Kalau benar
hati sang raja. Putera mahkotanya ternyata seorang pemuda pemalas. Apatis.
Talenta raja-raja tidak terlihat dalam pribadinya. Suatu saat sang raja
menemukan cara mengubah pribadi puteranya: the power of love.
Sang raja
mendatangkan gadis-gadis cantik ke istananya. Istana pun seketika berubah jadi
taman: semua bunga mekar di sana. Dan terjadilah itu. Sesuatu yang memang ia
harapkan: puteranya jatuh cinta pada salah seorang di antara mereka. Tapi
kepada gadis itu raja berpesan, "Kalau puteranya menyatakan cinta padamu,
bilang padanya, "Aku tidak cocok untukmu. Aku hanya cocok untuk raja atau
seseorang yang berbakat jadi raja".
Benar saja.
Putera mahkota itu seketika tertantang. Maka ia pun belajar. Ia mempelajari
segala hal yang harus diketahui seorang raja. Ia melatih dirinya untuk menjadi
raja. Dan seketika talenta raja-raja meledak dalam dirinya. Ia bisa, ternyata!
Tapi karena cinta!
Cinta telah
bekerja dalam jiwa anak muda itu secara sempurna. Selalu begitu: menggali tanah
jiwa manusia, sampai dalam, dan terus ke dalam, sampai bertemu mata air
keluhurannya. Maka meledaklah potensi kebaikan dan keluhuran dalam dirinya. Dan
mengalirlah dari mata air keluhuran itu sungai-sungai kebaikan kepada semua
yang ada disekelilingnya. Deras. Sederas arus sungai yang membanjir, deras
mendesak menuju muara. Cinta menciptakan perbaikan watak dan penghalusan jiwa.
Cinta memanusiakan manusia dan mendorong kita memperlakukan manusia dengan etika
kemanusiaan yang tinggi.
Jatuh cinta
adalah peristiwa paling penting dalam sejarah kepribadian kita. Cinta, kata Quddamah, mengubah
seorang pengecut menjadi pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi
rajin, yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut. Kalau cinta kepada
Allah membuat kita mampu memenangkan Allah dalam segala hal, maka cinta kepada
manusia atau hewan atau tumbuhan atau apa saja, mendorong kita mempersembahkan
semua kebaikan yang diperlukan orang atau binatang atau tanaman yang kita
cintai. Jatuh cinta membuat kita mau merendah, tapi sekaligus tertekad penuh untuk
menjadi lebih terhormat.
Cobalah simak
cerita cinta Letnan Jenderal Purnawirawan Yunus Yosfiah, yang suatu saat ia
tuturkan pada saya dan beberapa kawan lain. Ketika calon istrinya menyatakan
bersedia berhijrah dari Katolik menuju Islam, ia tergetar hebat. "Kalau
cinta telah mengantar hidayah pada calon istrinya," katanya membatin,
"seharusnya atas nama cinta ia mempersembahkan sesuatu yang istimewa
padanya." Ia sedang bertugas di Timor Timur saat itu. Maka ia berjanji,
"Besok aku akan berangkat untuk sebuah operasi. Aku berharap bisa
mempersembahkan kepada dedengkot Fretelin untukmu." Tiga hari kemudian,
janji itu ia bayar lunas!
Gampang
saja memahaminya. Keluhuran selalu lahir dari mata air cinta. Sebab,
"cinta adalah gerak jiwa sang pencinta kepada yang dicintainya," kata
Ibnul Qoyyim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar