Chemistry yang
biasanya mempengaruhi hubungan cinta antara laki-laki dan wanita sebenarnya
hanya menegaskan satu fakta: ketika cinta yang genuine bertemu dengan motif
lain dalam diri manusia, dalam hal ini hasrat atau syahwat biologis, hubungan
cinta antara laki-laki dan wanita memasuki wilayah yang sangat rumit dan
kompleks. Banyak fakta yang tidak bisa di pahami dalam perspektif norma cinta
yang lazim. Lebih banyak lagi kejutan yang lahir di ruang ketidakterdugaan.
Namun itu tidak menghalangi kita menemukan fakta yang lebih besar: bahwa dengan
memandang itu sebagai pengecualian-pengecualian, seperti dalam kasus Muawiyah
bin Abi Sufyan dengan gadis badui yang tidak dapat mencintainya, kakuatan cinta
sesungguhnya tetap dan selalu mengejawantah pada kematangan kepribadian kita.
Misalnya antara Utsman bin Affan dan istrinya, Naila.
Para pecinta
sejati tidak memancarkan pesonanya dari ketampanan atau kecantikannya, atau
kekuasaan dan kekayaannya, atau popularitas dan pengaruhnya. Pesona mereka
memancar dari kematangan mereka. Mereka mencintai maka mereka memberi. Mereka
kuat. Tetapi kekuatan mereka menjadi sumber keteduhan jiwa orang-orang yang
dicintainya. Mereka berisi, dan sangat independen. Tapi mereka tetap merasa
membutuhkan orang lain, dan percaya bahwa hanya melalui mereka ia bisa
bertumbuh dan bahwa pada orang-orang itulah pemberian mereka menemukan
konteksnya. Kebutuhan mereka pada lain bukan sebentuk ketergantungan. Tapi
lahir dari kesadaran mendalam tentang keterbatasan manusiaan keniscayaan
independensi manusia.
Pesona inilah
yang dipancarkan Khadijah pada Muhammad. Maka selisih umur tidak sanggup
menghalangi pesona Khadijah menembus jiwa Muhammad. Pesona kematangan itu pula
yang membuat beliau enggan menikah lagi bahkan setelah Khadijah wafat. “Siapa
lagi yang bisa menggantikan Khadijah?”, tana Rasulullah saw. Tapi bisakah kita
membayangkan pertemuan dua pesona kecantika serta pesona kecerdasan? Pesona
itulah yang dimiliki Aisyah: muda, cantik, innocent, cerdas dan matang dini.
Dahsyat, pasti! Pesonanya pesona. Dalam chemistery ini tidak ada pengecualian
Muawiyah. Disini semua pesona menyatu padu: seperti goresan pelangi dilangit
kehidupan sang Nabi. Dua perempuan terhormat dari suku Quraisy itu mengisi
kehidupan pribadi sang Nabi pada dua babak yang berbeda. Khadijah hadir pada
periode paling sulit di Mekah. Aisyah hadir pada periode pertumbuhan yang
pertumbuhan yang rumit di Madinah. Khadijah mengawali kehidupan kenabiannya.
Tapi dp pangkuan Aisyahlah ia menghembuskan nafas terakhirnya setelah menyelesaikan
misi kenabiannya.
Dalam jiwa Sang
Nabi ada dua cinta yang berbeda pada kedua perempuan terhormat itu. Ketika
beliau ditanya tentang orang yang paling ia cintai, ia menjawab: Aisyah! Tapi
ketika beliau ditanya tentang cintanya pada Khadijah, ia menjawab: “cinta itu
dikaruniakan Allah padaku.” cintanya pada Aisyah adalah bauran dari pesona kematangan
dan kecantikan yang melahirkan syahwat. Maka Ummu Salamah berkata, “Rasulullah
saw tidak bisa “menahan” dirinya untuk bertemu Aisyah.” tapi cintanya pada
Khadijah adalah jawaban jiwa pesona kematangan Khadijah: cinta itu dikirim
Allah melalui kematangan Khadijah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar