Puisi yang terlalu seadanya memang tidak memberi rasa
apa-apa. Puisi perlu greget. Perlu hentakan. Perlu dramatisasi. Begitu juga
ungkapan cinta. Cinta hanya bekerja kalau ia membara. Dan baranya meletup-letup
lewat kata.
Qur'an tidak mengingkari itu. Virus penyair yang
disebut Qur'an sebenarnya terletak pada kadar kebohongan yang sering menyertai
dramatisasi itu. Begitu juga ungkapan rasa cinta yang terlalu berlebihan sering
mengandung kebohongan. Bisa karena tidak berakar di hati. Bisa juga kerena
memang tidak mengandung kebenaran. Mungkin juga berakar di hati, tapi tidak
mengandung kebenaran. Atau mengandung kebenaran, tapi tidak berakar di hati.
Yang benar tapi tidak ada di hati adalah kebohongan. Yang tidak benar tapi ada
di hati adalah kesalahan. Yang terakhir ini misalnya lagu berikut:
semua yang ada padamu
oh membuat diriku tidak berdaya
hanyalah untukmu
hanyalah bagimu
seluruh hidup dan cintaku
Ungkapan itu mungkin memang berakar di hati. Tapi
mengandung makna pengabdian dan penyerahan diri yang total kepada sang kekasih.
Dan itu tidak boleh terjadi dalam cinta jiwa atau cinta sesama manusia. Itu
hanya untuk Allah SWT.
Di sinilah letak tantangan bagi para pecinta;
bagaimana menemukan ungkapan yang benar dan tepat bagi bara cinta yang
meletup-letup dalam jiwa? Yang pertama tentu saja memastikan persoalan
dasarnya; apakah memang ada bara dalam jiwa? Ini jelas sangat mendasar untuk
memastikan bahwa “tidak ada dusta diantara kita”.
Yang kedua adalah menemukan kata yang benar dan tepat.
Benar pada maknanya, tapi tepat melukiskan suasana jiwa. Ini membutuhkan
penghayatan jiwa yang dalam, keakraban dengan diri sendiri yang kental, cita
rasa keindahan dan kekayaan bahasa.
Melukis bara cinta dalam jiwa memang membutuhkan kata
yang kuat agar baranya nyata dalam pandangan sang kekasih. Tapi kita harus
menakar dengann objektif, seberapa panas bara yang hendak kita lukis. Ini untuk
memastikan bahwa kata tidak melampaui panasnya bara, atau kata tidak melukis
semua panas bara secara utuh.
Akhirnya memang, kejujuran dan kebenaran adalah kata
kunci di balik semua dramatisasi cinta yang manis. Hanya itu. Jika tidak, pasti
akan ada kesalahan dalam bahasa cinta kita. Tidak mudah memang, tapi begitulah
cinta; selalu punya syaratnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar