Saudaraku, hidup ini hanya sekali. Maka,
buatlah yang sekali itu menjadi sesuatu. Waktu dan umur yang kita lewati,
sekali berlalu, tak pernah kembali. Ia pergi dengan segenap catatan yang
menggoresnya. Berbuatlah dalam kebajikan, sekecil apapun! Sebab hidup tak
mengenal siaran tunda, maka bekerjalah dalam kesungguhan dan keikhlasan. Sekali
waktu yang telah berlalu tak akan pernah kembali. Setiap detik yang bergeser
dari jam tangan kita telah menjadi sesuatu yang lampau.
Hasan al-Basri, seorang penyair sufi
berkata, "Tidaklah fajar hari ini terbit, kecuali ia akan memanggil,
'Wahai anak Adam, aku adalah ciptaan yang baru dan aku akan menjadi saksi atas
setiap pekerjaanmu, maka mintalah bekal kepadaku. Karena bila aku telah
berlalu, aku tak akan kembali hingga hari kiamat tiba'.”
Seringkali, kita berkeluh kesah dalam hidup ini. Padahal, keluh kesah kita tak menyelesaikan persoalan sedikitpun. Merenunglah sejenak. Kata orang bijak, bertafakur satu jam lebih baik dari pada bekerja sepuluh jam tanpa tahu makna dan arti. Lihatlah sekelilingmu, segera setelah itu pasti engkau akan bersyukur. Lihatlah bagaimana Allah SWT menciptakanmu dengan penuh kesempurnaan. Lihatlah bagaimana Allah SWT memberimu begitu banyak nikmat (QS Ibrahim:34).
Dengan bertafakur, tersadarlah bahwa kita
diciptakan sempurna. Tak kurang suatu apa. Warnailah hari-harimu. Cerialah,
sebab Rasulullah SAW berpesan, "Senyummu untuk saudaramu bernilai
sedekah." Kebahagiaan tak dapat kita beli dengan uang, tapi ia dapat kita
ciptakan dengan mensyukuri setiap keadaan. Tak usahlah berharap terima kasih
dari setiap kebaikan yang kita lakukan. Apalah artinya pujian manusia, jika ia
akan merusak nilai kebaikan kita di hadapan Allah, Tuhan semesta alam.
Bersungguh-sunggulah dalam setiap profesi
yang kita tekuni. Sebab, Allah SWT tidak meminta hamba-Nya pada hasil, tetapi
proses dalam mewujudkan kesungguhan iman.
Suatu hari Bilal bin Rabah, muazin di zaman
Nabi SAW, mengemukakan kegundahannya. Sebagai seorang marbot, Bilal sempat
mengeluh kepada Rasulullah SAW. Katanya, “Ya Rasulullah, orang-orang lain
berdagang dan (dengan keuntungan berdagangnya) mereka berinfak, aku cuma seorang
muazin.”
Rasulullah SAW membalas, “Ya Bilal,
tidakkah engkau bahagia bahwa kelak di hari kiamat engkau adalah orang yang
paling panjang lehernya.” (HR Muslim).
Panjang leher adalah kiasan untuk
menunjukkan amal-amal Bilal dalam menyeru orang pada kebaikan menjadikannya
berbahagia di akhirat kelak. Kadang, dari satu pekerjaan kita tak mendapat
reward duniawi yang memadai, tetapi yakinlah bahwa skenario Allah SWT selalu
yang terbaik.
Seseorang bertanya kepada Ibnul Qayyim,
“Jika Allah memberikan karunia rezeki kepada seorang hamba, bagaimana
membedakan antara itu nikmat atau justru fitnah?” Ia menjawab, “Apabila karunia
itu mendekatkan dirinya pada Allah, maka itu adalah nikmat-Nya. Dan bila
semakin menjauhkannya dari Allah, maka itu adalah fitnah yang tak dapat
dilaluinya.”
Karena itu, yakinlah di setiap kesulitan
hidup, ada sejuta kemudahan. Bukankah Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyiraah: 6-8).
Pada ayat itu, Allah SWT menyebut kesulitan
dengan memberikan sisipan huruf alif dan lam yang dalam kaidah bahasa Arab
berarti ma'rifah atau tunggal. Tetapi, kata kemudahan tidak disisipi huruf yang
sama. Menandakan apa? Bahwa pada satu kesulitan, ada berjuta kemudahan di depan
kita.
Untuk itulah, Ibnul Qayyim berkata,
"Segala persoalan dalam hidup ini sesungguhya tidak untuk menguji kekuatan
dirimu, tetapi menguji seberapa besar kesungguhanmu dalam meminta pertolongan
Allah." Mari berharap dari satu kesulitan hidup, ada sejuta tawaran kebaikan
di depannya. Wallahu a’lam.
Oleh:
Inayatullah Hasyim
Sumber:
https://republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/01/22/o1bm78301-memaknai-hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar