Jika kita berkunjung ke Kota Bandung dan
sekitarnya kita masih dapat menikmati aktivitas berbagai jenis burung di
taman-taman kota, atau areal lain berpohon cukup luas. Misalnya di halaman
kantor atau rumah cukup luas, vegetasi pemukiman pinggiran kota atau areal
berair terpencil.
Selama tinggal di Kota Bandung dengan
jangka waktu cukup lama, saya telah melakukan kunjungan rutin ke beberapa
tempat di kota ini dan sekitarnya, dan telah menjumpai 49 jenis burung. Sebenarnya catatan ini belum menggambarkan
keseluruhan jumlah jenis burung di Kota Bandung dan sekitarnya, karena masih
banyak jenis yang pernah tercatat tidak saya jumpai, mungkin karena sudah
punah, atau merupakan jenis yang jarang.
Legenda perburungan Indonesia Bapak Johan
Iskandar telah intens melakukan pengamatan burung di Kota Bandung dan
sekitarnya, jauh sebelum saya melakukan pengamatan saat ini. Kemudian
dilanjutkan teman-teman dari Yayasan Pribumi Alam Lestari (YPAL), Bicons, dan
beberapa kelompok pengamat burung lain di kota ini.
Dalam pembahasan ini, saya hanya membatasi
ruang lingkup pada jenis-jenis burung dijumpai di pemukiman, yang terpengaruh
oleh ramai aktifitas manusia dan kendaraan. Tidak termasuk jenis-jenis pada
vegetasi luas, diluar pengaruh faktor tersebut, seperti di Taman Hutan Raya
(Tahura) Djuanda, rawa, persawahan, vegetasi berpohon dan semak luas di sekitar
Kota Bandung. Wilayahnya meliputi areal pemukiman tidak dibatasi administrasi
Kota Bandung, juga meliputi daerah diluar kota Bandung seperti Sumedang dan
Cimahi. Ada lokasi yang secara
administrasi masuk wilayah Kota Bandung dan sekitarnya, tetapi jika menunjukkan
areal tidak terpengaruh secara langsung ramai aktivitas manusia dan kendaraan
tidak dimasukan.
Menurut Whittaker et al. (2013) dalam biogeografi Pulau, pulau dapat dibagi dua,
yaitu:
-
Pulau sebenarnya, yaitu daratan yang seluruhnya dikeliling air
-
Pulau habitat, bentuk lain dari habitat pulau, yaitu habitat patch (blog)
berlainan dikelilingi oleh habitat sangat kontras. Tipe habitat pulau ini
terdapat di daratan.
Pada beberapa tempat di Kota Bandung dan
sekitarnya telah terbentuk pulau habitat berupa pacth-patch, akibat padatnya
pemukiman penduduk dan kendaraan sehingga mengisolasi vegetasi suatu areal dari
vegetasi yang lebih luas disekitarnya. Isolasi ini menyebabkan beberapa jenis
burung juga terisolasi dari populasi disekitarnya. Terjadinya fenomena ini
merupakan peristiwa Biogeografi Pulau.
Hal ini merupakan suatu kajian yang cukup menarik.
Untuk memudahkan pembahasan, saya membagi
jenis-jenis burung di Kota Bandung dan sekitarnya menjadi dua kelompok, yaitu:
Pertama burung pemukiman pusat kota; Kedua burung pemukiman pinggiran kota.
Burung pemukiman
pusat kota
Burung dikategorikan pemukiman pusat kota
dijumpai pada taman-taman kota di pusat kota, seperti Taman Maluku, Taman
Pramuka, Taman Lansia, halaman Balai Kota Bandung, Taman Tegallega, Taman
Cilaki, Taman Ganesha, Taman Kandaga dan beberapa taman lain, dan juga vegetasi
pepohonan atau areal lain di halaman rumah dan kantor yang cukup luas.
Areal-areal tersebut telah terisolasi dari vegetasi lebih luas di sekitat Kota
Bandung, sehingga jenis-jenis burung yang terdapat di areal tersebut tidak
dapat melakukan aktifitas pada areal atau vegetasi luas tersebut, atau jika
dapat melewatinya, aksesnya sangat sulit, sehingga jenis-jenis tersebut sudah
hidup terisolasi pada vegetasi terbentuk di pusat kota.
Di areal ini dijumpa 39 jenis, terdiri dari 35 hidup alami, 11 migran
dari utara khatulistiwa saat musim dingin, dan empat peliharaan terlepas. Untuk
kebutuhan pengkajian, burung-burung di kawasan ini dibagi empat kategori,
yaitu:
Pertama, melakukan
aktifitas sepenuhnya di pepohonan dan semak
Kedua, melakukan
aktifitas di pepohonan dan areal terbuka.
Ketiga, melakukan
aktifitas di pepohonan dan areal berair.
Keempat, melakukan
aktifitas di angkasa.
Kawasan ini didominasi jenis melakukan
aktifitasnya sepenuhnya pada vegetasi pohon termasuk vegetasi semak. Tercatat
ada 25 jenis. Melakukan aktifitas dengan memanfaatkan berbagai strata secara
vertikal vegetasi pepohonan. Pada strata tajuk atas dan tajuk bawah dijumpai Tyto alba, Otus lempiji, Pernis
ptilorhynchus, Accipiter soloensis,
Accipiter gularis, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos
analis, Falco peregrinus, Psittacula alexandri, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus goiavier, Agropsar sturninus, Agropsar philippensis. Tiga jenis pengunjung dari utara
khatulistiwa; Pernis ptilorhynchus, Accipiter soloensis, Accipiter gularis, sering hanya
melintasi pemukiman pusat kota, tetapi tidak menutup kemungkinan juga
memanfaatkan vegetasi pepohonan agak luas untuk bertengger, berburu bahkan
bermalam. Raptor lainnya, Falco
peregrinus, juga saya jumpai satu kali terbang lalu bertengger pada puncak
pohon tinggi di Taman Maluku. Keempat
jenis ini merupakan pengunjung ke pemukiman pusat kota. Psittacula alexandri merupakan satu-satunya
jenis penghuni asli strata tajuk atas. Jenis ini sangat jarang melakukan
aktifitas strata lebih ke bawah. Sedangkan Tyto
alba, Otus lempiji, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos analis, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus
goiavier, Agropsar sturninus, Agropsar philippensis, selain
memanfaatkan relung di strata tajuk atas dan tajuk bawah, bahkan kadang juga
terlihat di strata semak. Bahkan juga Tyto alba dalam kondisi tertentu harus
menerkam tikus di atas permukaan tanah.
Diantara burung-burung penghuni vegetasi
pohon, ada 12 jenis lainnya dijumpai hanya pada strata tajuk bawah, yaitu Cacomantis merulinus, Cacomantis variolosus, Gerygone sulphurea, Lanius tigrinus, Prinia
familiaris, Orthotomus ruficeps, Pycnonotus dispar, Zosterops palpebrosus, Sitta
azurea, Ficedula zanthopygia, Dicaeum trochileum dan Cinnyris jugularis. Tetapi diantaranya
juga melakukan aftifitas di strata semak terutama Lanius tigrinus, Zosterops
palpebrosus, Dicaeum trochileum
dan Cinnyris jugularis.
Kategori kedua berjumlah tujuh jenis, yaitu Spilopelia chinensis, Geopelia
striata, Pastor roseus, Acridotheres javanicus, Lonchura punctulata, Lonchura leucogastra dan Passer montanus. Jenis-jenis ini sangat membutuhkan vegetasi
pohon atau semak dan areal terbuka. Umumnya pepohonan atau semak digunakan
sebagai tempat bersarang dan berlindung, sementara areal terbuka menjadi tempat
mencari makan.
Kategori ketiga hanya satu jenis, yaitu Halcyon cyanoventris. Endemik Jawa umum dijumpai pad areal berair
sekitar pemukiman agak terpencil pemukiman pusat kota. Jenis ini sangat mengagumkan, karena mampu
beradaptasi terhadap hampir semua vegetasi berair atau dekat air di dataran
rendah Jawa, termasuk di areal pusat pemukiman.
Saya beberapa kali mengamati bertengger di tepi kolam Taman Maluku ramai
dikunjungi manusia. Tetapi jenis ini
berakifitas saat pengunjung tidak melakukan aktifitas di sekitar kolam.
Mungkin kemampuan adaptasi dan tingginya
populasi jenis ini menyebabkan sehingga Todirhamphus
chloris tidak melimpah populasinya di dataran rendah Jawa, dibandingkan
tempat lain di luar Jawa. Karena jenis
ini sangat kompetitif dalam memperebutkan sumberdaya. Dua jenis rajaudang yang
dijumpai di kawasan pemukiman pinggiran kota; Alcedo meninting dan Alcedo
coerulescens tidak dijumpai di pemukiman pusat kota. Padahal di kawasan tersebut terdapat areal
berair yang memungkinkan menjadi habitatnya. Hal ini menunjukkan faktor
ramainya aktifitas manusia dan kendaraan menyebabkan jenis tersebut tidak
memilih hidup di pemukiman pusat kota.
Jenis-jenis tersebut juga hidup ditengah aktifitas manusia dan kendaraan
pada pemukiman pinggiran kota, tetapi tingkat keramaiannya sedikit dibanding di
pemukiman pusat kota.
Kategori keempat berjumlah empat jenis,
yaitu Collocalia linchi, Aerodramus fuciphagus, Apus pacificus dan Hirundo rustica. Dua jenis
disebut terakhir pengunjung dari utara khatulistiwa saat musim dingin.
Keempatnya juga memanfaatkan vegetasi pepohonan, semak, areal terbuka berair
mencari serangga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman jenis burung sangat ditentukan oleh keanekaragaman habitat yang
disukai. Menurut MacArthur, et al. (2001)…..seperti keanekaragaman habitat,
yang pada gilirannya mengendalikan keragaman jenis. Watson dalam MacArthur et al. (2001) dalam
penelitiannya di Kepulauan Aegean, dengan memisahkan ukuran keragaman habitat
pulau di kepulauan tersebut, menemukan bahwa hal itu menyumbang variasi
terbesar dalam jumlah jenis burung
penetap….
Fenomena tersebut juga dijumpai Mayr et al,
(2001) pada pola penyebaran burung-burung di Kepulauan Melanesia Utara. Di
Kepulauan ini ia menemukan bahwa…jenis Pulau Solomon sebagian besar (71%) gagal
untuk menjangkau kepulauan di timur karena arealnya lebih kecil dan keragaman
habitat yang lebih rendah….., dan ….
…….
Sebagian besar jenis absen dari New Britain atau New Ireland di Pulau Umboi
atau Pulau New Hanover, sehingga dapat segera dipahami dalam hal satu atau
beberapa faktor: jenis dirugikan oleh terbatasnya ketersediaan habitat.
Dari padangan tersebut dapat diketahui
bahwa factor utama yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung di pemukiman
pusat kota adalah tersedianya habitat. Di kawasan ini hanya tersedia tiga tipe
habitat, yaitu vegetasi pepohonan, areal berair dan areal terbuka. Jika habitat
burung variasinya lebih banyak tersedia, maka jenisnya akan meningkat.
Selain faktor tersebut yang juga
berpengaruh adalah gangguan dari manusia. Beberapa jenis yang mempunyai habitat
di kawasan ini tetapi tidak dijumpai seperti Alcedo meninting, Alcedo
coerulescens, Falco moluccensis, Artamus leucorhynchus, Cecropis daurica. Padahal jenis-jenis tersebut terdapat di
pemukiman pinggiran kota. Selain itu ada beberapa jenis yang populasinya
sedikit di kawasan ini, tetapi cukup banyak di pemukiman pinggiran kota, yaitu:
Falco peregrinus, Lonchura punctulata, Lonchura leucogastra dan hal ini dapat
menggambarkan jenis-jenis tersebut tidak terdapat atau populasinya sedikit di
pemukiman pusat kota juga karena faktor ramainya aktifitas manusia dan
kendaraan. Sedangkan jenis terikat
dengan areal berair hanya dijumpai satu jenis, karena memang sangat sedikit
terdapat areal berair di kawasan tersebut.
Habitat-habitat burung di pemukiman pusat
kota hampir seluruhnya terisolasi dari hutan disekitar kota Bandung, karena
dibatasi oleh pemukiman, bangunan-bangunan lain serta jalan raya. Hal ini
menyebabkan sebagian besar jenis ini tidak dapat berinteraksi pada populasi di
sekitar Kota Bandung, kecuali sedikit longgar populasi tersebut dapat
berinteraksi dengan populasi di pemukiman pinggiran kita. Tetapi walaupun
demikian, jenis pengunjung dari utara khatulistiwa sudah pasti dapat melakukan
interaksi keluar dari kawasan pemukiman pusat kota. Mungkin juga Collocalia linchi, Aerodramus fuciphagus dan Tyto
alba melakukan interaksi dengan populasi di areal luas sekitar kota Bandung
karena wilayah jelajahnya yang lebih luas dibanding jenis-jenis lain.
Populasi-populasi di pemukiman pusat kota melakukan aktifitasnya pada
patch-patch (blok-blok) vegetasi saling terpencar.
Burung pemukiman
pinggiran kota
Burung dikategorikan pemukiman pinggiran
kota adalah dapat dijumpai pada vegetasi pohon dan vegetasi lain di belakang
kawasan pemukiman pusat kota. Indikator yang masuk kategori jenis di kawasan
ini adalah jenis selain dapat melakukan aktifitas di kawasan ini, juga dapat
melakukan aktifitas pada areal atau vegetasi di luar belakang pemukiman.
Di kawasan ini dijumpa 45 jenis, seluruhnya
hidup alami, 10 migran dari utara khatulistiwa saat musim dingin, dan empat
peliharaan terlepas. Burung-burung di
kawasan ini dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
Pertama, melakukan
aktifitas sepenuhnya di pepohonan dan semak
Kedua, melakukan
aktifitas di pepohonan dan areal terbuka.
Ketiga, melakukan
aktifitas di pepohonan dan areal berair.
Keempat, melakukan
sepenuhnya di rawa/persawahan.
Kelima, melakukan
aktifitas di angkasa.
Burung-burung kawasan ini didominasi jenis
beraktifitas sepenuhnya pada vegetasi berpohon termasuk vegetasi semak. Tercatat ada 25 jenis. Pada strata tajuk atas
dan tajuk bawah dijumpai Tyto alba, Otus lempiji, Pernis ptilorhynchus, Accipiter
soloensis, Accipiter gularis, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos analis, Falco moluccensis, Falco
peregrinus, Psittacula alexandri,
Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus goiavier dan Agropsar sturninus. Tiga jenis
pengunjung dari utara khatulistiwa; Pernis
ptilorhynchus, Accipiter soloensis
dan Accipiter gularis sering juga
memanfaatkan vegetasi pepohonan agak luas untuk bertengger, berburu bahkan
bermalam. Raptor lainnya, Falco peregrinus, juga dijumpai cukup
umum terbang atau bertengger pada pohon tinggi atau tower listrik. Keempat
jenis ini merupakan pengunjung ke kawasan ini. Psittacula alexandri merupakan satu-satunya jenis penghuni asli
strata tajuk atas vegetasi pepohonan. Jenis ini sangat jarang melakukan
aktifitas di strata lebih rendah. Sedangkan Tyto
alba, Otus lempiji, Psilopogon haemacephalus, Dendrocopos analis, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus
goiavier dan Agropsar sturninus,
memanfaatkan relung di strata tajuk atas dan tajuk bawah, bahkan kadang di
strata semak.
Diantara burung-burung penghuni vegetasi
pohon, ada 13 lainnya dijumpai pada strata tajuk bawah, yaitu Cacomantis merulinus, Cacomantis variolosus, Gerygone sulphurea, Lanius tigrinus, Prinia
familiaris, Orthotomus ruficeps, Pycnonotus dispar, Zosterops palpebrosus, Sitta
azurea, Ficedula zanthopygia, Dicaeum trochileum, Cinnyris jugularis dan Ploceus
philippinus. Tetapi diantaranya juga banyak melakukan aftifitas di strata
semak terutama Lanius tigrinus, Zosterops palpebrosus, Dicaeum trochileum, Cinnyris jugularis dan Ploceus
philippinus. Burung disebut terakhir jarang dijumpai, mungkin karena akibat
maraknya perburuan terhadapnya.
Kategori kedua berjumlah tujuh jenis Spilopelia chinensis, Geopelia striata, Acridotheres javanicus, Lonchura
punctulata, Lonchura leucogastra,
Lonchura maja dan Passer montanus. Jenis-jenis ini sangat
membutuhkan vegetasi pohon atau semak dan areal terbuka. Umumnya pepohonan atau
semak digunakan sebagai tempat bersarang dan berlindung, sementara areal
terbuka menjadi tempat mencari makan.
Kategori ketiga empat jenis, yaitu Alcedo meninting, Alcedo coerulescens dan Halcyon
cyanoventris.
Kategori keempat jenis burung-burung rawa,
yaitu: Dendrocygna javanica, Amaurornis phoenicurus, Gallinula chloropus, Ixobrychus cinnamomeus dan Cisticola exillis. Dendrocygna javanica hanya dijumpai melintasi kawasan Ranca Ekek,
karena terdapat rawa yang cukup luas di belakang pemukiman penduduk. Cisticola exillis sebenarnya penghuni
areal persawahan dan semak, tetapi di kawasan ini lebih sering teramati di
areal vegetasi rawa, walaupun kadang di vegetasi semak.
Kategori kelima burung-burung melakukan
aktifitas di angkasa. Ada tujuh jenis, yaitu Collocalia linchi, Aerodramus
fuciphagus, Apus pacificus, Artamus leucoryn, Cecropis daurica, Apus
pacificus dan Hirundo rustica
merupakan pengunjung dari utara khatulistiwa saat musim dingin. Seluruhnya juga memanfaatkan vegetasi
pepohonan, semak, areal terbuka areal berair untuk mencari serangga.
Sama dengan pemukiman pusat kota, dari
kelima tipe habitat tersebut, areal vegetasi berpohon dan bersemak tersedia
cukup luas, menyebabkan jenis-jenis burung di pemukiman pinggiran kota lebih
didominasi jenis-jenis penghuni vegetasi pepohonan dan semak. Selain areal
vegetasi berpohon, juga dijumpai areal terbuka terbuka cukup luas, hal ini
meyebabkan jenis-jenis yang menyukai areal terbuka masih cukup banyak
dijumpai.
Habitat-habitat burung di pemukiman
pinggiran kota walaupun juga masih dipengaruhi
adanya barrier dengan areal atau
vegetasi luas disekitarnya, karena dibatasi oleh pemukiman, bangunan-bangunan
lain serta jalan raya, tetapi barrier tersebut tidak seketat barrier dilewati
jenis-jenis di pemukiman pusat kota ke areal atau vegetasi luas di sekitar Kota
Bandung. Beberapa jenis masih bisa berhubungan dengan populasi di areal atau
vegetasi luas disekitarnya, terutama jenis-jenis burung yang melakukan
aktifitas di air. Tetapi walaupun demikian, sudah pasti jenis pengunjung dari
utara khatulistwa dapat melakukan interaksi keluar dari kawasan ini. Demikian
juga Collocalia linchi, Aerodramus fuciphagus dan Tyto alba dapat melakukan interaksi
dengan populasi di areal luas sekitarnya karena wilayah jelajahnya lebih luas dibanding
jenis-jenis lain.
Sama seperti pada pemukiman pusat kota,
selain faktor tersedia habitat yang disukai, yang juga mempengaruhi
keanekaragaman jenis burung di kawasan ini adalah ramainya aktifitas manusia
dan kendaraan. Beberapa jenis yang dijumpai pada vegetasi luas dekat dibelakang pemukiman pinggiran kota tidak di
jumpai di kawasan ini, seperti Dendrocygna
arcuata, Centropus bengalensis, Lewinia striata, Amaurornis cinerea, Ardeola
speciosa, Bubulcus ibis, Rostratula benghalensis, Tringa glareola dan Ictinaetus malaiensis.
Selain itu, ada beberapa jenis yang populasinya sedikit di kawasan ini,
tetapi populasinya banyak pada vegetasi luas di belakang kawasan ini, yaitu: Dendrocygna javanica, Amaurornis phoenicurus, Gallinula chloropus, Ixobrychus cinnamomeus, Alcedo coerulescens, Falco moluccensis, Falco peregrinus, Artamus
leucoryn, Cecropis daurica, Lonchura punctulata, Lonchura leucogastra dan Lonchura maja. Hal ini dapat menggambarkan jenis-jenis
tersebut tidak terdapat atau populasinya sedikit di pemukiman pinggiran kota
karena faktor ramainya aktifitas manusia dan kendaraan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi
keanekaragaman jenis burung di pemukiman pusat kota dan pinggiran kota adalah
keaneragaman jenis pada areal luas di sekitar kota Bandung, yang dapat
menyuplai ke kawasan tersebut. Habitat-habitat burung disekitar Kota Bandung
sebagian besar mengalami gangguan, sehingga menyebabkan jenis burung di tempat
tersebut sedikit. Kondisi ini menyebabkan jenis-jenis yang terdapat di Kota
Bandung dan sekitarnya relatif sedikit, baik di pemukiman pusat kota maupun
pemukiman pinggiran kota.
Di Kota Palu (Sulawesi) dijumpai dua jenis
(Ptilinopus melanospilus dan Trichoglossus ornatus) pengunjung dari
areal berhutan dipinggiran kota ke pusat pemukiman kota (Mallo, 1996). Hal ini
disebabkan karena relatif tidak jauh dari kota Palu masih terdapat areal
berhutan cukup luas. Mungkin jika terdapat areal berhutan luas tidak jauh
letaknya dari Kota Bandung, tidak menutup kemungkian ada jenis pengunjung
seperti itu ke pemukiman pusat kota.
Dibandingkan pada masa lalu jumlah jenis
burung di pemukiman Kota Bandung dan sekitarnya sudah berkurang, contohnya
Caprimulgus macrurus dulu pernah dijumpai di Kota Bandung, bahkan menurut Kang
Ader (Bicons) dulu Acridotheres
melanopterus masih dijumpai di Kota Bandung (kom. pribadi, 2016). Selain itu, jenis-jenis yang ada populasinya
jauh berkurang dibanding masa lalu. Ini disebabkan karena semakin berkurangnya
vegetasi tersedia dan maraknya penangkapan disamping semakin ramai aktifitas
manusia dan kendaraan di kawasan ini.
Daftar jenis-jenis burung di Kota Bandung download disini
Daftar jenis-jenis burung di Kota Bandung download disini
(Fachry Nur Mallo)
Sumber:
http://nurmallo.blogspot.com/2018/04/burung-burung-pemukiman-kota-bandung.html#more
DAFTAR PUSTAKA
del
Hoyo J, Collar NJ. 2014. Illustrated
Checklist of the Bird of the World, Volume 1 Non Passerines. Lynx and Birdlife
International.
del
Hoyo J, Collar NJ. 2016. Illustrated
Checklist of the Bird of the World, Volume 2 Passerines. Lynx and Birdlife International.
Endah
GP, Partasasmita R. 2015. Keanekaan jenis burung di Taman Kota Bandung, Jawa
Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, Volume 1, Nomor 6, September 2015.
Iskandar
J. 2015. Keaneka Hayati Jenis Binatang, Manfaat Ekologi Bagi Manusia. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
MacArthur
RH, Wilson E. 2001. The Theory of Island Biogeography. Princeton University Press.
MacKinnon
J. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan
Bali. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Mallo
FN. 1996. Kehidupan Burung-Burung di Lembah Palu, Study Pendahuluan dari hasil
Pengamatan Terhadap Keberadaan Jenis, Kelestarian dan kondisi Habitatnya. Belum dipublikasikan.
Mallo
FN. 2016. Catatan Pengamatan Burung-burung di Jawa. Tidak dipublikasikan.
Mayr
E, Diamond J. 2001. The Bird of Northern Melanesia, Speciation, Ecologi &
Biogeography. Oxford University Press.
Putra
YMP, dan Ramadhani M. 2018. Burung Semakin Jauhi Wilayah Perkotaan. Republika.
Kamis 6 Pebruari 2017.
Whittaker
RJ, Fernandes-Falacois JM. 2013. Island
Biogeography, Ecology, Evolution, and Conservation. Oxford University Press.
Whitten
AJ, Mustafa M, Enderson GS. 1987. Ekologi Sulawesi. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar