Halaman

Minggu, 29 Mei 2016

Bersikap di Antara Buah Simalakama



Urainab baru saja menikah. Ia tinggal bersama suami di rumah mertuanya. Sejak pertama kali tinggal di rumah mertuanya, Urainab sudah merasa tidak cocok dengan ibu mertua. Urainab merasa mertuanya sangat keras dan cerewet. Urainab sering dikritik ibu mertua karena perbedaan sikap dan prinsip mereka dalam semua perkara.
Pertengkaran sering terjadi. Urainab dan ibu mertua selalu berselisih. Yazid, suami Urainab merasa sedih melihat hal itu. Namun, dia tidak mampu menyelesaikan persoalan antara istri dan ibunya. Jika dia membela ibunya, bagaimana dengan istrinya. Jika dia membela istrinya, tentu akan membuat ibunya sakit hati. Yazid hanya bisa berdoa kepada Allah, semoga persoalan antara istri dan ibunya segera selesai dan mereka hidup damai bersama.

Hari pun terus berlalu, suasana panas di rumahnya tak berubah. Yazid sempat terpikir untuk membawa istrinya pindah dari rumah ibunya. Namun, dia belum memiliki tempat lain untuk ditinggali, apalagi ibunya yang beranjak tua tak tega dia tinggalkan.
Keadaan semakin memburuk, pertengkaran terus terjadi, dan tidak ada satu pun yang mau disalahkan atas setiap pertengkaran. Akhirnya, Urainab memutuskan untuk melakukan sesuatu demi mengakhiri pertengkaran dengan ibu mertuanya. Dia berencana akan meracuni mertuanya.
“Kalau Ibu meninggal, tidak ada lagi yang akan mengganggu hidupku!” pikir Urainab.
Urainab lalu mengunjungi Sufyan bin Umar, seorang ahli obat di sebuah kota. Dia menceritakan masalahnya dan meminta Sufyan bin Umar untuk memberinya racun.
“Aku mengerti masalahmu dan betapa kamu menderita karenanya. Aku akan membuatkan racun yang paling ampuh untukmu, asal kamu mendengarkan semua saranku.” Kata Sufyan bin Umar.
Urainab mengangguk. Jauh di dalam hatinya, dia merasa berdosa karena memiliki niat yang buruk atas mertuanya. Bukankah dalam Islam telah diajarkan bahwa mertua adalah orang tua juga. Ibu mertua adalah ibunya juga. Namun, rasa sakit hati dan marah telah membakar dirinya.
“Sebelum racun ini diberikan, selama satu bulan menurutlah pada apa yang diperintahkan dan diinginkan oleh ibu mertuamu,” saran Sufyan
Urainab mengangguk setuju. Urainab lalu pulang dengan lega. Racun yang diberikan Sufyan bin Umar disimpannya dalam dompet. Hari demi hari berlalu, urainab menuruti apa yang diperintahkan ibu mertuanya. Dia membersihkan rumah, memasak, menyapu halaman, mendengarkan ibu mertua ketika sedang berbicara dan melakukan banyak perbuatan baik padanya. Dia tidak lagi berdebat dan melayani ibu mertua bagai ibu kandungnya sendiri.
Awalnya, hati Urainab berontak. Namun, dia teringat pesan Sufyan untuk menuruti semua keinginan dan perintah ibu mertua selama satu bulan. Sesudah itu, ibu mertuanya akan dia racun hingga mati. Hari demi hari berlalu, tidak ada lagi pertengkaran di rumah itu. Yazid sangat bahagia melihat perubahan sikap istri dan ibunya. Istrinya tidak lagi mendebat dan lambat laun ibunya tak bersikap keras lagi. Suasana rumah menjadi hangat dan nyaman. Urainab merasa senang dan nyaman. Ia dan ibu mertuanya menjadi sepasang sahabat.
Satu bulan tiba. Sudah waktunya Urainab meracuni ibu mertuanya. Urainab membuka dompetnya, tiba-tiba dia menangis hebat. Hatinya terasa sakit. Kali ini bukan karena perlakuan ibu mertuanya, melainkan karena niat buruknya. Kini, dia mengerti kalau ibu mertuanya melakukan semua itu karena ingin mengajarinya menjadi istri yang baik bagi suaminya. Satu bulan telah mengajarkan banyak hal pada Urainab. Sekarang Urainab bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah, memasak, dan melayani suami dengan baik.
Sayup terdengar di ruang tengah, ibu mertuanya sedang berbincang dengan tamu.
“Aku sungguh beruntung memiliki menantu seperti Urainab. Dia adalah menantu terbaik yang kumiliki. Dia sangat patuh, rajin, dan shalihah,” ujar ibu mertuanya dengan bangga.
Dada Urainab semakin sesak, “Ya Allah, maafkan semua salah dan niat burukku.”
Ya…akhirnya Urainab mengurungkan niatnya meracuni ibu mertuanya, maka jadilah kehidupan keluarga itu bahagia dan menyejukkan bagai hidup di Istana Sorga.
“Ibu mertua kedudukannya sebagai ibu." (HR. TIRMIDZI DAN AHMAD)
(Nandang Burhanudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar