SEKALI kata terucap, maka kita harus bertanggung-jawab. Ia
bisa menjadi asbab rahmat, bisa pula dekatkan kita pada azab. Ingat sejenak:
“وَ إِنَّ
العَبْدَ لَيَتكلَّمُ بالكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ اللهِ لا يُلْقي لَهَا بالاً يَهوى
بها فى جَهَنَّمَ”
“Sungguh
seseorang mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia
menganggapnya ringan, karenanya dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari).
Maka, berhati-hatilah atas kata yang terucap.
Sesungguhnya agama ini telah mengangkat derajat manusia dari kehinaan ilusi
diri sendiri atau sugesti yang merendahkan harkat manusia.
Cari olehmu pertolongan Allah Ta’ala dengan melakukan
ketaatan kepada-Nya. Mintalah pertolongan kepada Allah Ta’ala sesuai
petunjuk-Nya. Berhati-hatilah engkau dari menciptakan syari’at baru. Engkau
ada-adakan cara atas nama sugesti, padahal ia berada di wilayah syari’at.
Takutlah kepada Allah Ta’ala kalau-kalau kerusakan yang engkau perbuat dalam
agama ini (Fitnatut Diien) ini dipersangkakan sebagai sunnah.
Khawatirilah olehmu jika manusia merasa rancu antara kebaikan dan keburukan
bersebab ucapanmu yang mengabaikan tuntunan dien.
Berbuat kebajikan kepada kedua orangtua (birrul
walidain) merupakan perintah agama. Lakukanlah dengan perhatikan tuntunan
agama ini. Jangan pula tertipu oleh ilusimu. Mengira birrul walidain, padahal
engkau berbuat sesuatu kepada orangtuamu karena kejar sesuatu. Dan jangan
tertipu oleh angan-anganmu. Mengira sedang melakukan kebajikan di hadapan Allah
Ta’ala, padahal justru merupakan keburukan. Berhati-hati pulalah engkau dari
melakukan perkara yang mungkin menyenangkan hatinya di dunia, tapi ia jadi
permusuhan nyata di akhirat.
Jika ibumu sakit keras, lalu engkau cucikan kakinya
karena kotor, maka ia kebaikan bagimu. Tapi jika engkau cuci kakinya untuk
engkau minum airnya disebabkan menginginkan datangnya jodoh dengan segera, maka
engkau telah jatuhkan dirimu pada beberapa keburukan besar. Tidak melakukan
keburukan ini kecuali mereka yang telah rusak akal sehatnya; rusak pula tauhid
uluhiyah dalam dirinya.
Perhatikan itu!
Ada dua keburukan (fitnah) yang kita harus berusaha
menghindari. Sungguh, ini jalan kebinasaan bagi iman kita. Ia merusak iman
kita. Renungilah:
“إِنَّ
مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَ فُرُوجِكُمْ
وَمُضِلَّاتِ الْفِتَنِ”
“Sesungguhnya
di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada perut
kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ahmad).
Inilah dua kerusakan yang Rasulullah shallaLlahu
‘alaihi wa sallam khawatirkan menimpa kita: fitnah syahwat dan fitnah syubhat.
Fitnah syahwat terjadi karena orang memperturutkan
hasrat kepada dunia. Ia gunakan cara apa saja demi meraih dunia yang jadi
syahwatnya. Dan fitnah syahwat ini akan lebih merusak manakala manusia tidak
merasa takut terjatuh pada kemungkaran dan kefasikan dengan dengan apa yang
diucapkannya, sehingga ia ringan hati menyampaikan ajaran yang tak pernah
terdengar pada generasi sebelumnya. Bersebab syahwat untuk populer atau merebut
dunia, seseorang dapat terjatuh pada keburukan berikutnya, yakni penyebab
fitnah syubhat.
Renungi sejenak sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang ucapan yang asing. Semoga kita tak terpukau olehnya, lalu
mengikutinya.
سَيَكُوْنُ
فِـيْ آخِرِ أُمَّتِيْ أُنَاسٌ يُحَدِّثُوْنَكُمْ مَـا لَـمْ تَسْمَعُوْا أَنْتُمْ
وَلاَ آبَاؤُكُمْ ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Pada akhir
zaman akan ada kaum yang berbicara kepada kalian dengan sesuatu yang tidak
pernah kalian dengar dan tidak pula pernah didengar nenek moyang kalian. Maka
hati-hatilah terhadap mereka.” (HR: Muslim, Ibnu Hibban & Al-Hakim).
(Mohammad
Fauzil Adhim/Hidayatullah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar