Kamu takkan
pernah sanggup mendaki sampai ke puncak gunung iman, kecuali dengan satu kata:
cinta. Imanmu hanyalah kumpulan keyakinan semu dan beku, tanpa nyawa tanpa
gerak, tanpa daya hidup tanpa daya cipta. Kecuali ketika ruh cinta
menyentuhnya. Seketika ia hidup, bergeliat, bergerak tanpa henti, penuh
vitalitas, penuh daya cipta, bertarung dan mengalahkan diri sendiri, angkara
murka atau syahwat.
Iman itu laut, cintalah ombaknya.
Iman itu api, cintalah panasnya.
Iman itu angin, cintalah badainya.
Iman itu salju, cintalah dinginnya.
Iman itu sungai, cintalah arusnya.
Seperti itulah
cinta bekerja ketika kamu harus memenangkan Allah atas dirimu sendiri, atau
bekerja dalam diri pemuda ahli ibadah itu. Kejadiaannya diriwayatkan
Al Mubarrid dari Abu Kamil, dari Ishak bin Ibrahim dari Raja' bin Amr Al
Nakha'i. Seorang pemuda Kufa yang terkenal ahli ibadah suatu saat jatuh cinta
dan tergila-gila pada seorang gadis. Cintanya berbalas. Gadis iru sama gilanya.
Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak karena sang gadis telah dijodohkan
dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat, ternyata. Gadis itu bahkan
menggoda kekasihnya, "Aku datang padamu, atau kuantar cara supaya kamu
bisa menyelinap ke rumahku". Itu jelas jalan sahwat.
"Tidak!
Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah
padam!" Itu jawaban sang pemuda yang menghentak sang gadis. Pemuda itu
memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta. "Jadi dia masih
takut pada Allah?" Gumam sang gadis. Seketika ia tersadar, dan dunia
tiba-tiba jadi kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan
dirinya untuk ibadah. Tapi cintanya pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah
jadi rindu yang menggelora dalam jiwa dan doa-doanya. Tubuhnya luluh lantak didera
rindu. Ia mati, akhirnya.
Sang pemuda
terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka
kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan doa-doanya. Sampai suatu
saat ia tertidur di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam
tidurnya. Cantik. Sangat cantik. "Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah
kepergianku," tanya sang gadis. "Baik-baik saja. Kamu sendiri disana
bagaimana," jawabnya sambil balik bertanya. "Aku disini, dalam surga
abadi, dalam nikmat dan hidup tanpa akhir," jawab gadisnya. "Doakan
aku. Jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu
denganmu," tanya sang pemuda lagi. "Aku juga tidak pernah lupa
padamu. Aku selalu berdoa kepada Allah menyatukan kita di surga. Teruslah
beribadah. Sebentar lagi kamu akan menyusulku," jawab sang gadis. Hanya
tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.
Atas nama cinta
ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, memenangkan iman atas syahwatnya
sendiri. Atas nama cinta pula Allah mempertemukan mereka. Cinta selalu bekerja
dengan cara itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar