“Semua orang kan kembali pada Allah setelah matinya.
Tapi berbahagiah dia yang telah melangkah menuju Allah sepanjang hidupnya.” [Sayyid Quthb]
HIDUP adalah perjalanan yang digariskan memiliki 2 rasa:
manis dan getir, lapang dan sesak, suka dan duka, nikmat dan musibah;
serta sabar dan syukur.
Tak seorangpun bisa lepas dari 2 rasa itu, pun juga
mereka yang dicintaiNya. Makin agung nikmat, besar pula musibahnya.
Imanpun tak menjamin kita selalu berlimpah dan
tertawa. Tapi ia menyediakan lembut elusanNya dalam apapun dera yang menimpa.
Maka sabar dan syukur adalah wahana yang akan membawa
hamba, menselancari kehidupan nan berrasa dua itu dengan iman di dalam dada.
Oleh hadirnya sabar dan syukur itulah, Nabi nyatakan
betapa menakjubkan hidup dan ihwal orang beriman. Semua urusannya adalah
kebaikan.
Sebab atas musibah dia bersabar, dan sabar itu
membuatnya meraih pahala tanpa hingga, dicintaiNya, dan dibersamai Allah
Subhanahu Wata’ala di segala rasa.
Sebab dalam karunia dia bersyukur; maka syukur itu
membuat sang nikmat melekat, kian berganda berlipat, menenggelamkannya dalam
rahmat.
Tapi hakikat sabar dan syukur sebenarnya satu saja;
keduanya ungkapan iman tuk menyambut penuh ridha segala kurniaNya, apapun jua
bentuknya.
Maka sabar adalah juga sebentuk syukur; dalam
menyambut kurnia nikmatNya yang berbentuk lara, duka, nestapa, dan musibah yang
niscaya.
Maka syukur adalah sebentuk sabar dalam
menyambut kurnia musibahNya yang berupa kesenangan, kelapangan, kelimpahan,
sesuka nan melena.
Lihatlah Nabi Ayyub bersyukur atas segala sakit dan
nestapa; sebab Allah Subhanahu Wata’ala mengugurkan dosa dan masih memberi hati
serta lisan tuk mendzikirNya.
Pun Nabi Sulaiman bersabar atas kemaharajaan jin,
hewan, dan manusia. Sabar dengan merunduk syukur agar tak jumawa-durjana
seperti Fir’aun.
Sabar ada di 4 hal; mentaati Allah, menjauhi maksiat,
menerima musibah, membersamai orang benar. Semua jua adalah rasa sykur padaNya.
Sabar dalam taat, sebab ia kadang terasa berat, ibadah
terasa beban, keshalihan terasa menyesakkan. Tapi syukur-lah, Allah itu dekat.
Sabar dalam menjauhi maksiat, sebab ia kadang terlihat
asyik, kedurhakaanpun tampak cantik. Tapi sykur-lah, iman itu rasa malu
padaNya.
Sabar dalam menghadapi musibah, sebab ia niscaya bagi
iman di dada. Sykur-lah dosa gugur; dan beserta kesulitan selalu ada kemudahan.
Sabar dalam membersamai orang benar; sebab kawan lurus
dan tulus kadang lebih menjengkelkan dari musuh nan menyamar. Dan salam
syukur ada ukhuwah.
Sebab pahalanya disempurnakan tak terhingga.
قُلْ يَا
عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ
الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas. [QS; Az
Zumar : 10]
Maka sabar pun sebenarnya tiada batasnya. Hanyasanya
bentuknya dapat kita pilih.
Saat melamar lalu diminta menunggu dua tahun; menjaga
diri semasa itu adalah sabar. Bahkan mencari calon lain untuk bersegera,
itupun juga sabar.
Maka iman menuntun taqwa; ialah cerdik dan peka hati
dalam memilih bentuk sabar sekaligus syukur atas segala wujud ujian cinta
dariNya.
Taqwa itulah yang membawa sabar kita mendapat kejutan
nan mengundang syukur; jalan keluar dari masalah dan rizqi tak terduga.
وَمَن
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
“…barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” [QS: Ath Thalaq: 2-3]
Tiap nikmat yang disyukuri juga berpeluang mengundang
musibah yang harus disabari; seperti tampannya Nabi Yusuf dan cinta Nabi
Ya’qub padanya.
Maka tak ada kata henti untuk bersabar dan bersyukur;
sebab ia 2 tali yang hubungkan kita denganNya; hingga hidup terasa surga
sebelum surga.
“Jika sabar dan syukur itu 2 kendaraan,” ujar Umar,
“Aku tak peduli naik yang mana.” Keduanya berlintasan ridhaNya; berjurusan
surga.
Segala puji
bagi Allah; kita milikNya; kembali padaNya.*
(Salim A.
Fillah/Hidayatullah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar