Halaman

Kamis, 12 Desember 2013

PENGANTAR KE KEHUTANAN INTERNASIONAL (Lanjutan)



Konvensi dan Konsensus Internasional dalam Bidang Kehutanan
Mengingat jasa ekologis hutan dan dampak negatif akibat kerusakan hutan yang berada dalam wilayah kekuasaan suatu negara dapat dirasakan pula oleh negara-negara lain, terutama yang berbatasana langsung, maka pengurusan hutan dalam suatu negara harus pula memperhatikan kepentingan negara-negara lain terhadap hutan.  Untuk dapat terakomodasinya kepentingan negara-negara di dunia terhadap berbagai barang dan jasa dari hutan yang terdapat di suatu negara tertentu, maka di antara negara-negara tersebut biasanya membuat berbagai kesepakatan atau konsensus.  Sesuai dengan banyaknya negara yang ikut serta dalam membuat kesepakatan, kesepakatan ini dapat dikelompokkan ke dalam:

a.       Kesepakatan bilateral: kesepakatan antara dua negara
b.      Kesepakatan multilateral: kesepakatan antara lebih dari dua negara
c.       Kesepakatan regional: kesepakatan antara beberapa negara yang berada dalam suatu wilayah tertentu, misalnya antara beberapa negara anggota ASEAN, atau seluruh negara-negara ASEAN
d.      Kesepakatan internasional: kesepakatan antara sebagian besar atau seluruh negara di dunia yang biasanya dikoordinasikan oleh PBB
Sedangkan berdasarkan bentuk ikatannya, kesepakatan yang dibuat dapat dikelompokkan ke dalam:
1.      Perjanjian (convention): perjanjian yang bersifat mengikat bagi negara-negara yang menyepakati.
2.      Konsensus yang tidak mengikat (non-legally binding): konsensus antara beberapa negara yang tidak mengikat tetapi disepakati untuk diperhatikan.
Beberapa konvensi dan konsensus internasional dalam bidang kehutanan atau berhubungan dengan pengurusan hutan yang penting sebagai berikut.
1.      Declaration of the United Nations Conference on the Human Environment (Deklarasi Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup manusia)
2.      Convention on International Trade in Endangered species (CITES) of wild Fauna and Flora (Konvensi tentang perdagangan internasional species langka (Terancam punah) untuk satwa dan tumbuhan Liar)
3.      Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat (Konvensi tentang lahan basah dipandang dari kepentingan internasional khususnya sebagai habitat burung air)
4.      Deklarasi dan Konvensi-konvensi hasil konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (United Nation Conference on Environemt and development, UNCED), Rio de Janeiro-brazil, 3-4 Juni 1992
a.       Deklarasi Rio (Rio Declaration)
b.      Konvensi tentang perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC)
c.       Konvensi tentang keanekaragaman hayati (Convention on Biodiversity)
d.      Agenda abad 21 atau agenda 21
e.       Prinsip-prinsip tentang hutan (Principles on Forest)
5.      Konvensi PBB untuk memerangi proses Penggurunan atau disertifikasi (United Nations Convention to Combat Desertification, UNCCD)
Skema Pengurusan Hutan Melalui Pola Kerjasama Internasional
Salah satu konvensi yang dihasilkan dalam UNCED (1992) atau dikenal pula dengan istilah Konfrensi tingkat tinggi bumi atau KTT Bumi (Earth summit) di Rio de Janeiro (Brazil) adalah konvensi perubahan ikllim (United Nation Framework Convention on Climate Change, UNFCCC).  Setelah UNCED selesai, beberapa negara penandatangan konvensi tersebut meratifikasinya dengan undang-undang di negara masing-masing.  Selanjutnya konvensi tersebut diatur lebih rinci dalam Kyoto Protocol yang dihasilkan dalam konferensi para pihak yang ketiga (The Third Session of the Conference of Parties, COP3) mengenai perubahan iklim yang diadakan di Kyoto pada bulan Desember 1998 (Murdyarso, 1999).
Dalam Kyoto Protokol, antara lain diatur instrumen proyek mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism atau CDM) yang dibuat untuk memfasilitasi mekanisme hubungan antara negara maju dengan negara berkembang dalam menyelenggarakan program pembangunan bersih.  Salah satu pasal dalam Kyoto Protocol yang berkenaan dengan sektor kehutanan dan tataguna lahan menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan: penghutanan kembali (reforestation), pengkonversian hutan (afforestation) dan perusakan hutan (deforestation), termasuk ke dalam kegiatan manusia yang dapat meningkatkan penyerapan karbon dari udara (reforestation) dan emisi (melepaskan ke udara) karbon (afforestation dan deforestation).
Pola penukaran utang dengan kegiatan konservasi Alam (debt for nature Swaps, DNS)
Debt for Nature Swaps (DNS) dapat diartikan sebagai pembatalan utang luar negeri suatu negara dengan cara menukarkannya dengan suatu komitmen dari negara pengutang (debitor) untuk memobilisasi sumber keuangan domestik (dalam negeri) yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan konservasi alam.  Pada saat ini terdapat dua skema pendanaan untuk kegiatan konservasi alam  melalui pola DNS, yaitu:
1.      Pola Tiga Pihak (Triparties), terdiri dari:
a.       Three Party Public Swap: investor, kreditor, debitur pemerintah (a.l dilaksanakan di Filipina)
b.      Three Private Debt Swap: investor, kreditur,debitur swasta (a.l dilaksanakan di Ghana).
2.      Pola dua pihak (Bilateral)
Bilateral Public Debt Swap: kreditur pemerintah dan debitur pemerintah (al. Di laksanakan di Peru)
Beberapa negara kreditor yang pada saat ini menyelengarakan program DNS adalah:
1.      Belgia                          : Debt for aid, debt buy-backs
2.      Kanada                        : Debt for Conservation Initiative for the Environment in latin America
3.      Jerman                         : Debt for environment
4.      Belanda                       : Debt for development and environment
5.      Swis                            : Debt reduction facility
6.      Amerika serikat           : Tropical forest conservation
Pola kerjasama Teknis
Pola ini merupakan kerjasama teknis dalam bidang kehutanan antar dua atau lebih negara yang memiliki kepentingan dan perhatian yang sama terhadap satu atau beberapa kegiatan dalam pengurusan hutan, mencakup: pembangunan hutan, pengelolaan hutan, industri kehutanan, dll.
Dalam pola ini, setiap negara biasanya menyepakati suatu kegiatan tertentu dan dikerjakan bersama-sama.  Setiap negara memberikan konstribusinya sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan yang dibuat.
Instrumen Pengurusan Hutan pada Era Globalisasi Kehutanan
Nasional Forest Accord, NFA (Kesepahaman Tentang Hutan Nasional, KHN)
Pengurusan hutan dalam suatu negara pada era ini terikat oleh nilai-nilai dan norma-norma universal (umum) yang dihasilkan dari berbagai konvensi internasional yang bersifat mengikat dan berbagai konsensus yang walaupun bersifat tidak mengikat, tetapi untuk menjunjung etika hubungan internasional tetap harus dipatuhi.  Dilain pihak, pengurusan hutan suatu negara menuntut adanya kekhususan sejalan dengan karakteristik biofisik hutan dan keadaan sosial budaya masyarakat di setiap negara yang berbeda dengan negara lainnya.  Menghadapi dua keadaan seperti ini, maka dalam rangka menyelenggarakan pengurusan hutannya, setiap negara dituntut untuk menetapkan ketegasannya mengenai cara pandang terhadap hutan, harapan ke depan (visi) terhadap hutan, peran-peran yang ditetapkan untuk dipikul oleh hutan (misi) dalam menyangga sistem kehidupan dan mendukung pembangunan nasional dalam negaranya, tujuan yang diharapkan dari pengurusan hutan dalam wilayah negaranya; serta komitmen-komitmen bersama yang akan dilaksanakan dalam rangka melaksanakan visi dan misi hutan serta dalam mencapai tujuan pengurusan hutan yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan norma-norma universal dan keadaan khusus negaranya.
Keseluruhan komponen tersebut (cara pandang, visi, misi, tujuan dan komitmen) ditetapkan bersama oleh seluruh pihak yang terlibat dan berkepentingan (stakeholder) dalam pengurusan hutan setiap negara, melalui proses yang demokratis, transparan dan akomodatif, sehingga hasilnya akan menjadi milik bersama.  Berbagai komitmen tersebut selanjutnya dipegang secara konsisten sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan pengurusan hutan di negara tersebut.
Rumusan mengenai cara pandang, visi, misi dan tujuan pengurusan hutan serta komitmen-komitmen dalam melaksanakannya, setelah disepakati, selanjutnya dibuat dalam bentuk dokumen dan ditandatangani oleh wakil-wakil stakeholder pengurusan hutan yang terdapat di negara tersebut.  Dokumen ini dinamakan kesepahaman tantang hutan nasional (National Forest Accord, NFA), yang biasanya diberi nama khsusus dinegaranya untuk Indonesia, misalnya, dokumen tersebut dapat diberi nama Indonesia Forest Accord atau IFA (kesepahaman  tentang hutan indonesia)
Kesepahaman Hutan Indonesia
Kesepahaman tentang hutan Indonesia atau (KHI), merupakan pernyataan kesamaan pemahaman dan kehendak bersama dari para penandatangan berikut pihak-pihak yang diwakilinya tentang hal-hal yang dinyatakan dalam naskah yang ditandatangani.  Untuk KHI, naskah tersebut akan memuat hal-hal mengenai: persepsi tentang hutan serta falsafah, visi, tujuan dan komitmen bersama dalam upaya mewujudkan Pengelolaan Hutan Secara Lestari di Indonesia.  KHI selanjutnya berfungsi sebagai komitmen moral bangsa Indoensia dan diharapkan akan menjadi landasan yang dipegang teguh secara konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan pengelolaan hutan di Indonesia.
(Sumber: Endang Suhendang 2002)

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus