Halaman

Kamis, 31 Januari 2019

SHALAHUDDIN AL-AYYUBI: SANG GAGAH BERHATI MULIA


Ia lahir pada tahun 1137 Masehi. Mendapat latihan awal dari ayahnya yang termasyur, Naj-muddin Ayyub dan juga pamannya yang berjiwa ksatria Asaduddin Sherkhoh. Shalahuddin adalah pahlawan Perang Salib yang menjadi buah bibir tidak hanya di kalangan Islam, tetapi juga di kalangan Kristen, sebab di balik kegagahannya tersembunyi kelembutan dan kasih saying kepada seluruh manusia, apa pun agamanya.
Seperti yang telah diketahui oleh banyak orang, Perang Salib adalah perang yang paling ganas disepanjang sejarah manusia. Dalam perang itu, badai kefanatikan liar Kristen Eropa menumpahkan kemarahannya kepada orang-orang Asia Barat. “Perang Salib” kata seorang pengarang Barat, “merupakan salah satu episode paling gila dalam sejarah.”
Para petinggi kaum Kristen menghasut umat mereka untuk melakukan peperangan melawan selama hampir tiga abad. Pada masa itu kata Hallam --pengarang barat itu-- kalau ada seorang tentara Salib yang memikul tiang salib, maka ia berada dalam perlindungan gereja dan dibebaskan dari semua pajak, sekaligus mendapat kebebasan untuk melakukan dosa.
Tentara Salib memperoleh sukses awal dengan menaklukkan bagian terbesar dari wilayah Syria dan Palestina, termasuk kota suci Yerusalem.  Ketika penghancuran kota Islam Antioch, Mill seorang sejarawan Kristen bersaksi tentang pembantaian penduduk Islam.

Ia menulis, “ Martabat, usia, keputusasaan pemuda, dan kecantikan kaum wanita tak dihiraukan oleh bangsa Latin yang biadab itu. Rumah tak lagi bisa menjadi tempat berlindung, dan suasana masjid berubah. Tentara Salib menduduki kota, dan membantai penduduknya dengan darah dingin. Jalan-jalan digenangi darah. Mereka membakar benda seni dan lebih dari 3 juta jilid bahan bacaan pengetahuan yang tak ternilai harganya.
Syukurlah, pada bagian kedua abad ke- 12 Masehi, ketika tentara Salib berada dipuncak kebengisannya, raja-raja Jerman, Prancis, dan Richard “The Lion Heart” telah menguasai medan masing-masing untuk menaklukkan Tanah Suci Yerusalaem. Para tentara Salib itu berhadapan dengan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, seorang prajurit yang mampu memukul mundur pasukan Kristen yang datang secara bergelombang.
Mill Raymond d’Agiles bersaksi tentang peristiwa pembantaian di Yerusalem, tanah wakaf dari khalifah Umar Ibnul Khattab itu. “Saya menyaksikan di bawah serambi masjid yang melengkung itu genangan darah mencapai kedalaman selutut dan mencatat tali kekang kuda.” Lalu kata Mill lagi, “Rasa kasihan tidak boleh diperlihatkan pada kaum Muslimin. Orang-orang yang dikalahkan itu diseret ketempat-ketempat umum dan dibunuh. Semua wanita yang sedang menyusui, anak-anak gadis, dan anak-anak laki-laki tubuhnya dikoyak-koyak. Tak ada hati yang lebih dalam keharuan atau yang tergerak untuk berbuat kebajikan melihat peristiwa mengerikan ini.”
Sebaliknya, ketika Shalahuddin merebut Yerusalem pada tahun 1187 Masehi, ia memberikan ampunan kepada orang-orang Kristen yang tinggal dikota itu. Hanya orang-orang yang pernah bertempur dan pejuang-pejuang Kristen yang diminta meninggalkan kota, setelah membayar tebusan yang sama nilainya dengan yang pernah mereka ambil. Bahkan sering sultan memberikan uang tebusan dari sakunya sendiri, di samping memberi mereka ongkos transportasi.
Wahai, terbuat dari apakah hati Shalahuddin? Betapa jiwa pemenangmu tidak menindas, tetapi memberi manfaat.
*Sumber: Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus, hlm. 399

Tidak ada komentar:

Posting Komentar