. Tapi
walaupun demikian cuaca musiman di Sulawesi sangat berpengaruh terhadap
perkembangbiakan burung. Kawasan utara, antara Ogoamas hingga Buol, bagian tengah
Sulawesi mendapatkan curah hujan yang
tinggi akan berbeda musim berbiak burung dengan kawasan utara timur laut, Luwuk
dan sekitarnya, Kepulauan Banggai-Sula, barat daya, tenggara, pantai selatan
utara dan pantai timur leher Sulawesi (antara Gorontalo - Parigi) yang mendapat
curah hutan lebih sedikit. Di Jawa, musim berkembang biak bagian timur yang
lebih kering satu atau dua bulan lebih cepat dari Jawa Barat yang memiliki
curah hujan lebih banyak.
Burung air membuat sarang pada vegetasi
rawa (terutama vegetasi di atas air), akan membuat sarang pada akhir musim
hujan, dimana permukaan air mencapai pasang tertinggi, untuk menjaga agar
sarangnya tidak tergenangi air. Galliralus
philippensis sering membuat sarang pada vegetasi padi saat rumpun padi
sudah lebat (berumur satu bulan) bertepatan batas tertinggi permukaan air, saat
telur menetas tersedia sumber makanan melimpah (buah padi dan serangga) bagi
anak-anaknya. Di Jawa burung pemakan serangga dan pemakan buah di dataran
rendah cenderung berbiak pada musim hujan ketika produktifitas tumbuhan
tertinggi dan serangga melimpah. Burung pelatuk
berbiak pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau, berkaitan dengan
melimpahnya rayap dan kumbang sebagai sumber makanan utama. Burung yang hidup
ditempat terbuka (semak dan padang rumput) umumnya berbiak pada akhir musim
hujan. Burung di pegunungan umumnya sedikit dipengaruhi musim, puncak berbiak
terjadi pada awal dan akhir musim hujan.