Burung kepodang kuduk hitam yang termasuk ordo
Passeriformes merupakan anggota burung penyanyi dunia lama (Milwright 1998,
Zhang 2000). Burung ini memiliki distribusi yang luas di seluruh Asia Timur dan
terbagi menjadi 18 sampai 20 subspesies yang disebabkan oleh perbedaan tempat
berkembang biak, penetap atau migran, karakter morfologi dan lagu (Sibley dan
Monroe 1990, Dickinson 2000).
Burung kepodang merupakan salah satu jenis burung
yang diminati oleh pengemar burung berkicau. Burung ini digemari karena
memiliki suara kicauan yang cukup bagus, merdu dan menarik untuk dipelihara.
Selain itu burung kepodang juga mempunyai daya tarik lain, yaitu bulu tubuh
yang begitu indah dan selalu dapat tampil cantik, rapi dan bersih.
Burung Kepodang juga mempunyai nilai budaya,
dalam budaya Jawa, Burung Kepodang sering dipergunakan dalam tradisi ‘mitoni’
(tradisi tujuh bulan kehamilan). Konon, ibu hamil yang memakan daging burung
Kepodang akan mendapatkan anak yang ganteng atau cantik jelita. Burung Kepodang
dianggap mempunyai makna filosofi yang tinggi. Bagi masyarakat Jawa burung
Kepodang melambangkan kekompakan, keselarasan dan keindahan budi pekerti
sekaligus juga melambangkan anak atau generasi muda. Di daerah Jawa Barat masih
ada yang beranggapan memelihara burung ini sebagai penolak bala. Rumah yang di dalamnya
ada burung kepodang diyakini sebagian masyarakat Sunda bisa terhindar dari
marabahaya seperti kebakaran, kemalingan, diserang ilmu santet, dan sebagainya
(www.omkicau.com).
Berbagai kelebihan dari burung kepodang tersebut
menjadikan burung ini masuk dalam komoditas perdagangan yang membuat
populasinya semakin kecil dan menjadikan kelestariannya di alam semakin
terancam. Keberadaan burung kepodang di habitatnya pun sudah sangat jarang
ditemukan di hutan-hutan di Pulau jawa. Adapun beberapa penyebab menghilangnya
burung kepodang di habitatnya antara lain adalah karena perburuan liar dengan
senapan angin, penangkapan yang berlebihan. Walaupun belum diadakan
inventarisasi populasinya di alam, tetapi terrdapat indikasi bahwa jumlah
kepodang makin menurun di alam sebagai akibat penangkapan berlebihan (Van Balen dan
Ismu S, 1993).
Bioekologi
Pada habitatnya di alam bebas biasanya burung ini
hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Hidup di pohon-pohon, tetapi akan
turun cukup rendah untuk mencari makan. Di Jawa masa berbiak pada musim
kemarau, yaitu bulan Februari-Juni dan tercatat pula bersarang dalam bulan
Agustus-Desember. Setiap kali bertelur sebanyak 2 butir, berwarna putih dengan
sedikit bintik-bintik coklat, diletakkan pada sarang yang berbentuk cawan (Mackinnon,
1990).
Morfologi
Burung Kepodang berukuran relatif sedang, panjang
mulai ujung ekor hingga paruh berkisar 25-26 cm. Bulunya berwarna kuning
keemasan, bagian kepala,sayap dan ekor ada sebagian bulu yang berwarna hitam.
Ciri khas burung adalah terdapat garis hitam melewati mata dan tengkuk. tubuh
bagian bawah keputih-putihan dengan burik hitam, iris merah, bentuk paruh
meruncing dan sedikit melengkung ke bawah, ukuran panjang paruh kurang lebih 3
cm, kaki hitam (del Hoyo J dan Collar NJ 2016; Mackinnon, 1990; King et al., 1975).
Habitat dan Penyebaran
Habitat asli adalah di daerah dataran tinggi.
Namun burung ini dapat juga ditemui di hutan terbuka, hutan mangrove dan hutan
pantai hingga ketinggian 1.600 mdpl. Kepodang kuduk hitam menghuni habitat
berhutan dengan preferensi hutan sekunder tinggi dan habitat berhutan yang
terganggu. Kebun buah dan pohon hortikultura yang dikelilingi merupakan tempat
mencari makan terbaik karena pepohonan cenderung menarik serangga (Coates dan
Bishop 1997; Ching 1996). Burung ini hidup soliter atau berpasangan, sering
bertengger di lapisan kanopi dan kadang-kadang bercampur dengan spesies burung
lain di pohon berbuah. Dengan mudah mereka terbang melintasi area terbuka dari
satu kelompok pohon ke pohon lainnya. terutama memakan buah-buahan, larva, kepompong
dan serangga (Coates dan Bishop 1997).
Menurut del Hoyo J dan Collar NJ (2016) burung
kepodang tersebar secara luas mulai dari India, Bangladesh, Rusia, China,
Korea, Taiwan, Laos, Myanmar, Kamboja, Thailand, Filipina, Malaysia, hingga
Indonesia. Di Indonesia, dapat dijumpai di pulau Sumatera, Jawa, kalimantan, Bali,
Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
Masa berbiak
Masa berbiak dimulai dengan masa percumbuan yang
dilakukan sebelum membangun sarang. Burung kepodang mempunyai tipe perkawinan
poligami tetap, individu jantan selalu berpasangan dengan individu betina yang
sama ditahun yang berbeda (Ching 1996).
Sarang dibuat oleh individu betina, terdapat
kompetisi untuk wilayah persarangan antara individu betina sebelum membuat
sarang. Individu betina biasanya membangun dua atau tiga sarang pada saat
bersamaan dan memilih salah satu sarang untuk bertelur. Sarang lainnya diambil
terpisah oleh dirinya sendiri atau burung simpatik lainnya seperti Eurasian
Tree Sparrow (Passer montanus). Terkadang
sarangnya tidak tertutup dan jantan akan berdiri disamping sarang untuk menipu
predator. Sarang lainnya atau sarang palsu atau sarang yang ditinggalkan seringkali digunakan oleh spesies burung lainnya,
termasuk Eurasian Tree Sparrow, Black Bulbul (Hypsipetes madagascariensis) dan Black Drongos. Saat membangun
sarang kedua, individu betina kadang-kadang menggunakan kembali bahan sarang
pertama atau sarang yang ditinggalkan.
Beberapa hari sebelum menetas, individu betina
menghabiskan lebih banyak waktu duduk di sarang, dan individu jantan akan
membawa makanan ke individu betina di sarang. Individu betina akan mengkonsumsi
sendiri makanan tersebut atau memberi makan kepada anaknya jika telah ada telur
yang menetas.
Individu betina mengeram sekitar 14-16 hari
sendirian, tidak dibantu individu jantan. Setelah menetas, betina juga
menghabiskan banyak waktu duduk di sarang untuk melindungi anak. Kedua induk
baik individu jantan maupun betina membuang feses atau cangkang telur setelah
memberi makan anak.
Individu betina biasanya tinggal di samping
sarang setelah memberi makan anak dan kadang-kadang duduk di sarang terutama
setelah anak baru saja menetas. Individu jantan memberi makan anak lebih sering
dibandingkan dengan individu betina, dan akan tinggal di samping sarang hanya
beberapa detik setelah memberi makan. Anak biasanya bersuara meminta makanan
hanya di hadapan induknya, jika tidak akan tetap diam dan tidak mencolok di
sarangnya. Burung muda diberi makan dengan pemberian langsung dengan masa
penyapihan yang singkat. Individu muda meninggalkan sarang sekitar 16 hari
setelah menetas dan masih tetap tinggal di dekat sarang 1-2 hari untuk mendapatkan
makanan dari induknya (Ching 1996).
Asosiasi dengan Jenis burung lain
Ching (1996) melaporkan bahwa burung kepodang
kuduk hitam mempunyai hubungan khusus dengan jenis burung Black Drongos
(Dicrurus macrocercus). Sarang-sarang Black Drongos selalu dekat dengan sarang
Orioles Black-naped, bahkan di pohon yang sama. Kedua jenis burung ini memiliki
pertahanan bersama. Black Drongos akan berteriak dan mengejar jenis mahluk yang
mendekati sarang mereka dan kepodang kuduk hitam akan terbang menjauh dan
bersuara jauh dari sarang untuk menarik predator atau manusia yang mendekati
sarang.
(Moh. Ihsan Mallo)
Daftar pustaka
Ching. 1996. Study of Breeding Biology and Habitat Use of Black-naped
Oriole (Oriolus chinensis). Tesis. Departemen Ilmu Biologi, National Sun
Yat-sen.
Coates BJ,Bishop KD. 1997. A Guide to the Birds of Wallacea: Sulawesi,
The Moluccas and Lesser Sunda Islands, Indonesia. Dai Nippon Printing Co. Ltd.
del Hoyo J dan Collar NJ 2016. HBW
and Birdlife International Illustrated Checklist of the Birds of the World.
Volume 2: Passerines. Lynx Edicions, Barcelona
Dickinson EC. 2000. Systematic notes on Asian birds. 7. Black-naped
oriole Oriolus chinensis Linnaeus, 1766: some old nomenclatural issues
explained.
King BF, Martin W, Dickson FC. 1975. A field guide to the birds of
South East Asia. Collins-Crafton Street, London.
Mackinnon J. 1990. Field guide to the birds of Java and Bali. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. pp. 278 -280.
Milwright RDP. 1998. Breeding biology of Golden Oriole Oriolus Oriolus
in the fenland basin of eastern Britain. Bird Study 45: 320-330.
Sibley CG, Monroe BL. 1990. Distribution and Taxonomy of Birds of the
World. Yale University Press, New Haven and London. Pp. 477-479.
Van Balen dan Ismu. 1993. Burung Kepodang sebagai identitas daerah
Jawa Tengah dan pengembangannya dari aspek sosial dan ekonomi. Sarasehan Flora
dan Fauna Identitas Jawa Tengah. Semarang, 28 Agustus 1993.
Zhang SQ. 2000. Songs and Breeding Behavior of Maroon Oriole (Oriolus
traillii). Thesis. National Sun Yet-sen University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar