Kemacetan lalu lintas rupanya tidak hanya
membuat pusing manusia, hewan pun turut terkena dampaknya. Sebuah penelitian
dari Max Planck Institute for Ornithology, Jerman dan North Dakota State
University, AS, menemukan bahwa polusi suara yang disebabkan oleh kemacetan lalu
lintas dapat menyebabkan binatang menjadi lebih cepat mengalami penuaan dini.
Temuan ini dihasilkan lewat pengamatan
terhadap 263 ekor burung zebra finch (Taeniopygia
guttata), burung yang banyak ditemukan di kawasan Australia, Indonesia, dan
Timor Leste. Hasil analisis memperlihatkan, burung zebra finch yang sering
terpapar suara bising lalu lintas terbukti memiliki telomer yang cepat menciut.
Telomer adalah bagian paling ujung dari untai DNA yang memproteksi gen dari
kerusakan. Telomer yang memendek menandakan adanya percepatan penuaan biologis.
Burung zebra finch yang terpapar suara
bising lalu lintas setelah meninggalkan sarangnya memiliki telomer yang lebih
pendek dibandingkan burung yang baru terpapar suara bising 18 hari setelah
menetas. Selisih perpendekan telomernya mencapai 120 hari dibandingkan burung
yang belum terpapar suara bising sama sekali.
18-120 hari setelah menetas merupakan masa
penting bagi burung zebra finch, karena dalam tahapan ini mereka mulai belajar
berkicau, membuat burung yang pertama kali ditemukan di Australia pada tahun
1801 itu lebih sensitif terhadap suara. Hal ini berbeda ketika burung masih
berada di dalam sarang, dimana burung zebra finch masih belum peka terhadap
kondisi sekelilingnya.
"Penelitian kami membuktikan bahwa
hanya polusi suara saja -belum termasuk polusi cahaya atau udara- berpengaruh
terhadap menciutnya telomer dan mempercepat penuaan pada hewan," papar Dr.
Adriana Dorado-Correa, salah satu peneliti dalam riset ini.
"Studi ini menjadi langkah awal dalam
mengidentifikasi mekanisme yang membedakan rentang hidup antara burung yang
tinggal di kawasan urban atau rural," sambungnya, seperti dilansir laman
BioMed Central.
Dalam riset ini, para peneliti menggunakan
rekaman suara kemacetan lalu lintas yang diperdengarkan kepada burung-burung
yang digunakan sebagai bahan eksperimen. Para peneliti kemudian mengumpulkan
sampel darah dari setiap anak burung pada hari ke-21 dan 120 setelah menetas
dari telurnya. Dari hasil uji darah inilah para peneliti dapat mengamati panjangnya
telomer dan efek suara pada hewan sejenis burung pipit itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar