Mengeja
baris demi baris yang tertulis di rubrik muda Majalah Annida Akhir Oktober 2002
(Gatot Wahyudi: Pemenang I Remaja Berprestasi Annida 2002), airmata meleleh di
pipi. Haru dan kagum padanya sekaligus juga malu pada diri sendiri. Haru dan
kagum atas ketegarannya, malu karena sering merasa menjadi orang paling merana
di dunia. Saat yang sama, semangat pun terbangun, untuk meneladaninya.
Laki-laki muda dengan segudang prestasi di tingkat lokal maupun nasional itu ternyata hidup serba berkekurangan. Terlahir dari keluarga sangat sederhana. Bahkan sempat menggelandang bersama sang bapak ketika usianya masih sangat belia: 3 tahun. Sewaktu SMU, ia dua tahun tidur di sekolah demi mengirit ongkos perjalanan, karena jarak rumah dan sekolah lebih dari 20 km sedang alat transportasi tiada. Terbiasa puasa senin kamis, saat kuliah memilih puasa daud demi menghemat biaya makan namun tetap bisa makan teratur. Pernah 21 hari tak makan nasi, karena duit di kantong sudah sangat menipis.
Namun dia
menjalani semuanya dengan ringan. Senyum ceria selalu menghiasi bibirnya -seperti
yang tampak di semua photo yang menghiasi halaman itu- hingga hampir tak ada
dari teman-temannya yang tahu akan kehidupan kesehariannya. Senyum itu juga
tetap merekah, ketika tak sengaja saya berkesempatan beberapa jam bersamanya
dalam sebuah acara. Riang, penuh canda, tanpa beban.
“Senyum”.
Satu kata ini sederhana dalam segala hal, namun memberikan kekuatan yang tak
terkira.
Dalam hal
pelaksanaan, senyum adalah aktifitas sederhana untuk dilakukan. Hayo, siapa sih
orang hidup di dunia ini yang tak bisa tersenyum? Orang miskin maupun kaya pun
bisa tersenyum, karena senyum tak membutuhkan modal, kecuali niat dan ketulusan
hati. Manusia pinter dan tidak pinter sama-sama bisa tersenyum karena untuk
bisa tersenyum tak perlu sekolah. Sejak kita lahir, orang-orang di sekeliling
kita telah menyambut kita dengan senyum lebar, sekaligus mengajarkannya pada
kita. Sakit atau sehat, cacat ataupun normal, semua orang masih bisa tersenyum,
karena ia tak membutuhkan usaha luar biasa. Cukup menarik kedua ujung bibir ke
atas sedikit. Kecuali jika sakit dan cacatnya seputar mulut.
Secara
fisik, tersenyum dapat membuat kita selalu dalam kondisi riang. Bobby De Porter
dalam bukunya Quantum Learning mengatakan bahwa sikap tubuh seseorang dapat
mempengaruhi perasaan atau mood seseorang sebagaimana perasaan juga
mempengaruhi sikap tubuh seseorang. Ayo kita coba. Anda sedang sedih atau
marah. Kemudian usahakan menarik ujung kedua bibir anda keatas, membentuk
sebuah senyuman. Dan tanyakan pada hati anda dengan jujur: Apakah anda masih
tetap merasa sedih seperti semula?. Saya percaya, setidaknya perasaan anda
tidak seblue sebelumnya. Kemudian cobalah sebaliknya. Anda sedang berperasaan
biasa saja atau bahkan tengah riang dan gembira. Kemudian duduklah dengan bahu
merunduk. Bungkam mulut anda dan kerucutkan. Maka tiba-tiba anda akan merasa
sedih. Nah, kenapa kita tidak gunakan sikap tubuh untuk mempengaruhi kondisi
mental dan jiwa kita? Menyikapi segala sesuatu dengan senyum, insya Allah
segalanya akan ringan.
Kata Emha
Ainun Najib dalam buku ‘Mati Ketawa ala” orang yang selalu riang dan suka
tertawa sulit dimasukin jin dan setan, karena aura tubuh mereka yang rileks
tidak menyenangkan bagi jin. Makhluk ini lebih suka memasuki tubuh orang yang
suka melamun, berdiam diri dan menyendiri dan selalu bersedih hati.
Dalam hal
makna, senyum juga bermakna sederhana. Mendengar kata “senyum”, pasti yang
terbayang pertama kali adalah wajah manis penuh keramahan dan cinta (Kecuali
kalau dibelakang kata itu diberi embel-embel ‘sinis’, ‘sarkastis’ dan
lain-lain).
Senyum
bisa menjadi pembuka komunikasi. Pun senjata jika kita sedang grogi. Senyum
adalah bahasa dunia. Jika kita tak saling mengerti bahasa lawan bicara, meski
tak saling sapa, senyum sudah cukup menjadi isyarat persahabatan. Senyum akan
mencairkan kekakuan. Hingga ketegangan di antara dua sahabat pun terlelehkan.
Hingga kemarahan pun padam, dan cinta serta aura kedamaian tersebar dalam
sebuah kelompok, lingkungan dan komunitas.
Bahkan
Rasulullah pernah bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah”. Ah,
alangkah indahnya. Betapa damainya, betapa menyenangkan. Karena kita bisa
beramal dan bersedekah, tanpa harus memiliki sesuatu yang besar. Cukup satu hal
sederhana. Senyum penuh cinta, penuh ketulusan.
Senyum
adalah solusi sederhana. Terhadap kepedihan pribadi, kesedihan keluarga, luka
masyarakat dan juga nestapa dunia. Lalu, mengapa kita tidak tersenyum saja?
Agar perjalanan lebih ringan. Agar persahabatan lebih menyenangkan. Agar dunia
lebih damai. Agar hidup lebih nyaman. Dan tanpa kita sengaja, kita telah
berkontribusi terhadap perdamaian dunia. Alangkah indahnya!
(Oleh: Azimah Rahayu)
Sumber: eramuslim/
https://ervakurniawan.wordpress.com/2013/12/06/mengubah-dunia-dengan-senyuman/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar