Suatu ketika
Ibnu Mubarak hendak menjalankan ibadah haji. Semua perbekalan telah lama ia
kumpulkan sampai benar-benar siap berangkat.
Belum lama
beranjak dari kampungnya, ia menyaksikan sesuatu yang menarik perhatian.
Seorang wanita renta sedang mengais-ngais di tempat sampah, mengambil sesuatu,
lalu memasaknya.
Ketika
ditanya apa yang ia masak, wanita tersebut menjawab, “Ini haram bagimu, tapi
halal bagiku.”
Setelah diselidiki, makanan tersebut ternyata bangkai seekor ayam. Ia terpaksa
memasaknya karena keadaan darurat. Ia sudah tiga hari tidak makan. Melihat
keadaan tersebut, Ibnu Mubarak langsung menggagalkan niat berangkat ke Makkah.
Ia serahkan seluruh perbekalannya kepada sang nenek.
Beberapa
waktu setelah kejadian itu, suatu malam, Ibnu Mubarak dikejutkan oleh datangnya
mimpi, seseorang datang dan berkata, “Hajjan mabruran, wa sa’yan masykuran, wa
dzanban maghfuran (hajimu mabrur, sa’imu diterima, dan dosamu diampuni).”
Muslim
Hakiki
Muslim yang
hakiki, hatinya akan gelisah saat menyaksikan orang lain susah. Ia tidak akan
tenang jika mendiamkannya. Tangannya “gatal” untuk segera memberi pertolongan. Muslim yang
baik tak mungkin bersikap egois, hanya mementingkan dirinya sendiri. Jika dia
mendapatkan kebahagiaan, ia ingin membaginya. Ia tidak ingin senang sendiri. Ia
bahagia ketika orang lain bahagia. Ia senang ketika orang lain senang. Demikian
juga sebaliknya.
Ibnu Abbas
adalah sosok Sahabat yang mewakili hal tersebut. Suatu ketika ia berkata, “Ada
tiga karakteristik dari diriku. Pertama, setiap kali hujan mengguyur bumi, aku
pasti memuji Allah dan aku merasa senang karenanya, meskipun aku tidak punya
hewan ternak yang kehausan. Kedua, setiap kali aku mendengar ada seorang hakim
yang adil, aku pasti mendoakan kebaikan untuknya sekalipun aku tidak punya
perkara yang akan diputuskannya. Ketiga, setiap kali aku memahami maksud satu
ayat dalam al-Qur`an, aku selalu ingin orang lain juga memahaminya sebagaimana
aku memahaminya.”
Itulah
sebabnya Rasulullah SAW memotivasi kita dengan ucapan, ”Pertolonganmu terhadap
orang lemah adalah sedekah yang paling afdhal,” (Riwayat Ibnu Abid-Dunya).
Tentu saja
Rasulullah SAW bukan sekadar bersabda. Dalam kesehariannya beliau adalah sosok
pemimpin yang sangat peka dan peduli.
Suatu hari
Rasulullah SAW melihat seorang pemuda yang murung dan tak bergairah. Beliau
segera menyapanya dengan lembut, “Apa gerangan yang menjadikanmu murung,
langkahmu lunglai, dan semangat hidupmu sirna, wahai pemuda?” Setelah
mendapat jawaban dari pemuda tersebut, beliau pun mengajarkan sebuah doa yang
jika diamalkan akan menyelesaikan banyak masalah.
“Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (hal yang) menyedihkan dan
menyusahkan, lemah, dan malas, bakhil dan penakut, terlilit hutang dan
kesewenang-wenangan orang.” (Riwayat Bukhari 7/158).
Banyak orang
yang datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan putus asa. Setelah bertemu
dengan beliau, tak lama kemudian wajah mereka berubah menjadi optimis. Tadinya
duka menjadi suka, murung menjadi ceria.
Semua orang
yang datang kepada beliau selalu dilayani, dihormati, dan diberi perhatian yang
baik. Tak segan-segan beliau menawarkan solusi, motivasi, harapan, dan
pemecahan masalah yang kongkrit, sederhana, dan bisa dikerjakan.
Pada
kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda, ”Siapa yang menyelamatkan orang
dari kesusahan, maka Allah akan menyelamatkannya dari kesusahan pada hari
kiamat,” (Riwayat Ahmad).
Ketika
seorang wanita datang dan minta diceraikan dari suaminya, Rasulullah SAW
memanggil sang suami. Setelah melihat sang suami, beliau menasehatinya agar
mandi, menggosok gigi, memakai pakaian yang rapi, menyisir rambut, dan tak lupa
memakai parfum. Beliau
melihat pokok masalahnya ada pada sang suami yang berpenampilan kusam, jorok,
dan tak menggairahkan. Setelah suaminya berganti penampilan, sang istri pun
mengurungkan niatnya untuk minta cerai.
Pengusir
Duka dan Masalah
Berbuat baik
dan menebar kebajikan kepada orang lain merupakan hal penting dalam mengusir
kedukaan dan melenyapkan kesedihan. Pengaruh positif dari perbuatan baik dan
usaha menebarkan kebaikan itu tidak saja berdampak kepada orang lain, tetapi
akan kembali kepada pelakunya.
Pengaruh
yang paling nyata adalah lenyapnya kesedihan dan kedukaan. Rasulullah SAW dalam
sebuah Hadits bersabda, ”Berbuat baik akan menghindarkan seseorang dari
keburukan dan kehancuran yang membinasakan. Orang yang selalu berbuat baik di
dunia adalah orang yang baik di akhirat.” (Riwayat Hakim)
Kalau
berbuat baik kepada manusia merupakan keutamaan, lalu bagaimana jika berbuat
baik kepada sesama Muslim? Persaudaraan
sesama Muslim dalam satu akidah merupakan ikatan persaudaraan yang lebih kuat
dibanding ikatan darah, apalagi ikatan kepentingan. Persaudaraan ini akan
menumbuhkan cinta, kasih sayang, saling menolong, saling memberi, dan saling
menolak kejahatan.
Dalam sebuah
Hadits, Rasulullah SAW berkata ”Allah selalu menolong orang selama orang itu
selalu menolong saudaranya (sesama Muslim),” (Riwayat Ahmad).
Jika kita
dapati ada seorang Muslim kelaparan, kewajiban kita memberi makanan dan
mendermakan sebagian dari harta yang kita miliki. Jika kita
mendapati saudara kita terkena PHK, kita wajib memberinya pekerjaan, minimal
ikut serta mencarikan dan membantunya mendapatkan pekerjaan baru. Demikian
juga ketika kita mendapati saudara sesama Muslim dizalimi, tugas kita
menghilangkan kezaliman tersebut dengan berbagai cara. Setidak-tidaknya kita
ikut menghiburnya, memberi harapan, memotivasi, dan menasehatkan kesabaran
kepadanya. Membiarkan saudara sesama Muslim dizalimi merupakan pengingkaran
terhadap nilai persaudaraan dan keimanan.
Hal yang
sama, ketika kita mendapati saudara sesama Muslim yang sakit, maka kewajiban
kita untuk membawanya ke dokter, merawat, dan mengobatinya, atau setidaknya
menjenguk dan mendoakannya.
Intinya, setiap kita mendapati saudara sesama Muslim tertimpa musibah, adalah
kewajiban kita untuk menghilangkan musibah itu, minimal meringankan
penderitaannya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kedukaan
seorang Muslim, maka Allah akan menghilangkan kedukaan dari kedukaan-kedukaan
di hari kiamat darinya.” (Riwayat Bukhari)
Berbagilah,
Berbahagialah!
Lahan
beramal shaleh kini terhampar di depan kita. Alangkah banyaknya saudara kita
yang bermasalah, mulai dari masalah pribadi, keluarga, hingga masalah sosial
kemasyarakatan. Dari masalah ekonomi hingga masalah negara. Semua menjadi lahan
kita untuk ikut serta memecahkannya.
Akhirnya,
kita akan menjadi kuat bukan karena kita tidak pernah menghadapi masalah. Justru
sebaliknya, kita akan menjadi kuat jika kita sering menolong orang lain
mengatasi masalahnya.
Dengan cara
itu, kita akan banyak mendapatkan teman dan saudara, dan mereka akan menjadi
aset yang sangat berharga.
Rasulullah
SAW bersabda, ”Seorang menjadi kuat karena banyak kawannya,” (Riwayat Ibnu
Abid-Dunya).
Kesimpulannya, segala kebaikan akan berdampak positif kepada diri kita sendiri.
Berbuat baik kepada orang lain, sama halnya dengan berbuat baik kepada diri
sendiri. Menolong orang lain sama dengan menolong diri sendiri. Membantu orang
lain menyelesaikan masalah sama halnya dengan menyelesaikan masalah kita
sendiri.
Karena itu,
jika mau ditolong maka tolonglah orang lain. Jika ingin berada dalam kebaikan
maka berbuat baiklah kepada orang lain. Jika ingin bebas dari masalah maka
bantulah orang lain membebaskan diri dari masalah.
Rasulullah SAW bersabda, ”Siapa yang mempermudah
urusan orang lain, maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat.
(Riwayat Muslim) SUARA HIDAYATULLAH DESEMBER 2011