Halaman

Senin, 07 Oktober 2019

JENDERAL SUDIRMAN


Indonesia baru saja merdeka, tapi Belanda sudah ingkar janji. Suara bom pesawat Belanda mengagetkan Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sedang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih. Anak buahnya mencoba menenangkan Sudirman: "Itu hanya anak-anak yang sedang latihan perang." Sudirman baru saja kehilangan satu paru-parunya di meja operasi. Rasa sakit masih menyiksa. Akan tetapi, instingnya sebagai ahli taktik perang berkata: ada yang tidak beres. Sadar negara dalam keadaan genting, Sudirman menemui Presiden Soekarno di Istana Gedung Agung, Yogyakarta.
Di hadapan Soekarno, Sudirman minta izin memulai gerilya untuk menghancurkan mental Belanda. Kala itu, Soekarno melarang: "Kang Mas sedang sakit, lebih baik tinggal di kota". Sudirman menyahut: "Yang sakit Sudirman, Panglima Besar tidak pernah sakit." Selama perang gerilya Desember 1948 s/d 10 Juli 1949, Sudirman juga memegang rantai komando untuk serangan umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

NAPOLEON JAWA


“Kudanya gagah... berjalan anggun memasuki area keraton Jogjakarta Hadiningrat. Sang Panglima Perang itu terlihat sangat percaya diri di atas kudanya dari sejak memasuki Kawasan Jogja, sedangkan puluhan pengawal dengan kudanya yang mendampingi sang “Napoleon Jawa” juga terlihat memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi. Tapi tak akan lama, sebentar lagi, Jendral yang sangat di takuti oleh kami itu akan kita tawan, ini jalan satu satunya untuk mengakhiri kejeniusan sang 'Pasyha' atau Sentot Alibayah Prawirodirjo.“
Kutipan memoar seorang letnan muda Belanda dalam penangkapan dan penjebakan Sang Jenderal Muda ini….
Sentot, atau nama lengkapnya ialah Sentot Ali Basya Abdullah Mushtofa Prawirodirjo, adalah salah satu buyut dari Sultan Hamengku Buwono I (dari garis keturunan ibu). Ia merupakan komandan pertempuran dari pasukan-pasukan pelopor pada saat Perang Diponegoro. Gelar basya atau pasya adalah gelar yang diilhami oleh para panglima perang di Turki yang di zaman itu menjadi kebanggaan bagi umat Islam di seluruh dunia.

Minggu, 06 Oktober 2019

TUPAI MERESPON BAHAYA DENGAN MENDENGAR KICAUAN BURUNG, KOK BISA SIH?


Tupai adalah hewan yang dikenal sering bertengger di ranting pohon untuk mencari makanan. Ternyata, ilmuwan menemukan bahwa di atas pohon, tupai juga memerhatikan kicauan burung untuk merespon bahaya.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal PLOS One pada Agustus 2019, ilmuwan menemukan bahwa otak tupai bisa merespon frekuensi suara yang dihasilkan beberapa spesies burung.  Peneliti mempelajari perilaku 54 tupai abu-abu liar timur (Sciurus carolinensis) yang berlokasi di taman atau daerah perumahan Ohio, Amerika Serikat.
Para ilmuwan mensimulasikan ancaman terhadap hewan-hewan ini dengan memutar rekaman suara 1 hingga 3 detik milik seekor elang ekor merah (Buteo jamaicensis).  "Ancaman" tersebut kemudian diikuti oleh 30 detik keheningan sebelum rekaman kedua dimainkan.

KARENA JIWA PUNYA HAJAT


Keagungan. Keluruhan. Ketinggian. Hanya itu yang ada pada misi cinta. Romantika juga ada. Tapi tetap dalam bingkai itu. Kita sebut romantika perjuangan. Seperti ketika kita memandang indahnya pelangi yang menggores langit. Mengagumkan. Mempesona. Tapi ada jarak. Itu keindahan yang dilukis oleh nilai: kekuatan yang memvisualisasi sisi malaikat dari dalam diri kita diatas kanvas kenyataan, lalu melegenda dalam riwayat sejarah.
Tapi manusia tercipta dari tanah. Dan tanah punya tabiatnya sendiri. Juga punya rasa, punya mau, punya hajatnya sendiri. Juga punya permintaannya sendiri dari asal usul ini, kehidupan manusia tersublimasi menjadi riwayat yang rumit dan kompleks. Begitu juga cinta yang lahir dari sini. Kalau dalam cinta misi perasaan bergerak mengikiti pikiran dan nilai, dalam cinta perasaan dan jiwa bergerak memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan akan kegenapan. Kebutuhan akan kesatuan.

MILIARAN BURUNG MENGHILANG DARI BUMI, PENYEBABNYA BIKIN MIRIS


Dalam rentang waktu 49 tahun, Bumi ternyata sudah kehilangan ratusan juta burung. Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan menyebutkan bahwa lebih dari 700 juta burung yang tersebar dalam 31 spesies yang sering berinteraksi di ladang dengan manusia telah menghilang sejak tahun 1970.
Dalam hampir lima dasawarsa terakhir, penurunan populasi burung bahkan menyentuh 2,9 miliar ekor.  Ken Rosenberg, ilmuwan senior dari Cornell Lab of Ornithology dan organisasi non-profit American Bird Conservancy telah menerbitkan penelitiannya yang cukup mengejutkan di jurnal Science pada hari Kamis (19/09/2019).
Manusia menjadi penyebab utama menghilangnya miliaran burung karena mereka mendorong hilangnya habitat dan masifnya penggunaan pestisida.  Besarnya penurunan populasi burung dapat secara signifikan mempengaruhi jaringan makanan dan ekosistem yang ada.

AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN


Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, seperti binatang, tumbuh- tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa.
Akhlak yang dianjurkan Alquran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dan sesamanya serta antara manusia dan alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Makhluk-makhluk itu adalah umat seperti manusia juga.
Alquran menggambarkan, “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu...” (QS. Al-An’am: 38).
Oleh sebab itu, menurut Al-Qurtubi, makhluk-makhluk itu tidak boleh diperlakukan secara aniaya. Allah SWT menciptakan alam ini dengan tujuan yang benar, sesuai dengan firman-Nya, "Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan." (QS. Al-Ahqaf: 3).