“Mencintai dan dicintai adalah sebuah anugerah
terindah bagi makhluk yang bernyawa. Ya Allah, izinkan aku untuk tetap
mencintainya dan menyayanginya hanya karenaMu semata“. Itulah sebuah kutipan
yang tak sengaja aku temukan dari buku baru milik temanku yang tergeletak di
dekat tempat tidurnya.
Memang dunia ini akan terasa indah apabila ada cinta.
Entah itu cinta orangtua kepada anaknya atau sebaliknya, cinta seorang suami
kepada istrinya atau sebaliknya, cinta seorang guru kepada muridnya atau
sebaliknya, bahkan bisa jadi cinta seorang sahabat.
“Sebenarnya aku masih sayang dia ukh, tapi kenapa dia
selalu menyakiti hati ini?” itulah sebuah kalimat yang seminggu lalu aku
lontarkan kepadanya. Dia hanya tersenyum ketika aku menyampaikan uneg-uneg
tentang persahabatanku saat ini yang sedang memudar.
“Anti menyayanginya karena Allah kan?“ Aku
manggut-manggut mengiyakan pertanyaannya. “Trus ngapain anti menangis? kan
sudah jelas bahwa anti menyayangi dan mencintainya bukan karena apa-apa, tapi
semua itu karena Allah”, jelasnya pasti. Aku tertegun mendengar jawaban itu.
Sontak aku ingin berteriak, bodohnya diriku. Tapi....
“Kok anti melamun? nangisnya nggak dilanjutin lagi ta,
hehe...”, ledeknya. Aku pun tersenyum dan segera kuseka airmataku. Aku
dipeluknya erat dan tiba-tiba..., ”Hiks...hiks...hiks”. Segera kulepas pelukannya
dan dengan bingung bercampur heran, aku tatap wajahnya yang basah karena
airmata.
“Anti kenapa, kok menangis? Afwan ya ukh kalo aku
membuatmu sedih” tanyaku. Dia menggelengkan kepala, cepat-cepat dia hapus
airmatanya dan melemparkan senyum kepadaku.
“Ukhtiku yang cantik, aku menangis bukan karena kamu,
tapi aku menangis karena aku teringat dengan sebuah kenangan yang sama
denganmu. Itu semua sudah berlalu, karena aku tahu cintaku kepadanya hanya
karena Allah. Jadi meskipun kita sudah tidak bersama lagi, aku akan tetap
selalu menyelipkan do’a untuknya di setiap sholat malamku. Itulah arti sebuah
ukhuwah uktiku sayang. Kita harus selalu berlapang dada dengan orang-orang yang
kita sayangi, tak peduli mereka sayang dengan kita atau bahkan mereka sangat
membenci kita. Itulah yang membuatku menangis, bukan karena kenangan yang telah
berlalu, tapi karena indahnya mencintai karena Allah dan berlandaskan lapang
dada”. Subhanallah, damai rasanya hati ini ketika mendengar kata-katanya.
Hidup tanpa masalah bagaikan lautan tanpa ikan alias
gak seru, hehe... Sobat, inilah fenomena yang kerap kali menyapa kita. Karena
ini adalah hidup yang harus kita jalani setiap harinya. Rasa sayang dan benci
silih berganti. Namun semua itu bisa kita atasi, asalkan kita memiliki rasa
lapang dada yang luar biasa.
Sobat, kita mesti tahu tingkatan-tingkatan dalam
ukhuwah, di mana salah satu tingkatan tersebut adalah berlapang dada atau salamatusshodr.
Berlapang dada itu sangat mudah kita ucapkan tapi sangatlah sulit kita lakukan.
Tak semua orang yang tersakiti hatinya mampu memerankan sikap lapang dada ini
di dalam dirinya.
Dan tak semua orang yang mempunyai cinta mau memaafkan
dengan ikhlas kesalahan orang yang sangat dicintainya. Terkadang orang yang
telah menyakiti kita telah meminta maaf, tapi ketika kita bertemu dengannya,
tak ada lagi senyum menawan untuknya. Padahal lapang dada ini adalah tingkatan
yang paling rendah dalam ukhuwah. Jika yang paling rendah saja kita tak mampu,
bagaimana bisa kita melakukan tingkatan yang paling tinggi????
Sobat, kita adalah manusia yang selalu diikuti
bayang-bayang khilaf dan dosa. Tidak bisa dipungkiri lagi kalau ada orang yang
menyakiti kita, kita tidak sakit hati. Ini mustahil!!! Dan tidak mungkin juga
cinta kita terhadap seseorang tidak terkikis sedikitpun bilamana orang tersebut
menyinggung perasaan kita. Inilah sifat manusiawi dari seorang makhluk paling
sempurna di dunia ini. Inilah kita!!! Tapi, ada seseorang di jaman Rosul
shallallahu 'alaihi wasallam yang dijamin masuk syurga hanya karena sifat
lapang dada yang dimilikinya.
Dia dijamin masuk syurga bukan karena amalan-amalan
ibadah mahdlah yang dia miliki. Bukan juga karena dia dekat dengan Baginda
Rosul. Tapi dia dijamin masuk syurga karena disetiap dia memejamkan mata di
malam hari, dia selalu memaafkan dengan lapang dada dan penuh keikhlasan semua
kesalahan orang-orang yang dijumpainya dan yang tak dijumpainya sejak dia
membuka mata sampai kembali memejamkan mata. Dan itu tidak dia lakukan sehari
dua hari, tapi itu dia lakukan setiap hari ketika dia hendak memejamkan mata di
malam hari. Luar biasa!
Sobat, saatnya kita mencoba mencintai seseorang tulus
karenaNya. Dan inilah saatnya kita belajar, bagaimana menerapkan dan
mengalirkan sifat salamatusshodr ini dalam diri kita untuk orang-orang
yang kita cintai dan kita sayangi ketika mereka menyentil hati ini. Tetap
berikanlah senyuman terindahmu kepada orang-orang yang telah menyakiti hatimu,
walau itu baru atau sudah kadaluwarsa. Tak ada kata terlambat untuk mencobanya,
Sobat! Karena pintu syurga masih terbuka untukmu...
Wallahu a’lam bisshowab.
[Heny
Rizani]/bersamadakwah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar