Lupakan!
Lupakan cinta jiwa yang tidak akan sampai di pelaminan. Tidak ada cinta jiwa
tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis yang tidak berujung dengan
penyatuan fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang
dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab.
Ia
pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam
gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang
perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam
hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan,
ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun
memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.
Disini
ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia. Celakanya, Nasr justru
cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat
mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya
di atas tanah yang lalu dijawab oleh seorang istri. Karena buta huruf, suami
yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu.
Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia
meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia
menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami
perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa
gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung
ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka menderita. Dan
Nasr meninggal setelah itu.
Itu
derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh dilahan yang salah. Tragis memang.
Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan penderitaan
hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu akan menjadi penyakit. Sebab
cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin intens
sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling tersambung. Maka ketika sentuhan
fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.
Itu
sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju pelaminan. Semua ditata
sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan, pelamaran, hingga, hingga
mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi cinta dari
jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin halangannya bukan
tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang
misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat
untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh.
Apapun
situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup, semua cinta yang ini
harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di
singgasana pelaminan (Anis Matta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar