Bencana kemanusiaan seperti kekurangan
pangan tentunya umum terjadi dalam sejarah umat manusia. Tetapi dari sekian
bencana kemanusiaan yang terjadi tersebut, pendiri Republik Rakyat China (RRC),
Mao Zedong memiliki cara ekstrem untuk menangani krisis pangan yang pernah
melanda Negeri Tirai Bambu pada 1958. Mantan Ketua Partai Komunis Tiongkok itu
memerintahkan pemusnahan burung gereja di seluruh negeri.
Ia menganggap bahwa burung gereja merupakan
hama. Mao menilai, burung yang dikenal juga sebagai burung pipit itu terlalu
banyak memakan gandum dan membuat warga China kelaparan. Selain itu, menurutnya burung gereja juga
telah menghalangi perkembangan ekonomi Republik Rakyat China.
Dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, 45
juta warga China meninggal karena kelaparan yang juga disebabkan karena
kesalahan manajemen ekonomi, bencana lingkungan, dan teror. Mao kala itu
melakukan beberapa kampanye besar-besaran dalam upaya untuk memodernisasi dan
memperbaiki kehidupan di China. Membunuh seluruh burung gereja juga merupakan bagian
dari kampanye besar ini.
Masyarakat China dimobilisasi untuk
membasmi semua burung. Mereka menabuh drum hingga menimbulkan suara bising
untuk menakut-nakuti burung-burung agar tidak mendarat. Cara itu memaksa para
burung untuk terbang sampai mereka mati karena kelelahan. Selain itu, warga
juga menembaki burung gereja yang tengah terbang.
Alhasil kampanye tersebut membuat populasi
burung gereja hampir punah di China. Kala itu, tak ada yang tahu berapa jumlah
burung gereja di Tiongkok. Tetapi diperkirakan mereka mencapai lebih dari 600
juta ekor. Setelah ratusan juta ekor burung terbunuh, muncullah masalah baru
pada tahun berikutnya.
Saat memasuki musim panen, hama seperti
belalang jumlahnya meningkat drastis karena pemangsa alami mereka telah punah.
Dan itu artinya, kampanye membunuh burung gereja menjadi bak senajata makan
tuan atau kontra produktif. Produksi
biji-bijian di sebagian besar wilayah pedesaan anjlok dan kelaparan besar mulai
terjadi. Orang-orang mulai kehabisan makanan dan menyebabkan jutaan dari mereka
kelaparan.
Jumlah korban tewas yang secara resmi
dirilis Pemerintah China yaitu mencapai 15 juta orang. Namun, beberapa ilmuwan memperkirakan, korban
jiwa sebenarnya mencapai 45 juta sampai dengan 78 juta orang. Dan 50 tahun
setelah bencana itu terjadi, kelaparan di China kemudian berubah menjadi sebuah
cerita mengerikan dimana orang dikabarkan memakan orang lain. Sedangkan
orangtua memakan anak mereka atau sebaliknya.
Cerita tersebut dimuat oleh seorang
jurnalis China, Yang Jisheng dalam bukunya Tombstone dan memperkirakan terdapat
lebih dari 36 juta kematian akibat praktik kanibalisme. Buku Yang tersebut
dengan cepat dilarang beredar di China.
Mao kemudian menghentikan kampanye
pemusnahan burung gereja dan menggantinya dengan kampanye pemusnahan hama.
Tujuan dari kampanye ini adalah untuk meningkatkan output pertanian, namun
hasil panen padi justru menurun secara substansial. Mungkin Mao Zedong ingin
menaklukkan alam. Namun, kebijakannya itu secara tragis menyebabkan kelaparan
di mana jutaan nyawa melayang.
(Rufki
Ade Vinanda)
Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/06/06/18/1709067/kisah-dianggap-jadi-penyebab-kelaparan-mao-zedong-musnahkan-ratusan-juta-burung-gereja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar