Seorang penjaga menara pantai bekerja di
sepanjang pantai berbatu karang. Setiap bulan ia mendapat pasokan minyak untuk
menyalakan lampu menara agar kapal-kapal tidak mendekati pantai berkarang
tersebut.
Karena ia berada tidak terlalu jauh dari
pantai, orang-orang sering mengunjunginya.
Di suatu malam, seorang wanita dari kampung
sebelah datang meminta sedikit minyak untuk keperluan keluarganya. Tidak lama
setelah itu seorang bapak mendatanginya dan meminta sedikit minyak darinya
untuk menyalakan lenteranya. Kemudian datang lagi seorang lelaki meminta
sedikit minyak untuk meminyaki roda sepedanya. Demikianlah setiap permintaan
selalu dipenuhi sehingga persediaan minyak di akhir bulan tidak mencukupi kebutuhan.
Tiba-tiba lampu menara padam hingga di malam itu banyak kapal hancur nenabrak
karang dan memakan banyak korban.
Ketika diinvestigasi, sang penjaga menara
merasa sangat menyesal atas peristiwa yang terjadi. Sekalipun berkali-kali sang
penjaga pantai meminta maaf tetapi selalu diingatkan: "Kami beri kamu
minyak untuk menjaga agar lampu menara tetap menyala, bukan untuk dibagikan
kepada orang-orang".
Pesan: Di dalam setiap aspek kehidupan
selalu ada "garis merah" (red line) yang tidak boleh dilanggar, demi
tegaknya kemaslahatan besar dan tegaknya nilai-nilai utama yang terkait aspek
tersebut. Sekalipun demikian, ruang toleransi yang ada selalu lebih luas
dibanding "garis merah" yang ditetapkan.
Di dalam kehidupan demokrasi, demontrasi
dibolehkan tetapi ada "garis merah" yang tidak boleh dilanggar yaitu
melakukan demo di dalam kawasan istana negara. Semua mematuhinya dan tidak ada
yang mengatakan negara intoleran.
Di dunia pendidikan, orang tua tidak
mengijinkan anak kecilnya merokok, demi tegaknya kemaslahatan anak. Dan tidak
ada yang mengatakan orang tua intoleran.
Demikian pula dalam kehidupan antar umat
beragama.
Sesungguhnya ajaran Islam tentang toleransi
sangat luas dan sempurna. Jika diterapkan dengan benar sudah cukup menunjukkan
dan membuktikan betapa toleransinya kaum muslimin. Sehingga tidak perlu
melakukan toleransi tidak pada tempatnya.
Islam tidak melarang kaum muslimin berbuat
baik dan berlaku adil kepada non muslim (al-Mumtahanah: 88). Islam melarang
berbuat zalim kepada siapa pun (al-Maidah: 8). Islam melarang penguasa muslim
memaksa seseorang untuk masuk Islam (al-Baqarah:256).
Dalam hubungan sosial, Islam tidak melarang
kaum muslimin memberikan bantuan kepada non muslim, apalagi di saat bencana.
Nabi saw pernah memberikan sekantong gandum
kepada kaum musyrik Mekah ketika musim paceklik dan mengirim limaratus dinar.
Beliau menyuruh bantuan itu diserahkan kepada Abu Sufyan dan Shafwan bin
Umaiyah. Abu Sufyan menerima namun Shafwan menolak.
Nabi saw juga pernah membesuk seorang anak
Yahudi yang sakit (Musnad Ahmad 13977). Nabi saw juga menerima hadiah dari
orang-orang musyrik dan menghadiahkan sesuatu kepada mereka (lihat riwayat
Bukhari bab _al-hibah lil musyrikin_).Dan masih banyak lagi ajaran toleransi
dalam Islam terkait hubungan sosial.
Tetapi sangat disayangkan ada sebagian
muslim yang memberikan toleransi tidak pada tempatnya, dengan misalnya
menghadiri acara natalan atau misa di gereja, mengucapkan selamat natal tanpa
darurat apa pun, memilih pemimpin non muslim, mengatakan jihad qital dalam
Islam sudah tidak relevan, menikahkan anak putrinya dengan non muslim,
mendukung perjudian dan pernikahan sesama jenis, dengan alasan toleransi.
Padahal ini semua termasuk toleransi tidak pada tempatnya. Toleransi tidak pada
tempatnya bisa membahayakan kapal umat Islam, khususnya bagi kalangan awam.
Jika seorang muslim tidak mengucapkan
selamat natal, itu tidak berarti dia tidak toleran, karena toleransi ada
tempatnya sendiri.
Tindakan toleransi tidak pada tempatnya
biasanya dilakukan oleh seorang muslim karena kebodohan, atau karena mengalami
kekalahan mental (hazimah dakhiliyah) hingga merasa minder di hadapan orang
lain lalu kehilangan jati diri sebagai muslim, atau karena lemah iman hingga
tidak berani bersikap tegas. Padahal sikap tegas di sini tidak bertentangan
dengan ajaran toleransi Islam. Karena ketegasan ada tempatnya (baca surat
al-Kafirun) sebagaimana toleransi juga ada tempatnya sendiri.
Aunur
Rafiq Saleh Tamhid Lc.
Sumber:
https://web.facebook.com/satriahadi.lubis.3/posts/2504343753186272
Tidak ada komentar:
Posting Komentar