“Ukhti,
aku mencintaimu karena Allah” sebuah sms masuk dari seorang ikhwan kepada teman
saya. Ia hanya diam. Entahlah, apa yang ada dalam hatinya. Mungkin sedang
berbunga-bunga. Yang jelas, roman wajahnya telihat seperti orang yang dilanda
asmara.
Beberapa minggu kemudian...
Beberapa minggu kemudian...
“Ukhti,
anti tenang saja. Suatu saat ana akan melamar anti. Sekarang kita jalani saja
dulu. Sambil kita mempersiapkan semuanya” janji ikhwan itu melalui sms, setelah
keduanya makin dekat.
Teman
saya cukup sabar menunggunya. Entahlah, karena memang saking cintanya atau
bagaimana. Sampai suatu saat dalam sebuah telpon singkat..
“Maaf
ukhti, sepertinya hubungan kita tak bisa dilanjutkan” Saya ikut terenyuh
mendengarnya, saya lihat gurat-gurat kesedihan mulai bersemayam di hati teman
saya.
“Ukh…
“ matanya mulai berkaca-kaca
“Iya?”
“Yang sabar ya ukh, mungkin dia bukan yang terbaik untuk anti” kata saya mencoba membesarkan hatinya. “Mungkin Allah punya rencana lain di balik semuanya”
“Iya ukh… “
“Yang sabar ya ukh, mungkin dia bukan yang terbaik untuk anti” kata saya mencoba membesarkan hatinya. “Mungkin Allah punya rencana lain di balik semuanya”
“Iya ukh… “
Ya,
saya tahu apa yang ia rasakan. Sungguh menyakitkan memang. Setelah ikhwan
tersebut menyatakan cintanya, kemudian memberikan janji palsu bahwa suatu saat
akan melamarnya, di hari ulang tahun teman saya itu justru ikhwan tersebut
menghancurkan semua mimpi yang telah ia bangun.
“Ukh,
insya Allah dalam waktu dekat ini saya akan menikah dengan fulanah” kata ikhwan
itu dalam sebuah sms.
Teman
saya hanya diam tak dapat berkata-kata. Lagi dan lagi saya lihat gurat-gurat
kesedihan yang amat mendalam. Setelah ikhwan tersebut memutuskan hubungan
dengannya dan menghancurkan semua mimpi-mimpinya dengan gampangnya dia
mengatakan akan menikah dengan fulanah.
“Sabar
ukh… “ kata saya memegang pundaknya. Kurangkul ia erat-erat. Tangisnya mulai
pecah. Suasana menjadi haru. “Mungkin inilah jalan yang terbaik yang Allah
berikan. Ada pesan yang ingin Allah sampaikan”
“Ingat
ukh, laki-laki yang shalih untuk wanita yang shalihah. Anti terlalu shalihah
buat dia” saya menghiburnya. Dan dia mulai tersenyum.
Akhwati
fillah... seperti yang kita ketahui, bahwa kita semua punya hati dan perasaan.
Tak terkecuali perasaan terhadap ikhwan. Kadang kala seringnya beraktifitas
bersama membuat kita mengetahui banyak hal akan kelebihan dan kekurangannya.
Awalnya cuma kagum. Lama-lama berubah menjadi sangat kagum dan saling
mengagumi. Lalu tumbuhlah rasa cinta. Dan seperti yang saya sebutkan dalam
tulisan sebelumnya, witing trisno jalaran soko syuro eh ‘afwan soko
kulino maksudnya, hehe. Cinta berawal dari kebiasaan saling bersama.
Mungkin awalnya tidak suka tapi karena seringnya interaksi bersama akhirnya
tumbuhlah rasa cinta itu.
Lantas
bagaimana kalau rasa cinta itu tumbuh diantara ikhwan dan akhwat?
Akwati
fillah, saya sering berpesan kepada adik-adik saya di asrama, “Boleh kalian
suka dan jatuh cinta sama ikhwan. Namun ketika kalian belum siap untuk menikah,
tak perlu rasa cinta itu diungkapkan. Misalnya dengan memberikan perhatian yang
berlebihan, sms-an, atau yang lebih parah saling ketemuan. Cukuplah rasa cinta
itu menjadi rahasia kita dengan Allah. Kalau toh memang jodoh, pasti Allah akan
mempertemukan kita dengannya dalam suatu ikatan suci pernikahan.”
Cerita
teman saya tersebut memberikan pelajaran bagi kita terutama para akhwat, jangan
mudah terpengaruh dengan rayuan “gombal” ikhwan. Ikhwan yang berniat baik sama
kita, pasti dia akan mengajak ta’aruf sama kita secara resmi entah itu lewat
murabbiyah atau lewat teman, bahkan langsung ketemu orang tua.
Saya
tahu, mungkin ketika dia mengatakan suka sama kita, kita juga menyukainya.
Namun kita tak boleh lengah oleh kata-kata dan janji “palsu” yang diberikannya.
Kita harus tegas bahwa cara seperti ini bukan cara yang syar’i. Saling suka
sama suka lantas menjalin hubungan tanpa diketahui siapapun. Kemudian
memberikan perhatian berlebih entah itu sekedar lewat sms mengingatkan tahajjud
atau dalam bentuk nyata, misalnya ngasih hadiah. Meskipun hadiah itu berupa
Al-Quran.
Seorang
laki-laki lewat di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi
berkata (kepada para sahabatnya), “Bagaimana pendapat kalian mengenai laki-laki
ini?” Para sahabat menjawab “Laki-laki in pantas jika melamar dinikahkan, jika
meminta tolong ditolong, jika berkata didengar”. Nabi diam. Kemudian lewat lagi
laki-laki dari kalangan fakir miskin, maka Nabi bertanya , “Bagaimana pendapat
kalian tentang laki-laki ini?” Mereka menjawab, “Laki-laki ini pantas jika
melamar lamarannya ditolak, jika meminta tolong maka tidak diberi pertolongan,
jika berkata tidak didengar.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Laki-laki yang terakhir ini lebih baik dari sepenuh bumi laki-laki
seperti itu”
(HR. Bukhari).
Hadits
di atas memberikan pelajaran bagi kita, bahwa penilaian kita terhadap seseorang
kadang bertolak belakang dengan penilaian Allah. Apa yang kita lihat secara
dhohir di hadapan kita baik, bisa jadi di mata Allah tidak bernilai apa-apa.
Begitu pula dengan penilaian kita terhadap ikhwan. Bisa jadi ikhwan yang ketika
jalan menundukkan pandangan, sering orasi, aktif di organisasi ini, dan segala
kelebihannya ternyata adalah orang-orang yang tidak bisa menjaga ‘izzah-nya
yaitu dengan mengajak antunna menjalin hubungan tanpa status, memberikan
janji-janji palsu untuk menikah, dan ujungnya berakhir tragis seperti cerita
teman saya di atas.
Akhwati
filllah…
Sekali
lagi katakan TIDAK untuk ikhwan yang mengajak ke arah HTS (hubungan tanpa
status). Walau sebesar apapun rasa suka kita sama dia. Dan ingat! Jangan kita
terjebak sama rayuan “gombal” ikhwan seperti itu. Ikhwan yang berniat baik
tidak akan tidak akan memberikan janji dan mimpi palsu. Apapun alasannya. Ia
pasti akan mengajak anti melakukan ta’aruf seacara resmi melalui perantara baik
itu teman atau murabbiyah. Bahkan mereka akan datang langsung ke rumah, menemui
ibu dan ayah. Wallahu a’lam bish shawab. [Ukhtu Emil]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar