Bahkan ketika kamu memiliki semua pesona
fisik, jiwa, akal dan ruh, cintamu bukan saja mungkin tertolak dan kamu terluka
di bawah hukum keserasaan dan keserasian.
Lebih dari itu, kamu juga tidak bebas dari
problematika kehidupan cinta dan asmara seperti yang dialami orang orang biasa.
Dalam terminologi batin kehidupan,
sebenarnya kita semua hanya orang-orang biasa, memiliki rasa orang-orang biasa,
dan menghadapi persoalan cinta yang juga dialami orang-orang biasa.
Bahkan ketika sang kekasih setara dengan
kamu pada pesona fisik, jiwa, akal dan ruhnya, itu juga bukan sebuah sertifikat
bebas perkara kehidupan, yang dapat kamu tempel pada dinding kesadaranmu.
Tidak!!! Persoalan hidup adalah jatah
setiap manusia, tidak peduli apakah ia orang baik atau bukan. Bahkan sumber
persoalan hidup kita seringkali datang dari kebaikan hati kita.
Seperti unta yang sabar; orang- orang hanya
tahu memikulkan beban ke punggungnya tanpa pernah mendengar keluhannya.
Kesabarannya adalah sumber masalahnya.
Yang membedakan mereka adalah bahwa mereka
selalu “berada di atas” masalah masalah mereka. Karena itu mereka selalu mampu
“mengatasi” masalah-masalah mereka. Mereka selalu sanggup melampaui lorong
gelap pada suatu potongan waktu kehidupan mereka. Mereka selalu menang.
Cerita mereka selalu berakhir bagus; tidak
selalu karena endingnya penuh bunga dan senyum, kadang-kadang justru karena
keputusan pahit yang mengharu-biru sebab ia lahir dari cinta yang ksatria.
Seperti ketika istri-istri Rasuiullah saw meminta
tambahan perhiasan dunia. Apa yang salah dengan tuntutan itu? Itu datang dari
istri-istri yang shalihah kepada seorang suami yang shalih. Itu bukan barang
haram.
Tapi tuntutan itu berat bagi sang Rasul;
bagaimana mungkin ia kembali kepada persoalan kecil seperti ini ketika ia
sedang dalam perjalanan untuk melakukan sentuhan akhir dalam penyelesaian misi
kenabiannya?
Itu mengganggu dan menyedot perhatiannya
justru ketika ia sedang membutuhkan konsentrasi penuh untuk menyelesaikan tugas
akhirnya. Itu menyebabkan beliau “mendiamkan” mereka selama sebulan. Bahkan
beliau menyendiri dan tidak ingin ditemui oleh sahabat-sahabat beliau.
Contoh itu mungkin terasa terlalu sophisticated.
Mari kita ambil contoh lain. Suatu saat beliau berada di rumah Aisyah. Kemudian
Saudah datang menemui beliau. Aisyah pun menawarkan kue yang baru saja
dibuatnya.
Tapi Saudah mengatakan, kue itu tidak enak.
Aisyah tentu saja tersinggung. la pun menimpuk Saudah dengan kue itu. Dan
Saudah membalasnya.
Timpuk-menimpuk itu berlangsung sementara
sang suami menyaksikannya sembari tertawa terbahak-bahak. Oh, persoalan memang
datang.
Tapi selalu berlalu. Di balik bilik
sederhana itu ada banyak gejolak. Tapi keteduhan selalu mengakhirinya.
(Muhammad
Anis Matta)
Sumber:
https://www.liputanpolitik.com/gejolak-dibalik-bilik-anis-matta/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar