Ia lahir pada tahun 1137 Masehi. Mendapat
latihan awal dari ayahnya yang termasyur, Naj-muddin Ayyub dan juga pamannya
yang berjiwa ksatria Asaduddin Sherkhoh. Shalahuddin adalah pahlawan Perang
Salib yang menjadi buah bibir tidak hanya di kalangan Islam, tetapi juga di
kalangan Kristen, sebab di balik kegagahannya tersembunyi kelembutan dan kasih
saying kepada seluruh manusia, apa pun agamanya.
Seperti yang telah diketahui oleh
banyak orang, Perang Salib adalah perang yang paling ganas disepanjang sejarah
manusia. Dalam perang itu, badai kefanatikan liar Kristen Eropa menumpahkan
kemarahannya kepada orang-orang Asia Barat. “Perang Salib” kata seorang
pengarang Barat, “merupakan salah satu episode paling gila dalam sejarah.”
Para petinggi kaum Kristen menghasut
umat mereka untuk melakukan peperangan melawan selama hampir tiga abad. Pada
masa itu kata Hallam --pengarang barat itu-- kalau ada seorang tentara Salib
yang memikul tiang salib, maka ia berada dalam perlindungan gereja dan
dibebaskan dari semua pajak, sekaligus mendapat kebebasan untuk melakukan dosa.
Tentara Salib memperoleh sukses awal
dengan menaklukkan bagian terbesar dari wilayah Syria dan Palestina, termasuk
kota suci Yerusalem. Ketika penghancuran
kota Islam Antioch, Mill seorang sejarawan Kristen bersaksi tentang pembantaian
penduduk Islam.
Ia menulis, “ Martabat, usia,
keputusasaan pemuda, dan kecantikan kaum wanita tak dihiraukan oleh bangsa
Latin yang biadab itu. Rumah tak lagi bisa menjadi tempat berlindung, dan
suasana masjid berubah. Tentara Salib menduduki kota, dan membantai penduduknya
dengan darah dingin. Jalan-jalan digenangi darah. Mereka membakar benda seni
dan lebih dari 3 juta jilid bahan bacaan pengetahuan yang tak ternilai
harganya.
Syukurlah, pada bagian kedua abad ke-
12 Masehi, ketika tentara Salib berada dipuncak kebengisannya, raja-raja
Jerman, Prancis, dan Richard “The Lion Heart” telah menguasai medan
masing-masing untuk menaklukkan Tanah Suci Yerusalaem. Para tentara Salib itu
berhadapan dengan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, seorang prajurit yang mampu memukul
mundur pasukan Kristen yang datang secara bergelombang.
Mill Raymond d’Agiles bersaksi tentang
peristiwa pembantaian di Yerusalem, tanah wakaf dari khalifah Umar Ibnul
Khattab itu. “Saya menyaksikan di bawah serambi masjid yang melengkung itu
genangan darah mencapai kedalaman selutut dan mencatat tali kekang kuda.” Lalu
kata Mill lagi, “Rasa kasihan tidak boleh diperlihatkan pada kaum Muslimin.
Orang-orang yang dikalahkan itu diseret ketempat-ketempat umum dan dibunuh.
Semua wanita yang sedang menyusui, anak-anak gadis, dan anak-anak laki-laki
tubuhnya dikoyak-koyak. Tak ada hati yang lebih dalam keharuan atau yang
tergerak untuk berbuat kebajikan melihat peristiwa mengerikan ini.”
Sebaliknya, ketika Shalahuddin merebut
Yerusalem pada tahun 1187 Masehi, ia memberikan ampunan kepada orang-orang
Kristen yang tinggal dikota itu. Hanya orang-orang yang pernah bertempur dan
pejuang-pejuang Kristen yang diminta meninggalkan kota, setelah membayar
tebusan yang sama nilainya dengan yang pernah mereka ambil. Bahkan sering
sultan memberikan uang tebusan dari sakunya sendiri, di samping memberi mereka
ongkos transportasi.
Wahai, terbuat dari apakah hati
Shalahuddin? Betapa jiwa pemenangmu tidak menindas, tetapi memberi manfaat.
*Sumber:
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus, hlm. 399
Tidak ada komentar:
Posting Komentar