Tibalah saatnya untuk praktik, setelah
sekian lama menggeluti dunia keilmuan. Saya menawarkan kepada teman-teman agar
keluar untuk menyampaikan khotbah di kedai-kedai kopi. Teman-teman merasa heran
seraya berkomentar: “Para pemilik kedai kopi tentu tidak akan mengizinkan hal
ini. Mereka pasti akan menolaknya, karena dapat mengganggu pekerjaan mereka. Di
samping itu, kebanyakan dari para pengunjung kedai kopi adalah orang-orang yang
hanya memikirkan apa yang sedang mereka nikmati. Bagaimana kita mesti berbicara tentang agama
dan ahlak di hadapan orang-orang yang hanya memikirkan kesenangan duniawi
seperti yang sedang mereka nikmati itu?”
Bagaimana Hasan Al-Banna menghadapi
sikap skeptic (ragu-ragu) dari
teman-temannya? Apakah akhirnya ia mundur ?
Saya berbeda pendapat dengan
teman-teman ini. Saya meyakini bahwa
kebanyakan dari orang yang berada di kedai kopi, siap mendengarkan nasihat dari
pihak lain, termasuk dari kalangan aktivis masjid, sebab kegiatan ini merupakan
sesuatu yang unik, langka, dan baru bagi mereka. Kita tidak perlu menyampaikan
sesuatu yang dapat melukai perasaan mereka. Kita harus menyampaikannya dengan metode yang
tepat, dengan gaya bahasa yang menarik dan dalam waktu yang singkat.
Akhirnya, segala sesuatu harus
dibuktikan dengan amal.
Hasan Al-Banna dan teman-temannya
mengunjungi beberapa kedai yang terletak di kompleks Shalahuddin, kemudian di
kedai-kedai kopi yang tersebar di wilayah Thulun hingga melalui berbukit sampai
di jalan Salamah dan jalan Sayidah Zainab. Hasan Al-Banna memperkirakan ia dapat
menyampaikan ceramahnya lebih 20 kali, setiap ceramah menghabiskan waktu antara
5 hingga 10 menit.
Wah betapa indah, mental kompetitif
beliau.
Ternyata para pendengar sangat takjub,
mereka semua terdiam mendengarkan ceramah dengan saksama. Para pemilik kedai
yang mulanya kurang berkenan, setelah itu justru agar ceramah dilakukan lagi.
Bahkan meminta saya untuk tinggal barang sejenak dan minum-minum terlebih
dahulu. Namun dengan halus saya menolaknya. Saya meminta maaf kepada mereka
karena tidak bisa memenuhi kemauaannya dengan alas an sempitnya waktu. Kami
memang telah berjanji kepada diri sendiri untuk mengoptimalkan penggunaan waktu
untuk Allah. Oleh karenanya kami tidak ingin memanfaatkannya untuk hal yang
lain, sikap kami ini ternyata memberi pengaruh yang cukup besar bagi jiwa
mereka. Tidak perlu heran sebab Allah Swt. tidak pernah mengutus seorang rasul
atau nabi, kecuali moto pertamanya adalah, “Katakanlah saya tidak akan meminta
upah dari kalian atas dakwah ini.” Kesucian niat inilah yang memberikan
pengaruh yang positif dalam jiwa objek dakwah.
Tantangan, keraguan bahkan intimidasi,
selalu ada di jalan menuju kemenangan, sebab itu adalah sifat dari kemenangan
itu sendiri. Maka tengoklah sosok Hasan Al-Banna yang memberi inspirasi kepada
para mujahid dakwah agar menanamkan mental kompetitif dalam pribadinya, selalu
selamanya.
Sumber:
Memoar Hasan Al-Banna, hlm. 84
(The Winner or The Looser, Izzatul Jannah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar