Memuliakan tamu termasuk kesempurnaan dari
iman seorang muslim sebagaimana Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Bukhari
Muslim. "Siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir maka hendaklah
dia memuliakan tamunya."
Mengutip buku Kumpulan Tulisan M Ali Hasan,
salah satu cara untuk menilai mutu iman seseorang adalah bagaimana cara dia
memuliakan tamunya. Orang yang acuh tak acuh terhadap tamunya, berarti imannya
kurang sempurna. Orang yang menyadari, bahwa imannya dikaitkan dengan
memuliakan tamu tentu semampu mungkin dia akan memuliakan tamunya.
Apabila orang yang bertamu ke tempat kita,
maka selama tiga hari menjadi kewajiban kita dan selebihnya dipandang sebagai
sedekah. Dengan demikian mau tidak mau selama tiga hari kita berkewajiban
melayani tamu itu. "Layani tamu itu semampu kita dan jangan sampai
memaksakan diri dan yang amat penting adalah keramah-tamahan dan keterbukaan
kita," katanya.
Dalam masalah tamu, kata M Ali Hasan, ada
beberapa yang harus diperhatikan terutama dalam hal mengundang. Pertama tamu
yang kita undang itu hendaknya orang yang bertakwa kepada Allah SWT, bukan
orang yang fasik dan zalim.
Sebab, agama Islam melarang berteman dengan
orang yang fasik dan zalim sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan
Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Hibban. "Janganlah kamu berteman kecuali
dengan orang mukmin dan jangan memakan makanan kamu, kecuali orang yang
bertakwa."
Hendaknya kita, kata Ali Hasan, dalam
mengundang pada suatu acara, Jangan dipilih hanya orang-orang yang kaya saja dan
mengabaikan orang orang fakir dan miskin. Sebagai anggota masyarakat kita lihat
hanya mementingkan tamu yang status sosialnya sama dengan dia saja. Rasulullah
bersabda, "Seburuk buruk makanan adalah makanan walimah selamatan, resepsi
yang diundang hanya orang-orang yang kaya saja tidak orang-orang fakir."
(HR Bukhari Muslim).
Selain itu yang harus juga diperhatikan
dalam mengundang tamu kata Ali Hasan, tidak karena riya dan bermegah-megahan.
Tetapi karena ingin mengadakan silaturahim dan menjalankan sunnah Rasulullah.
Mengundang orang atau tamu yang
diperkirakan dapat menghadirinya jangan sampai memberatkan orang yang diundang
seperti tinggalnya jauh, sukar ditempuh karena masalah transportasi dan
sebagainya.
Lalu bagaimana adab orang yang diundang dan
cara melayani tamu undangan. Terhadap yang diundang duduklah pada tempat yang
ditunjuk oleh tuan rumah dan duduklah dengan tawadhu dan tidak boleh ada
perasaan membanggakan diri. Sementara tuan rumah segera menyiapkan makanan sebagai
penghormatan terhadap tamu.
"Tuan rumah agar jangan cepat-cepat memindahkan
hidangan sebelum selesai betul para tamu menyantap makanan, sehingga tidak ada
pesan makanan itu tidak boleh dimakan atau dihabiskan," kata Ali Hasan
menyarankan.
Bagi tamu, kata Ali Hasan, yang memerlukan
bermalam, harus dilayani dengan baik selama tiga hari, dan para tamu pun
hendaknya dapat memahami, agar tamu tidak melebihi dari tiga hari, sehingga tidak memberatkan tuan rumah. Hal
ini berbeda dengan keluarga dekat tentu disesuaikan dengan situasi dan kehendak
dari kedua belah pihak.
Yang diundang wajib memenuhi undangan
kecuali ada uzur yang sukar ditinggalkan. Sebab, dalam agama Islam mengundang
orang hukumnya sunat, tetapi memenuhi undangan itu hukumnya wajib, kecuali ada
uzur.
Sumber:
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/q5tfv6320/dunia-islam/islam-digest/20/02/16/q5rxhw320-sunnah-rasulullah-melayani-tamu-dan-larangan-pilahpilih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar