Memang tidak mudah. Sebab tidak
karena kamu mencintai, lalu hendak memberi, atau kamu menebar pesona
kematanganmu melalui itu, maka cintamu berbalas. Fakta itu mungkin pahit. Tapi
begitulah adanya: kadang-kadang kamu harus belajar menepuk angin, bukan tangan
lain yang melahirkan suara cinta.
Sebabnya sederhana saja. Cinta itu
banyak macamnya. Ada cinta misi: cinta yang memang kita rencanakan sejak awal.
Cinta ini lahir dari misi yang suci, didorong oleh emosi kebijakan dan didukung
dengan kemampuan memberi. Misalnya cinta para Nabi kepada umatnya, atau guru
kepada muridnya, atau pemimpin pada rakyatnya, atau ibu kepada anaknya. Jiwamu
dan jiwa orang yang kamu cintai tidak mesti bersatu. Cinta ini sering tidak
berbalas. Bahkan sering berkembang jadi permusuhan. Lihatlah bagaimana
nabi-nabi itu dimusuhi umatnya, atau pemimpin yang baik dibunuh rakyatnya, atau
guru yang dilupakan murid-muridnya.
Inilah cinta yang paling luhur.
Paling suci. Sebagian besar kebaikan yang kita saksikan dalam kehiupan kita,
bahkan dalam sejarah umat manusia, sebenarnya merupakan buah dari cinta yang lain.
Ambilah contoh: 1,3 milyar umat islam saat ini adalah hasil perjuangan
berdarah-darah sang Nabi berserta para sahabat-sahabatnya. Itu cinta misi.
Tapi ada jenis cinta yang lain.
Cinta jiwa. Cinta ini lahir dari kesamaan atau kegenapan watak jiwa. Jiwa yang
sama atau berbeda tapi saling menggenapi biasanya akan saling mencintai. Cinta
ini yang lazim ada dalam hubungan persahabatan dan perkawinan atau keluarga.
Cinta ini mengharuskan adanya respon yang sama: cinta tidak boleh bertepuk
sebelah tangan disini.
Inilah cinta yang paling rumit.
Serumit kimia jiwa manusia. Suatu saat, misalnya, Umar bin Khatab hendak
melamar Ummu Kultsum binti Abu Bakar, adiknya Aisyah ra. Gadis itu sangat belia
dan tumbuh diantara jiwa-jiwa lembut nan penyayang. Aisyah ra jadi gusar.
Wataknya tidak bertemu dengan watak Umar. Tapi siapa berani menolak lamaran
manusia paling shalih dimuka bumi ketika itu? Namun dengan diplomasi yang
sangat halus, melalui kepiawaian Amr bin Ash, Aisyah menolak lamaran itu
sembari menawarkan kepada sang Khalifah menikahi Ummu Kultsum binti Ali bin
Thalib, adik Hasan bin Husain. Kali ini lamarannya diterima: Ali dan Umar
memiliki watak yang sama. “Tidak ada alasan menolak lamaran manusia terbaik
dimuka bumi,” kata Ali ra.
Ada cinta ketiga. Cinta maslahat.
Cinta ini dipertemukan oleh kesamaan kepentingan. Mereka bisa berbeda watak
atau misi. Tapi kepentingan mereka sama maka mereka saling mencintai. Misalnya
hubungan baik yang lazim berkembang didunia bisnis. Suara ramah dari penjawab
telepon, atau senyum manis seorang pramugari, atau layanan sempurna seorang
resepsionis hotel: semua berkembang dari kepentingan tapi efektif menciptakan
kenyamanan jiwa (confortability). Anda adalah bagian dari pekerjaannya. Bukan
jiwanya. Anda adalah kepentingannya. Bukan jiwanya.
Anis Matta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar