Saya pertama kali bertemu dengan perempuan
itu kira-kira dua minggu yang lalu. Hampir
saya berteriak kaget ketika masuk ke dalam angkutan KWK 02 dan bertubruk
pandang dengannya. Apalagi tak seorang
pun ada dalam angkutan jurusan Cililitan-Cilangkap itu.
Waktu menunjukkan pukul 22.00. Malam pekat. Saya pulang dari TIM. Usai rapat dengan teman-teman
Dewan Kesenian Jakarta. Saya memang
sengaja tak naik taksi, agar bisa lebih hemat. Ah, saya menarik napas tak panjang. Perempuan itu tak berkedip menatap saya. Saya membuang wajah ke jalan raya, tak mau membalas
menatap. Ya Allah, siapa dia? Kapan ia turun? Dimana ia
turun? Ada apa dengannya? Pertanyaan
pertanyaan itu berkecamuk di benak saya.
Apakah ia gila? Mau menodong? Apa ia akan mebayar ongkos? Atau perlu
saya bayari.