Arkeolog menguak misteri baru dari spesies
Lucy (Australopithecus afarensis).
Kerabat dekat manusia yang hidup 2,9-3,8 juta tahun lampau di Afrika Timur itu
ternyata melakukan praktek poligini, atau salah satu bentuk poligami dengan
satu lelaki berpasangan dengan banyak
wanita dalam waktu sama.
Fidelis Masao, peneliti arkeologi
paleolitik dari University of Dar es Salaam, Tanzania, bersama timnya, jatuh
pada kesimpulan tersebut setelah melakukan studi tentang fosil tiga jejak kaki
milik A. afarensis di situs baru di Laetoli, utara Tanzania. Sebelumnya, pada
1978, pernah ditemukan fosil jejak kaki milik individu-individu lain dari
spesies sama tak jauh dari situs baru tersebut.
Fosil jejak kaki (ichnofossil) yang
ditemukannya, menurut Masao, mengungkapkan tiap individu memiliki ukuran dan
jenis kelamin yang berbeda. Perbedaan itulah yang menjadi dasar kesimpulan
Masao dan tim. Beberapa penelitian sebelumnya tentang A. afarensis juga
mengarah bahwa di antara para pejantan memiliki persaingan ketat yang berujung
pada monopoli betina.
“Yang terpenting adalah fosil jejak kaki
dapat digunakan untuk memecahkan banyak misteri tentang hominin,” begitu Masao
dan tim menuliskan dalam jurnal daring eLife edisi 14 Desember 2016.
Tempat Masao dan tim menemukan fosil jejak
kaki kini diberi nama Situs S. Selain jejak kaki A. afarensis, tempat ini penuh
dengan ichnofossil hewan, seperti badak, jerapah, kuda, dan ayam. Lanskap kala
itu, dia menggambarkan, berupa campuran semak, hutan, padang rumput, dan
sungai. Berdasarkan hasil penelusuran, jejak-jejak tersebut berumur sama dengan
jejak kaki A. afarensis yang ditemukan pada 1978.
Para peneliti mengestimasi ukuran tubuh
ketiganya. Yang jantan memiliki tinggi 1,65 sentimeter dengan berat 44,7
kilogram. Dua betina memiliki tinggi sekitar 1,46 sentimeter dan berat 39,5
kilogram. Pejantan ini lebih tinggi 20 sentimeter dan lebih berat 6 kilogram
ketimbang spesimen fosil jejak kaki spesimen sebelumnya.
“Menjadikannya pejantan A. afarensis
terbesar yang pernah teridentifikasi selama ini,” ujar Giorgio Manzi, anggota
penelitian yang juga paleoantropolog dari Sapienza University di Roma, Italia.
Begitu pula ukuran si betina. Lebih tinggi 4 sentimeter dari Lucy.
Selama penelitian, Marco Cherin, anggota
tim lainnya dari University of Perugia, bercerita, tim berjalan tanpa alas kaki
di situs untuk menghindari kerusakan. “Dan kami menyadari bahwa kaki mereka
cocok dengan kaki kami,” ucapnya kepada Live Science.
Kesimpulan sementara dari temuan ini adalah
kelompok terdiri atas satu laki-laki, dua atau tiga betina, dan satu atau dua
remaja. Tapi tim memberi catatan bahwa spesies A. afarensis yang mereka teliti
juga bisa saja salah. “Termasuk struktur sosial mereka,” ujar Cherin.
Dalam empat dekade terakhir, para ilmuwan
masih memperdebatkan dimorfisme seksual A. afarensis. Banyak peneliti yang
mendukung gagasan sikap seksual tunggal, atau tidak berbeda dengan Homo
sapiens. Adapun sisanya mendukung poligini, mengingat ukuran yang berbeda
antara jantan dan betina. Karena itu, menurut tim dalam jurnal, penelitian
lanjutan penting untuk menggali lebih dalam tentang kerabat dekat manusia ini.
Meski begitu, William Jungers, pakar
paleoantropologi dari Stony Brook University di New York, Amerika Serikat,
kagum akan penelitian Masao dan tim. “Mereka harus bertepuk tangan atas kerja
keras mereka. Tak mudah menganalisis fosil jejak kaki,” kata pria yang tak
tergabung dalam penelitian Masao itu.
Sumber:
https://technology.uzone.id/ditemukan-jejak-poligami-dari-zaman-purba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar