Indonesia baru saja merdeka, tapi Belanda
sudah ingkar janji. Suara bom pesawat Belanda mengagetkan Panglima Besar
Jenderal Sudirman yang sedang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih. Anak buahnya
mencoba menenangkan Sudirman: "Itu hanya anak-anak yang sedang latihan
perang." Sudirman baru saja kehilangan satu paru-parunya di meja operasi.
Rasa sakit masih menyiksa. Akan tetapi, instingnya sebagai ahli taktik perang
berkata: ada yang tidak beres. Sadar negara dalam keadaan genting, Sudirman
menemui Presiden Soekarno di Istana Gedung Agung, Yogyakarta.
Di hadapan Soekarno, Sudirman minta izin
memulai gerilya untuk menghancurkan mental Belanda. Kala itu, Soekarno
melarang: "Kang Mas sedang sakit, lebih baik tinggal di kota".
Sudirman menyahut: "Yang sakit Sudirman, Panglima Besar tidak pernah
sakit." Selama perang gerilya Desember 1948 s/d 10 Juli 1949, Sudirman
juga memegang rantai komando untuk serangan umum 1 Maret 1949 yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Soeharto sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.