Minggu, 23 Juli 2017

LELAKI YANG MENGHENTIKAN BADAI PADANG PASIR

Yacouba Sawadogo hidup di tengah sabuk gurun pasir Sahel, Sahara, Burkina Fasso, Afrika. Tahun 1970-an, daerah ini adalah neraka dunia. Suhu panas menjerang tulang, badai pasir menggulung desa-desa menjemput maut.  Ternak mati, tanaman enggan hidup, ribuan orang tewas kelaparan. Hanya ada satu dua jenis tanaman yang tahan, dan hanya ada semut-semut dan rayap gurun yang betah di situ. Hujan datang hanya setahun sekali. Begitu turun, airnya pergi dan menguap lagi dengan cepat. Air pun tak mau berakrab ria dengan manusia-manusia di situ. Dataran segera menjadi panas lagi. Angin pun memuai dan menjadi badai.

Yacouba tak ingin menyerah. Dia yakin bahwa tanah, air dan matahari seharusnya menjadi kawan bagi manusia. Dia memikirkan bagaimana menghentikan badai, menabung air, dan menghadirkan lagi hutan. Berbekal cangkul dia menggali ratusan lubang, kira-kira seukuran 60x60 cm. Ke dalam lubang, dia masukkan daun-daun tetanaman.
Kemudian, dia bongkar gunung-gunung kecil sarang semut dan rayap, dan memindahkan semut itu ke lubang-lubang itu. Maka semut dan rayap memakan daun itu. Kemudian, semut dan rayap itu menggali lebih dalam lagi lubang-lubang itu. Mereka membentuk semacam terowongan-terowongan kecil yang menghubungkan ratusan lubang itu satu sama lain.
Ketika hujan turun, maka air mengisi lubang dan urat-urat buatan rayap-rayap ini. Air terperangkap di situ lebih lama, dan menjadikan tanah basah dan lembab. Kemudian mulailah Yacouba menebar bibit pohon keras maupun tanaman pangan jewawut (barley).
Sistem pengelolaan alam seperti ini dalam bahasa lokal disebut zai. Dari saat menggali lubang hingga menanam bibit, penduduk setempat menyebut dia orang sinting. Bagaimana mungkin tumbuhan bisa hidup di padang pasir. Tapi Yacouba bergeming. Dia tetap yakin dengan tindakannya.
Betul...Perubahan kelembaban tanah itu berbuah. Bibit yang ditanam tumbuh! Pohon keras tumbuh! jewawut tumbuh.  Dari tahun 1975 saat dia gali lubang, hingga 2005, sudah 25 hektar padang pasir terhijaukan. Sekarang mungkin lebih.
Hutan tumbuh mengundang datangnya burung. Di kaki burung menempel berbagai biji yang dia bawa dari belahan lain Afrika. Maka tumbuh pulalah bibit itu menjadi pohon. Makin luaslah daerah hijau. Dataran Sahel hijau lagi, penduduk tak lagi sulit mencari air. Tak ada lagi kelaparan karena setiap saat mereka panen jewawut. Kendaraan bermotor roda tiga bulak-balik memanen jewawut.
Daerah itu menjadi hijau, tanah menjadi subur dan lembab. Suhu di situ tak terlalu panas sehingga tak terbentuk angin panas yang mengamuk dan menebar badai. Orang gila itu ternyata mampu membangun surga kecil di tengah Sahara.
Yacouba adalah contoh bagaimana memperlakukan air, tanah dan matahari sesuai dengan tepat. Zai adalah kearifan lokal dalam mengelola alam. Yacouba menjadi inspirasi Afrika dan dunia. Dia begitu dihargai dan dihormati. Metoda zai-nya dipraktikkan di beberapa bagian Afrika, dan berhasil.
Dua atau tiga puluh tahun lagi padang pasir Afrika mungkin akan jadi hutan lagi. Sementara hutan-hutan kita hilang, dan kita takut tanah air kita menjadi padang pasir... Janganlah...

*Sumber: Sahabat Petani Madrasah Al-Filaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar