Mata
Penglihatan yang baik merupakan
prasyarat lain untuk terbang, selain bulu.
Hampir tidak ada mahluk lain yang mampu menandingi tajamnya penglihatan
burung. Elang bangkai membumbung 1,5 km
di atas bumi sambil mencari bangkai dgn sabar, alap-alap menjelajahi udara di atas
padang rumput untuk mencari tikus, prenjak mengumpulkan telur serangga di bawah
daun dan titihan pecuk mengejar mangsanya di bawah air menggunakan mata yang
jeli.
Mata burung teramat besar menurut ukuran
mamalia. Kornea yang terbuka, berukuran kecil bila dibandingkan dengan bola
mata raksasa yang terletak dalam wadah tulang hampir tak bergerak. Pada sebagian burung sebenarnya mata lebih
besar daripada otak. Mata rajawali atau mata burung hantu sebesar mata manusia,
sedangkan bola mata burung unta bergaris tengah lima cm, hampir sama dengan
garis tengah bola tenis.
Pada sebagian besar burung mata pun
harus mampu menangkap serta bereaksi seketika terhadap benda jauh maupun
dekat. Walet yang sedang mencari makanan
bereaksi dengan kecepatan yang sangat luar biasa terhadap kelebatan serangga yang
melintasi jalannya hanya beberapa centimeter di depannya.
Burung pemangsa matanya lebih bulat atau
hampir berbentuk tabung, namun daerah jangkauannya kurang luas, tetapi jarak penglihatannya
lebih panjang dan lebih mendetail. Diantara jenis-jenis burung yang ada alap-alap
merupakan burung yang penglihatannya
paling tajam.
Burung tidak hanya mampu melihat benda
di kejauhan lebih jelas daripada manusia, melainkan juga melihat dengan lebih
terang dalam jarak yang lebih dekat.
Prenjak yang senantiasa siaga terhadap bahaya jarak jauhnya, dapat
memusatkan matanya seketika pada telur serangga yang terkecil pada jarak 2,5 cm
dari paruhnya. Hal ini dilakukan dengan mengerakkan otot kelopak dengan kuat yang
menekan lensa agak pipih menjadi lebih bulat sehingga memperoleh penglihatan
jarak dekat.
Sebagian besar burung dianugerahi
penglihatan monokuler (sebelah mata) dan binokuler (dua belah mata). Mata burung tidak berada satu bidang di depan
melainkan pada kedua sisi kepala. Hal
ini memberikan kepada kedua belah mata satu medan penglihatan monokuler yang
luas ke samping. Burung sepah putri yang
memiringkan kepala waktu hinggap di perumputan bukan sedang mendengarkan
cacing; melainkan burung itu sedang mengarahkan medan penglihatan yang tertajam
ke sisi tersebut agar dapat menjebaki gerak atau kilatan cacing pada akar
rumput.
Burung juga mempunyai medan penglihatan
binokuler lurus ke depan, tempat kedua medan penglihatan monokuler bertaut hingga
membentuk gambaran tunggal. Burung
trulek yang paruhnya panjang dan berujung lentur, hanya sedikit memerlukan
penglihatan binokuler ke depan sewaktu meraba-raba cacing yang tidak kelihatan.
Ia dapat mengetahui bahaya dari belakang atau dari atas sewaktu paruhnya tercekam tanah. Sebenarnya trulek dapat melihat dari belakang
kepala serta menikmati penglihatan genap 360°.
Demikian pula yang terjadi pada itik
meskipun agaknya pertautan medan binokulernya di belakang lebih sempit.
Mata besar pada burung hantu, yang
terletak di bagian depan mukanya terutama bersifat binokuler. Karena dirancang untuk berburu pada waktu
senja atau dalam gelap, kedua bola mata tidak terpasang dalam bola mata pipih,
melainkan dalam tabung zat tanduk yang dalam. Penglihatannya yang terbatas ke
samping menyebabkan beberapa burung hantu kecil mudah sekali ditangkap.
Adaptasi
penglihatan
Pada
hampir semua burung, medan penglihatan mata kiri bertautan dengan mata kanan.
Pertautan medan itu memungkinkan burung-burung tersebut menentukan jarak dan
ukuran.
Burung
hantu
Karena
kedua matanya menghadap ke depan pada muka yang agak datar, jangkauan penglihatan binokuler burung hantu
lebih lebar daripada burung manapun.
Penglihatan binokuler adalah vital bagi alap-alap dan burung hantu
karena buruannya gesit.
Burung
gereja
Burung
pekicau seperti burung gereja matanya terletak di samping. Burung itu memakan biji-bijian maupun
serangga, tetapi pada saat yang sama mampu melihat ke samping untuk menghindari
pemangsa.
Burung
trulek
Trulek
memerlukan sedikit penglihatan binokuler ke depan karena untuk mencari makan
binatang itu merogoh-merogoh lumpur dengan paruh yang luwes. Mata terletak jauh di belakang dan
memungkinkannya melihat dalam lingkaran tanpa menggerakkan kepala
Burung hantu bukan hanya kekurangan
keluasan penglihatan monokuler yang dimiliki kebanyakan burung, matanya pun
terkurung lagi dalam wadahnya yang hampir tidak bergerak. Struktur mata yang kaku ini diimbangi oleh
gerak refleks leher yang cepat serta tulang punggung yang sangat luwes.
Burung hantu adalah satu-satunya burung
yang menurunkan kelopak mata sebelah atas waktu berkedip, sehingga burung
tersebut secara mengherankan mirip manusia. Sebaliknya waktu tidur kelopak
bawahlah yang dinaikkan seperti burung lain.
Semua burung juga mempunyai kelopak mata ketiga, yaitu pengedip, suatu
selaput tembus cahaya yang menjaga agar mata tetap basah dengan jalan
mengedipkannya; namun pada saat itu masih dapat melihat.
Indra
penciuman
Burung yang penglihatannya paling rabun
adalah kiwi dari selandia baru, yang berburu cacing pada waktu gelap, yang
menggunakan indera penciumannya. Oleh karena letak lubang hidungnya sangat
sesuai, yakni di ujung paruh yang panjang dan tipis, maka kiwi kurang menggunakan
mata. Beberapa eksperimen dengan ember
pasir menunjukkan bahwa burung kiwi dapat mencium makanan secara efektif, dan
cepat-cepat mengais ember bercacing tanpa mempedulikan ember yang lain.
Kebanyakan burung tidak mempunyai indera
penciuman yang sangat berkembang, dan memang hampir tidak memerlukannya sama
sekali. Kekecualian utamanya terdapat di
antara jenis burung penghuni tanah seperti burung kiwi, itik serta berkik dan
dua burung air yakni petrel dan burung pengarung air. Burung-burung ini bereaksi terhadap bau
minyak pada hati ikan kod.
Para ahli ornitologi masih saling
berdebat apakah elang bangkai menemukan mangsa karena melihat bangkai atau
baunya?
Pada tahun 1835 Audobon dan John Bachman
mengadakan eksperimen dengan menyembunyikan beberapa bangkai yang telah
membusuk dan membiarkan bangkai lainnya terbuka. Dan hasilnya mereka menyimpulkan bahwa elang
bangkai hanya dibimbing oleh penglihatannya.
Seabad sesudahnya, Frank M. Chapman menentang pandangan ini. Guna membuktikan pandangan Frank Chapman
mengadakan eksperimen di Pulau Barro Kolorado pada terusan Panama, pertama-tama
disembunyikan bangkai mamalia dalam gudang di bawah karung. Segera setelah bangkai itu cukup busuk, elang
kalkun bangkai tertarik ke tempat itu dan menemukannya.
Para pengkritik yang belum yakin
mengemukakan bahwa lalat dan serangga lainlah yang mungkin mengungkapkan
bangkai-bangkai yang tersembunyi. Namun
ketika yang disembunyikan adalah ikan yang membusuk dan sama baunya, tidak ada
burung yang muncul. Chapman menyimpulkan
bahwa binatang itu tertarik oleh satu macam bau, tetapi tidak tertarik oleh bau
lain. Ia berpendapat bahwa burung tersebut menemukan makanannya bukan saja dengan
penglihatan, melainkan juga dengan membeda-bedakan bau.
Kenneth Stager, Kurator Burung pada
Museum di Los Angeles, kemudian menemukan bahwa daerah otak yang mengedalikan
indera penciuman pada elang kalkun bangkai tiga kali lebih besar dibandingkan dengan
elang bangkai hitam. Hal ini memperkuat
dugaan bahwa beberapa elang bangkai ternyata dapat mempunyai indera penciuman
lebih baik daripada elang bangkai lainnya.
(Pertemuan
Kelima Kuliah Ornitologi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar