A. Defenisi Penyuluhan Kehutanan
Konsep
Penyuluhan
Kehadiran penyuluhan di Indonesia sebagai
bidang kegiatan, sebenarnya sudah berlangsung hampir dua abad yang lalu, yakni
sejak didirikannya Kebun Raya Bogor oleh Reinwardt pada tahun 1817, tetapi
kehadirannya sebagai cabang keilmuan, sebenarnya belum lama.
Meskipun demikian, ilmu penyuluhan itu
sendiri sebenarnya sudah lama dikembangkan. Menurut catatan sejarah, di
Scotlandia Pengembangan ilmu penyuluhan sudah dirintis sejak tahun 1723 (True,
dalam Swanson dan Clear, 1984).
Sehubungan dengan itu, konsep tentang penyuluhan terus mengalami
perkembangan. Shukla (1972) misalnya, sedikitnya telah menyampaikan adanya 15
konsep.
Pengertian tentang penyuluhan memang sangat
sulit dirumuskan, karena menyangkut banyak tujuan dan kepentingan. OIeh sebab
itu, setiap orang dapat memberikan konsepnya sendiri, sesuai dengan latar
belakang keilmuan dan kepentingan yang ada padanya.
a. Penyuluhan sebagai Proses Penyebarluasan
informasi
Istilah penyuluhan, pada dasarnya
diturunkan dan kata “Extension” yang dipakai secara meluas di banyak kalangan
(Amri Jahi, 1984). Extension itu sendiri, dalam bahasa aslinya dapat diartikan
sebagai perluasan atau penyebarluasan.
Dengan demikian penyuluhan dapat diartikan sebagai:
“Proses penyebarluasan informasi yang
berkaitan dengan upaya peningkatan produktivitas, pendapatan dan perbaikan
kesejahteraan keluarga masyarakat”
Yang dimaksud proses penyebaran informasi
di dalam penyuluhan, sebenarnya tidaklah sekedar penyampaian informasi, tetapi
terkandung maksud yang lebih jauh, yakni untuk dipahami, dikaji, dianalisis,
dan diterapkan, dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait dalam pembangunan, sampai
terwujudnya tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pembangunan itu sendiri (yang
berupa peningkatan produk, pertambahan pendapatan, keuntungan usaha, dan
perbaikan kesejahteraan keluarga, masyarakat).
b.
Penyuluhan sebagai Proses Penerangan
Dalam bahasa
Indonesia, istilah penyuluhan berasal dan kata dasar “Suluh” yang berarti
pemberi terang di tengah kegelapan (Totok Mardikanto dan Sri Sutarni,
1982). Dengan demikian, penyuluhan dapat
diartikan sebagai:
“Proses untuk
memberikan penerangan kepada masyarakat (petani) tentang segala sesuatu yang
beIum diketahui (dengan jelas) ”untuk dilaksanakan, diterapkan dalam rangka
peningkatan produksi dan pendapatan/keuntungan yang dicapai melalui proses
pembangunan”.
Namun perlu diingat bahwa, penerangan yang
dilakukan tidaklah sekedar memberikan penerangan”, tetapi penerangan yang
dilakukan selama penyuluhan harus terus menerus dilakukan sampai betul-betul
diyakini (oleh juru penerang/penyuluh) bahwa segala sesuatu yang diterangkan
tadi benar-benar telah dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh masyarakat
sasarannya.
c.
Penyuluhan Sebagai Proses Perilaku
Di atas sudah disampaikan bahwa,
penyuIuhan” tidak sekedar memberi tahu atau “menerangkan”. Dalam kaitan ini,
tujuan yang sebenarnya dan penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku
sasarannya, yang merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang dapat diamati secara Iangsung maupun tidak Iangsung dengan indera manusia
(Margono Slamet, 1979).
Dengan demikian, penyuluhan dapat diartikan
sebagai:
“Proses perubahan perilaku (pengetahuan,
sikap, dan keterampilan) dikalangan masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu
melaksanakan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan produksi
pendapatan keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang
dicapai melalui pembangunan”
Dengan demikian melalui penyuluhan juga
harus diupayakan tidak terciptanya “ketergantungan” masyarakat (petani) kepada
penyuluhnya. Penyuluh sekedar sebagai fasilitator dan dinamisator untuk
memperlancar proses pembangunan yang direncanakan. Dengan kata lain, melalui
penyuluhan ingin dicapai suatu masyarakat yang memiliki pengetahuan luas
tentang berbagai ilmu dan teknologi (yang bermanfaat bagi peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat), memiliki sesuatu (informasi) yang
baru, serta terampil dan mampu berswadaya untuk mewujudkan keinginan dan
harapan-harapannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan
keluarga/masyarakatnya.
d. Penyuluhan Sebagai Proses Pendidikan
Penyuluhan sebenarnya merupakan proses perubahan
perilaku melalui pendidikan, yakni suatu perubahan perilaku yang
dilatarbelakangi oleh:
a.
Pengetahuan/pemahaman tentang segala sesuatu yang dinilainya Iebih baik atau
bermanfaat (bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakatnya).
b.
Dengan kemauan sendiri tanpa paksaan dan pihak manapun juga (keluarga, kerabat,
tetangga, sahabat, ataupun penguasa).
c.
Kemampuan untuk melakukan sesuatu dan menyediakan sumberdaya (input) yang
diperlukan untuk terjadinya suatu perubahan, karena itu penyuluhan sering diartikan
sebagai: “
“Suatu sistem pendidikan bagi masyarakat
untuk membuat mereka tahu, mau, dan mampu berswadaya melaksanakan upaya
peningkatan produksi, menaikkan pendapatan dan keuangan, serta perbaikan
kesejahteraan keluarga dan masyarakatnya”
Memang diakui, bahwa proses perubahan
melalui pendidikan sering berlangsung sangat lambat, melelahkan dan memerlukan
kesabaran, biaya, dan waktu yang Iebih besar. Hal ini berbeda dengan perubahan
yang diakibatkan oleh pemaksaan yang biasanya perubahan itu berlangsung cepat,
namun cepat pula kembali pada perilaku semula jika kemampuan pemaksa menurun.
Perubahan yang dibentuk dan proses pendidikan/ penyuluhan akan bersifat kekal
seumur hidup. Bahkan seringkali dapat mendorong terjadinya perubahan perubahan
lain atau kemauan sendiri (Herman Soewardi, 1987).
Penyuluhan
sebagai proses pendidikan, memiliki ciri-ciri:
1.
Penyuluhan adalah sistem pendidikan luar sekolah atau di luar sistem sekolah
yang:
a. Terencana dan terprogram,
b.
Dapat dilakukan dimana saja, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan,
bahkan dapat dilakukan sambil bekerja (learning
by doing).
c. Tidak
terikat waktu, baik penyelenggaraan maupun jangka waktunya.
d. Disesuaikan
dengan kebutuhan sasaran.
e. Pendidik
dapat berasal dan salah satu anggota peserta didik
2.
Penyuluhan merupakan pendidikan orang
dewasa, sehingga:
a.
Metode pendidikan lebih banyak bersifat lateral yang saling mengisi dan berbagi
pengalaman dibanding pendidikan yang sifatnya vertikal atau menggurui/ceramah
(Lindeman, 1967),
b.
Keberhasilannya tidak ditentukan oleh jumlah materi/informasi yang disampaikan,
tetapi seberapa jauh tercipta dialog antara pendidik dan peserta didik,
c.
Sasaran utamanya adalah orang dewasa (baik dewasa dalam arti biologis maupun
psikologis).
d.
Penyuluhan Sebagai Proses Rekayasa Sosial
Di dalam praktek, kegiatan penyuluhan tidak
berdiri sendiri sebagai suatu sistem pendidikan. Kegiatan penyuluhan sering
kali (bahkan selalu) harus dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan lain, sebagai
salah satu sub-sistem dan sistem pembangunan yang direncanakan. Karena itu, pelaksanaan penyuluhan juga
memerlukan pengorganisasian lengkap dengan aturan tentang hubungannya dengan
sub-sistem lain. Disamping itu,
penyuluhan juga semakin berkembang sebagai salah satu upaya untuk mengatur,
menggerakkan, dan mengarahkan serta menciptakan suatu sistem sosial tertentu
yang beranggotakan orang-orang dengan ketentuan memiliki perilaku tertentu
sesuai dengan fungsi dan peran yang harus dimainkannya di dalam sistem sosial
tersebut.
Dengan kata lain, penyuluhan juga merupakan
proses “rekayasa sosial”, sehingga dapat diartikan sebagai:
“Proses rekayasa sosial untuk terciptanya
perubahan perilaku anggota-anggota masyarakat, seperti yang dikehendaki demi
tercapainya peningkatan produksi kenaikan pendapatan keuntungan, dan perbaikan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat yang bersangkutan”
Bertolak dan pemahaman di atas, pelaksanaan
penyuluhan seringkali (di dalam praktek) tidak dapat terlepas dan
perlakuan-perlakuan yang lebih bersifat pemaksaan. Hal ini akan mengakibatkan
ketergantungan, seringkali juga justru tidak membuat masyarakat sasarannya
menjadi lebih “sejahtera”
Dari
berbagai pendekatan untuk memahami pokok-pokok pengertian tentang “Penyuluhan”
seperti di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Penyuluhan merupakan proses penyebar-luasan informasi yang diperlukan dan
berkembang selama pelaksanaan pembangunan. Informasi tersebut dapat berupa:
inovasi yang dihasilkan dan penelitian maupun pengalaman lapangan,
masalah-masalah yang perlu memperoleh pemecahannya, maupun peraturan dan
kebijakan yang ditetapkan demi terlaksananya dan tercapainya tujuan pembangunan
yang direncanakan. Alur informasinya dapat bersifat vertikal dan peneliti,
penyuluh, petani (dan sebaliknya), dan dapat juga bersifat horisontal antar
aparat penentu kebijakan, antar peneliti, antar penyuluh, antar petani ataupun
antar lembaga yang sederajat.
2. Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan
luar sekolah yang tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan, tetapi
berupaya untuk mengubah perilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan yang
luas, memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan untuk tetap
melaksanakan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan produktivitas,
pendapatan/keuntungan, maupun kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Penyuluhan
juga berupaya agar masyarakat sasarannya mampu berswadaya memobilisasikan
sumberdaya (input) yang diperlukan untuk kelangsungan dan tercapainya tujuan
pembangunan yang direncanakan.
3. Sebagai suatu sistem pendidikan luar-sekolah,
penyuluhan adalah suatu pendidikan bagi orang dewasa yang lebih mengutamakan
terciptanya dialog. Oleh sebab itu penyuluhan bukan merupakan pendidikan yang
bersifat vertikal, yaitu pendidikan yang hanya “mencekoki” tanpa memberikan
peluang kepada sasaran didik.
Mengemukakan pendapat dan pengalaman merupakan satu hal yang sangat
diperlukan demi keberhasilan pembangunan.
4. Penyuluhan sebagai proses rekayasa sosial,
perlu dilaksanakan secara bijak dan hati-hati serta senantiasa mengacu kepada
upaya perbaikan mutu-hidup masyarakat sasarannya, serta harus dijaga agar tidak
terperangkap kepada upaya terciptanya tujuan dengan mengorbankan kepentingan
masyarakat yang sebenarnya ingin diperbaiki mutu-hidupnya.
B.
Perkembangan Penyuluhan Kehutanan di Negara-negara Maju
Seorang staf pengajar pada Universitas
Cambridge di lnggris bernama Richard Moulton, seabad yang lalu pertama kali
mengembangkan “penyuluhan”. Pada awalnya
penyuluhan ini merupakan suatu metode untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan
dari universitas kepada warga masyarakat di luar kampus yang tidak mampu
mengikuti pendidikan di universitas karena keterbatasan biaya dan waktu.
Penyuluhan ini kemudian berkembang di Amerika Serikat yang selanjutnya muncul
istilah bidang pertanian” walaupun sebenarnya penyuluhan bukanlah hanya
monopoli bidang pertanian.
Pengertian penyuluhan di Amerika Serikat
ini tidak berbeda dengan pengertian penyuluhan yang berlangsung di Inggris.
Berdasarkan Undang-Undang Smith-Lever tahun 1914 di Amerika Serikat dinyatakan
bahwa penyuluhan pertanian diartikan sebagai suatu pendidikan nonformal bagi
masyarakat pertanian.
Seiring dengan kemajuan yang dicapai di
bidang penyuluhan, baik di Inggris maupun Amerika Serikat, maka kegiatan
penyuluhan ini terus menyebar ke koloni-koloni Inggris pada tahun 1920. Pada
tahun-tahun berikutnya, penyuluhan ini menyebar dan berkembang di berbagai
negara di Asia seperti Jepang, Phlipina, dan Korea Selatan. Selanjutnya penyuluhan ini menyebar luas ke
seluruh penjuru dunia sampal ke negara-negara yang sedang berkembang dan sedang
giat melaksanakan pembangunan negaranya termasuk Indonesia.
Kegiatan yang bersifat penyuluhan di
Indonesia, sebenarnya sudah berlangsung sejak dua abad yang lalu, yakni sejak
didirikannya Kebun Raya Bogor oleh Reinwardt pada tahun 1817. Akan tetapi
sebagai suatu cabang keilmuan yaitu bidang studi penyuluhan sebenarnya belum
lama.
C.
Sejarah Penyuluhan Kehutanan di Indonesia
Secara formal, kegiatan penyuluhan kehutanan
sebenarnya baru terbentuk setelah terjadi pemisahan Direktorat Jenderal
Kehutanan dan Departemen Pertanian, menjadi departemen tersendiri yaitu
Departemen Kehutanan menjelang pelaksanaan Repelita IV pada tahun 1984.
Sejak saat itu mulai dibentuk lembaga penyuluhan
kehutanan berupa Sub-direktorat Penyuluhan di Iingkungan Direktorat Jenderal
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan maupun di Iingkungan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Selanjutnya, mulai Repelita V, kedua
lembaga tersebut ditingkatkan menjadi:
1.
Direktorat Penyuluhan Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (RRL).
2.
Direktorat Penyuluhan Konservasi
Sumberdaya Alam, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA).
Pada perkembangan Iebih lanjut, dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 58 Tahun 1993 yang di tindaklanjuti
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 677/KPTS- II/1993 tertanggal 26
Oktober 1993, kelembagaan penyuluhan kehutanan digabung menjadi satu ke dalam
wadah Pusat Penyuluhan Kehutanan yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri
Kehutanan, dan sehari-hari di bina oleh Sekretariat Jenderal Depatemen
Kehutanan.
Pusat Penyuluhan kehutanan tersebut
bertugas untuk melaksanakan penyuluhan kehutanan mengenai keseluruhan aspek
pengelolaan hutan dan teknik kehutanan.
Lebih lanjut, seiring dengan upaya desentralisasi dan rencana pelaksanaan
otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Tingkat II, sambil menunggu
peraturan pemerintah yang mengaturnya, telah dikeluarkan surat keputusan
menteri Kehutanan RI No. 861Kpts- II/1994 yang antara lain berisi penyerahan
urusan penyuluhan kehutanan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. Berkaitan
dengan itu, urusan penyuluhan kehutanan dilaksanakan oleh Dinas Perhutanan dan
Konservasi Tanah yang telah berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri
Kehutanan No. 52 Tahun 1994 No. 23O1Kpts-II/1994 tanggal 9 Mei 1994 dan Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri No. 061/717/Sj tanggal 15 Maret 1994.
Sejak dipisahkan dan Departemen Pertanian,
sesuai dengan kebijakan yang ditempuh, upaya-upaya untuk mengembangkan
institusi dan kegiatan penyuluhan kehutanan terus dilakukan baik melalui
penambahan jumlah dan mutu personil maupun jumlah peralatan penyuluhan yang
diperlukan.
Meskipun upaya penambahan jumlah dan mutu
personil penyuluhan, baik pada jalur struktural maupun fungsional terus
diupayakan, namun secara kuantitatif maupun kualitatif masih memerlukan
penambahan-penambahan dan peningkatan mutu kejuruan fungsional yang dikehendaki.
Dilain pihak, peralatan penyuluhan yang telah diadakan oleh masing-masing
Direktorat Penyuluhan, baik yang digunakan di pusat sendiri maupun di instansi
kehutanan daerah, juga masih perlu dilengkapi dan ditambah demi
terselenggaranya pelaksanaan penyuluhan yang Iebih efektif.
Hasil-hasil kegiatan fisik yang nyata dan
kedua Direktorat tersebut telah dapat dilihat, baik dalam bentuk produksi jasa,
bentuk konstruksi, maupun bentuk rekayasa kesejahteraan masyarakat di dalam dan
disekitar hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar